Membangun Karakter Anak Sejak Dini

Jurnalis : Veronika Usha, Fotografer : Veronika Usha
 
foto

* Dibantu oleh beberapa insan Tzu Chi, anak-anak kelas 3 dan 4 diajak untuk menuangkan kreativitas mereka ke dalam bentuk gambar yang mengambil tema "sekolahku".

Bagian yang menarik dari kegiatan kelas budi pekerti adalah unsur kasih sayang yang dominan dalam setiap kegiatan pengajarannya. Hasilnya secara bertahap diharapkan dapat membentuk karakter anak-anak menjadi lebih baik.

Pagi itu, udara di Sekolah SDN Masjid Priyayi, Kasemen, Serang, cukup cerah. Beberapa anak-anak langsung berhamburan keluar kelas ketika melihat mobil kami mulai memasuki pekarangan sekolah. Walaupun tidak lagi merasa asing dengan kedatangan kami, tetapi tetap saja rasa antusias anak-anak sangat terasa. Tak lama berselang dari kami, beberapa mobil para relawan Tzu Chi Tangerang pun berdatangan. Dengan sigap, para relawan langsung mempersiapkan segala materi kelas budi pekerti yang akan mengisi seluruh agenda kegiatan murid-murid SDN Priyayi hari ini, Kamis, 16 April 2009.

Setelah menerima pengarahan dari Lu Lien Chu, Ketua Tzu Chi Tangerang, lebih kurang 20 relawan langsung memasuki kelas demi kelas. Pelajaran budi pekerti dibagi ke dalam beberapa kegiatan, “Kelas satu dan dua, kami memberikan pelajaran kerajinan tangan, kelas tiga dan empat, kami ajak mereka untuk menggambar dan belajar isyarat tangan, sedangkan untuk kelas lima dan enam, kami akan mengadakan sosialisasi Tzu Chi,” jelas Lu Lien Chu.

Sebelumnya, Tzu Chi Tangerang juga pernah melakukan kegiatan bersih-bersih di SDN Mesjid Priyayi. “Bulan lalu kami melakukan kegiatan bersih-bersih dengan tujuan untuk memperkenalkan diri kepada anak-anak.” Dan sekarang, Lu Lien Chu menambahkan, kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pendidikan yang baik tentang budi pekerti. “Master (Cheng Yen) berkata bahwa sekolah di Taiwan telah mengajarkan tentang “Li Yi Lian Chi” (tata krama dan sopan santun), dan murid di sini banyak belum mengerti apa itu “Li Yi Lian Chi”. Kami ingin mereka belajar untuk tau bagaimana menghormati guru dan orangtua, menyayangi keluarganya, kami memberikan pelajaran ini, karena anak-anak di sini memang masih kurang pengetahuan ini.”

foto  foto

Ket : - Dalam kegiatan makan siang pun, anak-anak SDN Mesjid Priyayi, Serang, diajak untuk tetap menerapkan
           etika saat makan, dengan harapan agar mereka bisa lebih tertib dan teratur. (kiri)
         - Anak-anak terlihat sangat antusias menempelkan hasil karya mereka ke atas papan karya yang sudah
           disiapkan. Tidak hanya ketelitian, dalam membuat pakarya ini, kesabaran anak-anak pun dilatih. (kanan)

Di beberapa negara seperti Taiwan, Malaysia, dan Vietnam, penerapan budi pekerti pada misi pendidikan sangat berhasil. “Di Malaysia kebanyakan murid adalah anak orang Tionghoa, walaupun keyakinan mereka berbeda-beda. Kalau di sini hanya anak orang pribumi dan berkeyakinan Islam, dan ini menjadi tantangan bagi kami agar mereka bisa belajar dengan baik. Kami harap dalam waktu setahun sudah kelihatan hasilnya,” tambah Lu Lien Chu.

Awalnya memang tidak mudah memberikan pelajaran budi pekerti kepada para siswa di SDN Mesjid Priyayi. Hal ini karena pihak sekolah dan orangtua murid sempat merasa takut terhadap maksud dari pemberian pelajaran tersebut. “Awalnya kami yang tidak mengerti mengenai materi pelajaran budi pekerti, takut kalau materi tersebut bertentangan dengan agama kami. Begitu pula para orangtua yang sempat menentang pengajaran tersebut. Maklum, agama masyarakat di sini memang sangat kuat,” tutur Komarudin, Kepala SDN Mesjid Priyayi. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama. Setelah pihak Tzu Chi melakukan sosialisasi mengenai isi dari materi budi pekerti, akhirnya para orangtua dan pihak sekolah menyetujui pelaksanaan kelas budi pekerti tersebut.

foto  foto

Ket : - Setelah mengikuti seluruh kegiatan pelajaran budi pekerti, para siswa diajak untuk mengungkapkan
           kesan-kesan dan harapan mereka terhadap pelajaran tersebut. (kiri)
         - Dengan cinta kasih, anak-anak yang sulit untuk diajak berkomunikasi ini, kini pun berubah menjadi hangat
           dan mulai tertarik dan mau belajar hal-hal baru, salah satunya adalah bahasa isyarat tangan. (kanan)

Mengajar dengan Hati
Perbedaan suku, ras, maupun agama bukanlah penghalang bagi para relawan Tzu Chi untuk terus memberikan pelajaran budi pekerti terhadap anak-anak tersebut. Seperti yang dituturkan oleh Melti, salah satu relawan Tzu Chi Tangerang, yang sejak awal pembangunan sekolah sudah terjun langsung di lapangan, ”Dulu, anak-anak di sekolah ini bisa dibilang nakal, tapi sekarang mereka sudah mulai ada perubahan. Mereka sudah mulai mau mendengarkan kami. Tidak hanya itu, mereka kini juga bersemangat belajar isyarat tangan.”

Untuk memberikan pelajaran budi pekerti terhadap anak-anak di SDN Mesjid Priyayi memang membutuhkan sedikit kesabaran ekstra. “Dengan cinta kasih, hati mereka pasti akan mencair. Kita sebagai pengajar harus bersabar untuk memberikan materi dengan lembut dan sopan, sehingga otomatis nantinya mereka pun akhirnya meniru apa yang kita lakukan,” aku Melti.

Lu Lien Chu pun mengakui, beberapa hambatan seperti anak-anak yang masih belum lancar membaca dan menulis juga menjadi kendala dalam proses pengajaran budi pekerti, “Tidak jarang murid yang duduk di kelas 3 masih belum lancar menulis dan membaca, sehingga mereka membutuhkan lebih banyak perhatian dan bimbingan.”

Kegiatan yang rencananya akan rutin dilakukan setiap dua kali dalam sebulan ini, diharapkan akan semakin mendekatkan tali persaudaraan antara anak-anak SDN Mesjid Priyayi, Kasemen, Serang, Banten dengan para insan Tzu Chi. “Saya berharap lain kali tidak usah buat janji bahwa kami mau datang, tapi kami datang karena murid-murid bilang “Shi Gu, kamu cepat datang, kami kangen Anda.” Kalau belum seperti itu, berarti apa yang kami lakukan belum maksimal,” harap Lu Lien Chu mantap.

”Ayo Sekolah”
Tidak hanya pelajaran budi pekerti, para insan Tzu Chi Tangerang juga menaruh perhatian terhadap tingkat putus sekolah yang sangat tinggi di SDN Priyayi. Komarudin selaku kepala sekolah juga sangat menyayangkan melihat kenyataan yang menunjukkan mayoritas anak didiknya memilih untuk membantu orangtua mereka dibanding melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. “Latar belakang ekonomi dan lingkungan membuat mereka seolah menyerah dengan keadaan. Biasanya, mereka meninggalkan sekolah saat mulai memasuki kelas 4. Kalau kami tanya alasannya kepada para orangtua, mereka hanya menjawab, “sing penting iso moco”,” jelas Komarudin.

foto  foto

Ket : - Sebagai salah satu bentuk pendampingan Tzu Chi kepada para murid SDN Mesjid Priyayi, beberapa insan
           Tzu Chi Tangerang juga melakukan kunjungan ke rumah Nofal, salah satu murid berprestasi, yang tengah
           bimbang apakah akan terus melanjutkan pendidikan atau tidak. (kiri)
         - Seluruh siswa-siswi SDN Masjid Priyayi, Serang, Banten dan para guru mendapat kesempatan untuk
           memberikan ucapan Selamat Ulang Tahun kepada Master Cheng Yen". (kanan)

Noval, salah satu murid berprestasi di SDN Priyayi juga tengah berada dalam dilema serupa. Keinginannya untuk meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi harus dipendamnya dalam-dalam, mengingat kondisi keuangan keluarga yang semakin tidak menentu semenjak kepergiaan ayahnya (meninggal -red). Walaupun kenyataan pahit sudah berada di depan matanya, Noval tetap selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk keluarganya. “Noval memang suka belajar, apalagi pelajaran agama. Sekarang yang penting bisa belajar, sambil bantu Mamak. Kalau memang tidak punya uang, baru Noval berhenti sekolah,” tuturnya polos.

Beberapa fakta mengejutkan juga terjadi di SDN Mesjid Priyayi. Beberapa murid yang ditemui oleh tim 3 in 1 Tzu Chi mengaku tidak memiliki cita-cita. Fenomena ini tentunya membuat hati para insan Tzu Chi semakin tergerak untuk terus melakukan pendampingan kepada para murid SDN Mesjid Priyayi. “Semoga saja kerjasama antara Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan SDN Priyayi dapat terus berlanjut. Kami berharap ke depannya, pihak yayasan bisa memberikan beasiswa bagi mereka yang berprestasi,” ucap Komarudin.

 

Artikel Terkait

Sejarah Dalam Goresan Tulisan

Sejarah Dalam Goresan Tulisan

28 Maret 2023

Materi dan kegiatan Writing Workshop kali ini diperuntukkan dan dikemas bagi relawan Tzu Chi di setiap bidang misi yang ingin belajar menulis kegiatan-kegiatan Tzu Chi. Workshop ini diikuti oleh 77 orang peserta.

“Jadikan Cintamu Besar dan Universal”

“Jadikan Cintamu Besar dan Universal”

05 Maret 2010
Kita juga harus menunjukkan cinta kasih kita kepada orang lain, bahkan kepada orang yang tidak kita kenal. Kita harus membantu semua orang yang membutuhkan bantuan, tak peduli mereka siapa, tanpa membedakan suku, agama, dan bangsa.
Ujian Datang Tapi Iman Menguatkan

Ujian Datang Tapi Iman Menguatkan

03 Desember 2020

Cobaan dan musibah yang datang silih berganti membuat Rohmat Hartono sempat mengalami depresi dan berniat mengakhiri hidup. Namun iman yang kuat, kasih sayang keluarga, juga dukungan relawan Tzu Chi membuat keluarganya ikhlas menjalani lika-liku kehidupan. 

Semua manusia berkeinginan untuk "memiliki", padahal "memiliki" adalah sumber dari kerisauan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -