Membangun Karakter yang Baik Melalui Kelas Saji Teh

Jurnalis : Chrestella Budyanto (Sekolah Tzu Chi Indonesia) , Fotografer : Chrestella Budyanto (Sekolah Tzu Chi Indonesia)


Amanda Shigu menjelaskan urutan penempatan sepuluh alat saji teh pada siswa/i Tzu Chi Secondary School, 16 September 2019.

Apa yang terlintas dalam benak ketika meneguk secangkir teh hangat di sore yang cerah? Selain mengandung banyak manfaat bagi kesehatan jasmani, teh juga berkhasiat untuk menenangkan pikiran. Idealnya, tak lengkap jika secangkir teh hangat tidak dinikmati bersama dengan kudapan manis.

Pada term pertama tahun ajaran 2019/2020, melalui kelas budaya humanis (Ren Wen), para siswa kelas 7 hingga kelas 12 Tzu Chi Secondary School mengikuti kegiatan kelas saji teh dengan bimbingan para shigu (panggilan kepada relawan yang lebih tua).

“Di dalam kelas menyajikan teh itu kita nggak hanya mengajarkan anak-anak cara seduh teh atau minumnya. Setiap hal di dalam kelas itu mengandung filosofi, paling utama mengajarkan anak-anak bersikap dan berlaku sehari-hari dengan gan en (bersyukur), zun zong (rasa hormat), dan ai (cinta kasih),” terang Dan Eng Lim Shigu.

Sederhana namun bermakna, untuk menyajikan teh yang baik ada tiga elemen penting yang harus diperhatikan, yakni: jumlah daun teh, suhu air, dan lama waktu penyeduhan. Dalam kelas saji teh, para siswa selalu diingatkan akan tiga nilai penting sebelum meminum teh: xīn fā hǎo yuán (memiliki hati dan pikiran yang baik), kǒu shuō hǎo huà (ucapan yang baik), serta shēn xíng hǎo shì (berbuat kebajikan).

 

Salah satu cara mengajarkan respect adalah saling membantu teman sekelas untuk mencuci tangan.

Diharapkan dengan kelas saji teh ini, para siswa tidak hanya belajar menyeduh dan minum teh saja tetapi juga mampu memahami tata krama, etiket, budaya mindful (sepenuh hati) dan aspek rasa syukur, menghargai, dan mencintai. Bagaimana caranya? Selain pengetahuan khusus mengenai cara menyajikan teh, hal-hal lain yang perlu dipelajari seperti membantu kawan mencuci tangan, berbaris dengan rapi, cara memegang cangkir dan menyajikan makanan, serta tahapan menyeduh teh.

Setiap kali sebelum kelas dimulai, anak-anak diminta untuk menjalankan meditasi sekitar 3 menit. Meditasi dilakukan dengan tujuan untuk menenangkan diri sehingga siswa dapat lebih fokus ketika mengikuti kegiatan kelas.  “Saya suka karena setiap masuk kelas Ren Wen itu selalu relaks. Meditasi itu membantu untuk mengalihkan pikiran dari kesibukan lainnya,” tutur Jason Kuasanto, siswa kelas 11 Grateful.

Selain itu, Jason yang memang fasih berkomunikasi dalam Mandarin menikmati kelas teh karena para shigu yang baik dan ramah. “Saya suka shigu-shigu-nya, mereka ramah-ramah sekali. Terus di dalam kelas saya juga belajar etiket dan bagaimana sih cara menyajikan teh dengan baik, dan bagaimana memperlakukan orang lain,” tambah Jason.

 

Jason Kuasanto, siswa 11 Grateful mempraktikkan cara menyeduh teh di dalam kelas.

Cara seseorang menyajikan teh dapat mencerminkan kepribadian dan sikap orang tersebut. Seseorang dengan hati yang lemah lembut cenderung mampu untuk menyajikan teh dengan indah. “Alat-alat teh itu kan dibuat dari material yang mudah pecah, nah dengan ini kita diajarkan untuk telaten dan sabar dalam menyeduh teh, biar gak ada yang jatuh atau pecah,” kata Michelle, siswi kelas 9 Respect.

Penerapan Filosofi Saji Teh dalam Keseharian
Di dalam kelas saji teh di sekolah Tzu Chi School pada tingkat taman kanak-kanak maupun sekolah dasar, para siswa lebih fokus kepada pengetahuan mengenai teh. Praktik dan aktivitas langsung menyeduh teh lebih banyak diadakan di tingkat lanjutan. Misalnya Jason, yang sudah mengikuti kelas teh sejak duduk di bangku primary, mengatakan ia lebih senang dengan kelas teh di secondary karena banyak praktiknya. Salah satu praktik yang dipelajari para siswa adalah tata cara menyajikan teh, serta penempatan alat-alat saji teh yang sesuai di atas meja.

Dalam satu set alat saji teh, ada sepuluh macam alat saji teh yang harus diletakkan sesuai tempat dan kegunaannya masing-masing. Ibarat main puzzle, setiap keping puzzle harus diletakkan sesuai dengan jodohnya. Jika terjadi salah penempatan pada baki, hal ini tentu akan mengganggu dinamika penyajian teh itu sendiri. Misalnya, alas untuk tutup teko, harus diletakkan berdekatan dengan sisi kanan teko, untuk memudahkan penyaji, serta menghindari adanya air teh yang tumpah.


Dan Eng Lim Shigu membimbing siswi Tzu Chi Secondary school untuk menata alat saji teh sesuai tempat dan kegunaan.

Filosofi mendasar dari penempatan baki teh sesungguhnya serupa dengan keberadaan kita sebagai manusia. “Taplak meja yang digunakan sebagai alas baki itu mewakili tanah atau bumi di mana kita berpijak.  Alat-alat saji teh ini adalah kita manusia, yang juga memiliki kegunaan masing-masing dalam masyarakat,” tutur Mei Rong, salah satu shigu yang juga membawakan kelas saji teh.

Idealnya, sama seperti alat-alat saji teh, alangkah indah dan baik jika penempatan diri kita dalam masyarakat juga tepat. Dan Eng Lim shigu menjelaskan, “Misalnya anak-anak ini kan suka membuat tugas kelompok, setiap anak tentu ada kepintaran masing-masing. Murid A, B, dan C bisa menggunakan kelebihan mereka masing-masing untuk menunjang hasil karya kelompok. Seperti alat-alat ini pun ya begitu, saling menunjang dan melengkapi,” tuturnya.

Hal ini tentu tidak hanya berlaku di bangku sekolah saja, kelak di dalam kehidupan bermasyarakat, kemampuan menempatkan diri dalam lingkaran sosial maupun pekerjaan tentu akan membawa dampak yang baik bagi siswa. Misalnya saja, dalam dunia pekerjaan, tanpa asisten koki yang baik, kepala koki akan pincang dalam menjalankan tugasnya.


Salah satu siswi diajarkan bagaimana cara melipat kain taplak saji supaya indah dilihat.

“Hal ini juga sama seperti kita murid, harus pergi ke sekolah yang memang cocok sama kita. Nanti bekerja juga harus bekerja sesuai dengan bidang yang sesuai dengan kita. Kalau nggak, nanti tidak baik hasilnya,” jelas Michelle, siswa kelas 9 Respect.

Kata Perenungan Master Cheng Yen
Ketika kita meminum teh, selain mengucap syukur kepada orang yang telah menyeduhkan teh, adakah hal lain lagi yang patut kita berikan terima kasih? Tentu saja! Daun-daun teh tidak akan bertumbuh tanpa adanya sinar matahari, tanah yang subur, serta hujan dan tangan-tangan petani daun teh. Untuk menyadari hal-hal kecil seperti ini, dibutuhkan hati dan pikiran yang sepenuh hati.

Salah satu cara mengingatkan siswa untuk terus mindful adalah lewat pembacaaan kata perenungan Master Cheng Yen. Dalam setiap pertemuan, para siswa diharapkan tidak hanya membaca tapi juga meresapi kata perenungan ini sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Master Cheng Yen mengatakan, “Gunakanlah waktu dengan baik, sayangi yang kita punya dan perlakukan satu sama lain dengan penuh syukur, respek, dan cinta.” Hal ini tentu saja tidak lepas dari tiga pilar Tzu Chi yang telah dijelaskan sebelumnya yakni:  bersyukur, rasa hormat, dan cinta kasih.


Cara menyajikan cangkir atau makanan kepada temanpun dapat menunjukan rasa hormat dan cinta kasih kepada teman.

Baik Jason maupun Michelle, sungguh dapat merasakan pentingnya bersyukur dan sepenuh hati kepada orang lain. Jason misalnya, “Di kehidupan akan datang ketika bekerja, mindfulness itu perlu karena kita bisa menilai situasi dan sikap orang lain terhadap kita, dengan begitu, kita bisa menjadi lebih sabar dan mampu menjaga harmoni dengan orang lain.”

Michelle sendiri menambahkan, adapun rasa menghormati harus dimulai dari diri sendiri. “Penting menghormati orang lain, dan juga diri sendiri. Karena ketika kita menghormati diri sendiri, otomatis perlakuan kita akan menjadi lebih baik kepada orang lain.”

Kelas saji teh diharapkan dapat membantu siswa untuk kelak membangun karakter yang baik, sabar, dan penuh rasa hormat. Mungkin bagi banyak orang melihat, kelas saji teh ini terkesan sederhana, namun dengan melatih diri setiap minggunya dalam bersikap, kelak akan menghasilkan pancaran nyata diri kita dalam kehidupan bermasyarakat untuk menjadi lebih baik.

Master Cheng Yen mengatakan, “Bila ingin menjadi orang yang selalu diterima dan dicintai setiap orang, maka seseorang harus dapat menjaga dengan baik (be mindful) sikap dan perilakunya sendiri.”

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Membangun Karakter yang Baik Melalui Kelas Saji Teh

Membangun Karakter yang Baik Melalui Kelas Saji Teh

30 September 2019

Siswa Tzu Chi Secondary School belajar membangun karakter humanis yang penuh dengan rasa syukur, hormat, dan cinta kasih melalui kelas saji teh pada term pertama tahun ajaran.

Melatih diri adalah membina karakter serta memperbaiki perilaku.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -