Membentuk Anak Berbudi Pekerti Sejak Dini

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur) , Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur), Binawan (He Qi Tangerang) Bobby (He Qi Barat 1)

Bagi Eddy Franjaya (duduk tengah), kelas budi pekerti sangat penting diberikan kepada anak sejak dini.

Pada umumnya anak yang tidak berbudi pekerti adalah anak yang cenderung tidak mendengar nasehat orang tua. Eddy Frasnjaya (43) sangat bersyukur dapat berjodoh dengan Tzu Chi pada tahun 2005. Seperti orang tua lainnya, sangat mengharapkan anaknya berbudi pekerti, “Anak pintar tetapi tidak berbudi pekerti adalah sangat berbahaya. Namun bila kita bisa menggabungkan kepintaran dan berbudi pekerti, dapat membuat anak tersebut membantu banyak orang, kemampuan untuk bersosialisasi, tidak egois.” Tutur Eddy.

Bagi Eddy, kelas budi pekerti sangat penting diberikan kepada anak sejak dini. “Makin dini makin bagus, akarnya akan tertanam dengan baik, sehingga bila anak tersebut bergaul dengan lingkungan kurang baik, mereka tidak tertarik. Ketika mereka sudah remaja atau dewasa, mereka akan bisa memilih dan mencari komunitas yang baik.” Itulah alasan Eddy memberikan kelas budi pekerti kepada Sukhitata Ekaputri, anak sulungnya enam tahun silam.

Sejak kecil, Sukhitata memiliki ketakutan yang sangat besar sehingga menyebabkan ia lebih suka menyendiri. Namun, dalam dirinya memiliki bibit yang bagus. Walau sering diacuhi oleh teman sekolahnya, Sukhitata tidak pernah sakit hati. Ketika teman sekolah membutuhkan bantuan, Sukhitata selalu membantu.

Sukhitata (dua dari kanan panggung) senang dapat ikut kelas budi pekerti sehingga ia bisa lebih sayang kepada orang tua, keluarga dan teman-teman.

“Takut, tapi ada shigu-shigu yang baik dan ramah, selalu mendampingi, pelan-pelan akhirnya berani. Dapat banyak teman. Lebih sering membantu mama papa setelah mengenal budi pekerti Tzu Chi. Lebih ceria setiap hari, tidak suka ngambek. Senang bisa berbagi makanan dengan adik, sambil makan sambil menyuapi makanan buat adik. Sering berbuat baik dan jangan berbuat jahat.” kata Sukhitata.

Lili (38), orang tua lainnya juga memilih kelas budi pekerti Tzu Chi untuk anaknya, Michelle Tjhia (11) “Kami memilih Tzu Chi untuk mendidik anak dan membentuk anak berbakti. Michelle waktu kecil memang anak penurut, suka mendengar kata-kata orang tua. Walau terkadang suka marah. Setelah ikut kelas ini, banyak perubahan yang terjadi pada Michelle. Anak ini bukan anak pendiam, ia tipe anak yang suka serba cepat, kami (orang tua) yang diburu-buru.” jelas Lili menyadari lebih memberikan perhatian kepada adiknya yang beda satu tahun, sehingga kurang perhatian kepada Michelle Tjhia.

Michelle Tjhia (tengah) turut ambil bagian di fashion show dan isyarat tangan pada penutupan kelas budi pekerti.

“Anak ini memiliki suatu keberanian tanpa dipaksa. Ia ikut mengisi acara penutupan kelas budi pekerti seperti fashion show, nari. Ia sendiri yang memiliki keinginan tersebut. Sebagai orang tua, kita sangat mendukungnya. Anaknya pintar, walau kadang malas, hanya mengerjakan sesuatu apa yang disuruh, sedangkan yang lain tidak diperhatikan.” imbuh Lili senang melihat Michelle lebih ceria.

Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak sulung memang sering terjadi, sehingga membuat anak merasa sedih. Inilah yang terjadi pada Michelle Tjhia (11). Tiga tahun silam, Michelle telah berjodoh dan mengenal budi pekerti Tzu Chi. Tzu Chi telah membuat Michelle Tjhia dapat berkomunikasi yang lebih baik dengan teman.

“Senang dapat pelajaran (tema) budi pekerti, ketemu shigu- shigu, teman-teman.” kata Michelle yang sudah bisa bangun tepat waktu, mengatur jadwal (waktu) sendiri, menghormati orang tua, membantu mama dan lebih sayang adik.

Seperti Lili, juga ada Widya (42) melihat kelas budi pekerti Tzu Chi bagus, “Anak-anak mendapat pelajaran tata karma dan berhubungan dengan kehidupan. Social skill yang tidak didapat di sekolah.” kata Widya memperkenalkan budi pekerti kepada Chelsea lima tahum silam.

Anak-anak dengan kreatif menampilkan fashion show dengan busana dari barang daur ulang seperti kertas koran, plastik dan barang daur ulang lainnya.

Sejak kecil Chelsea (15) memang pemalu, anak yang pendiam, kurang berani untuk berbaur dengan lingkungan yang baru, “Setelah bergabung dengan kelas budi pekerti Tzu Chi, ia melihat dan banyak belajar tentang kehidupan, pelestarian lingkungan (huan pau), budi bakti kepada orangtua dan banyak kreatifitas (shou gong). Bangga melihat Cheasea sudah berani presentasi di depan. Bersyukur ia bisa membantu dan menjaga adiknya.” cerita Widya melihat perubahan yang terjadi dalam diri Chelsea.

“Saya belum pernah menjadi seorang pemimpin dalam kelas sebelumnya, tetapi hari ini tidak ada yang mau menjadi pemimpin maka saya mau merasakan bagaimana rasanya menjadi seorang pemimpin. Saya belajar banyak tentang social, belajar bergaul dengan orang lain. Saya belajar hal baru tentang bagaimana menghormati orangtua, pelestarian lingkungan, dan menghargai makanan.” cerita Chelsea senang bisa ikut dalam kelas budi pekerti, selain mendapat teman, juga belajar banyak untuk menjadi diri sendiri yang lebih baik.

Memanfaatkan Barang Daur Ulang Sebagai Busana Peragaan
Sementara itu sejak beberapa tahun silam, Master Cheng Yen terus meminta insan Tzu Chi untuk menggalakkan pelestarian lingkungan, untuk melindungi bumi dari pemanasan global yang terjadi akibat asap pembuangan limbah dari pabrik, kebakaran hutan, tumpukan sampah, dan empat elemen yang tidak selaras. Kondisi inilah yang menjadi tema dari kegiatan penutupan kelas budi pekerti untuk tahun 2023, yakni Save Earth, Save Life, yang berlangsung pada Minggu, 7 Mei 2023 di Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Pertunjukkan isyarat tangan dengan tema Pelestarian Lingkungan.

Insan Tzu Chi dari misi pendidikan mengajak anak-anak budi pekerti untuk melindungi bumi. “Selama ini kita kurang sadar telah menciptakan banyak sampah. Ini saatnya kita mengajak anak-anak untuk melakukan pelestarian lingkungan.” jelas Tjitra Dewi, relawan Tzu Chi.

Pada penutupan kelas budi pekerti ini, atau acara Yuan Yuan, selain menampilkan lagu, drama, isyarat tangan dari lagu yang bertemakan tentang Pelestarian Lingkungan, anak-anak juga dengan kreatif menampilkan fashion show mengenakan busana dari barang daur ulang. Seperti kertas koran, plastik dan barang daur ulang lainnya.

“Di fashion show, baju-bajunya terbuat dari bahan daur ulang, sangat bagus sekali. Mereka sangat kreatif.” imbuh Tjitra Dewi yang mengajak lima komunitas He Qi memberikan 2-3 performance untuk penutupan kelas budi pekerti.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Menanamkan Nilai Budi Pekerti Sejak Dini

Menanamkan Nilai Budi Pekerti Sejak Dini

20 November 2017

Penutupan kelas budi pekerti Qing Zhe Ban di komunitas relawan Tzu Chi He Qi Utara 2 berlangsung pada Minggu, 12 November 2017. Banyak hal yang dipelajari anak-anak selama dua jam kelas berlangsung, seperti budi pekerti, moral, dan etika. Anak-anak juga belajar bahasa Mandarin tentang kutipan Kata Perenungan.

Komunikasi Harmonis dalam Keluarga

Komunikasi Harmonis dalam Keluarga

16 Maret 2015 Selain itu, dalam acara ini juga ditampilkan ilustrasi seorang anak yang tega menelantarkan orang tua mereka sendiri yang sudah tidak berdaya dimakan usia dan terjangkit berbagai penyakit. Melalui ilustrasi ini, para orang tua dan anak-anak diajak kembali mengakrabkan diri masing-masing, meluangkan waktu kebersamaan lebih erat lagi satu sama lain dalam suasana  yang lebih kekeluargaan, lebih rukun, lebih harmonis.
Kebersihan Pangkal Kesehatan

Kebersihan Pangkal Kesehatan

12 Maret 2019

Setiap bulan sekali diadakan kegiatan pendidikan budaya humanis di Rusun Cinta Kasih II Muara Angke, Jakarta Utara. Pada bulan yang lalu anak -anak sudah dibagikan baju seragam berwarna biru langit. Minggu, 10 Maret 2019 adalah pertama kalinya anak-anak datang mengikuti kelas dengan mengenakan seragam barunya.

Menyayangi dan melindungi benda di sekitar kita, berarti menghargai berkah dan mengenal rasa puas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -