Memberi Semangat Ajik Pascaoperasi

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Aditia Saputra (RS Cinta Kasih Tzu Chi), Hadi Pranoto


Relawan Tzu Chi memberi perhatian dan semangat “Satu Keluarga” kepada Ajik dan orang tuanya setelah menjalani operasi yang kedua kalinya di Jakarta.

“Ajik…, Ajik.., kok diam aja…,” sapa Junny Leong, relawan Tzu Chi dengan ramah. “Apa masih sakit…?” tanya Wie Sioeng dan Hok Lay, relawan Tzu Chi lainnya sambil tersenyum. Namun bocah berusia 4 tahun ini bergeming. Justru Sunyoto, sang ayah yang sibuk menjawab setiap pertanyaan dari relawan. Bahkan bujukan sang ibu, Kartinah tidak bisa membuat murid TK Dharma Mulia, Kabupaten Semarang ini bicara. Ajik hanya menurut ketika sang ibu memintanya berdiri dan menunjukkan bekas operasi yang dijalaninya seminggu lalu, Selasa, 31 Juli 2018.

Pascamenjalani operasi yang kedua di Rumah Sakit Evasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Ajik Saputra dan orang tuanya tinggal di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat sambil menunggu masa pemulihan. Untuk memberi semangat kepada Ajik pascamenjalani operasi, tiga orang relawan Tzu Chi (Wie Sioeng, Hok Lay, dan Junny Leong) memberi perhatian kepada Ajik dan keluarganya di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat pada Senin, 6 Juli 2018. “Jangan lupa untuk selalu menjaga kebersihan saat membersihkan bekas operasinya,” kata Hok Lay, “karena kalau sampai kotor bisa infeksi.” Sunyoto dan Kartinah pun mengangguk setuju.

Relawan Tzu Chi, Junny Leong dan dokter Toto mengunjungi Ajik di rumahnya di Desa Banaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah pada Sabtu, 21 Juli 2018. Kedatangan mereka untuk menjemput Ajik yang akan menjalani operasi kedua di Jakarta.  

Setelah operasi yang kedua ini maka Ajik tidak lagi perlu buang kecil dengan jongkok seperti anak perempuan, karena kini ia sudah dibuatkan saluran untuk berkemih. Hanya saja karena masih terlalu kecil maka salurannya tidak sampai ke ujung alat kelaminya, tetapi di tengahnya. “Kemungkinan nanti setelah dewasa (umur 17 tahun lebih). Karena menurut dokter masih sangat besar resikonya jika harus menjalani operasi lanjutan,” kata Junny Leong, relawan yang mendampingi dan menjemput Ajik dari rumahnya di Desa Banaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. “Kalau lukanya bersih dan cepat sembuh paling Ajik hanya butuh sekali operasi lagi,” kata Wie Sioeng menyemangati.

Kelainan Sejak Kecil

Sejak lahir Ajik menderita hipospadia (lubang kencing tidak terletak di bagian yang semestinya). Menurut dokter yang menangani Ajik, orang yang menderita hipospadia biasanya lubang kencingnya terletak di bagian bawah penis bagian batang, leher, perbatasan antara penis dan buah zakar, atau di tempat buah zakar. Karena itulah maka penderita hipospadia perlu menjalani operasi pelurusan alat kelamin sekaligus membuatkan saluran untuk buang air kecil. Operasi pertama telah dijalani Ajik pada 16 Oktober 2018 di rumah sakit yang sama. Setelah lewat dari enam bulan barulah kemudian Ajik boleh menjalani operasi lanjutan. Dan beruntung operasi kedua pun berjalan dengan baik.


Minggu malam, 23 Juli 2018, Ajik dan kedua orang tuanya tiba di Jakarta.


Relawan juga memberikan bingkisan kepada Ajik dan keluarga. 

“Bersyukur sekali, sekarang Ajik nggak perlu jongkok lagi kalau mau buang air kecil,” kata Kartinah haru. Hal senada disampaikan Sunyoto. Ia kerap menangis dan tidak tega memikirkan kondisi buah hatinya saat dewasa nanti. Selama ini mereka sangat sedih ketika Ajik merasa minder (rendah diri) ketika akan buang air kecil. “Kalau pas lagi sekolah, kalau mau pipis Ajik pasti lari pulang ke rumah. Mungkin malu kok pipisnya beda sama teman-temannya yang laki-laki,” ungkap Kartinah. Tapi kekhawatiran itu pun kini sirna. Melihat kondisi Ajik yang terus membaik, dan pendampingan relawan Tzu Chi yang terus memberi perhatian kepada mereka membuat hati Kartinah dan Sunyoto merasa tenang. Jadi tak ada kekhawatiran sedikit pun meski mereka harus menjalani pengobatan di Jakarta, jauh dari rumah, keluarga, dan saudara. “Untung ada relawan (Tzu Chi). Selama saya (menjalani pengobatan Ajik) di sini (Jakarta), relawannya selalu mendampingi. Mereka juga baik-baik dan ramah,” puji Kartinah.

“Jangan pernah merasa sendirian, karena kita saling mendukung, satu keluarga. Ajik, bapak, dan ibu sudah berjodoh dengan kita (insan Tzu Chi), kalau nggak mana mungkin Ajik yang tinggal ratusan kilometer dari Jakarta bisa ketemu Junny Shijie dan Tzu Chi sampai menjalani pengobatan di Jakarta,” kata Wie Sioeng.  

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Merayakan Natal Dalam Kesederhanaan

Merayakan Natal Dalam Kesederhanaan

06 Januari 2015 Perayaan Natal pada 25 Desember 2014, diisi dengan kunjungan kasih yang dilakukan oleh Relawan Tzu Chi Medan kepada para keluarga penerima bantuan jangka panjang Tzu Chi (bantuan pendidikan dan pengobatan) yang sedang merayakan Natal.
Dukungan yang Sangat Berarti untuk Siti Nurlelah

Dukungan yang Sangat Berarti untuk Siti Nurlelah

02 November 2022

Relawan Tzu Chi di Bogor mengunjungi Rumaisha Salsabila, penerima bantuan Tzu Chi yang tinggal di Ciomas, Bogor. Dalam kunjungan itu relawan melihat berbagai perkembangan yang baik dari Rumaisha.

Berjuang Bangkit Kembali

Berjuang Bangkit Kembali

16 Oktober 2019

Tahun 2016 silam, menyambut mahasiswa baru di kampusnya, Agatta dan rekan-rekannya dari organisasi pecinta alam melakukan atraksi repling (menuruni ketinggian dengan media tali). Tiga rekannya berhasil, sedangkan Agatta gagal karena miskomunikasi dengan teman lainnya. Akibatnya Agatta terjatuh ke tanah hingga menyebabkan kelumpuhan dan bergantung pada kursi roda. Sejak itu, relawan terus memberikan dukungan dan semangat kepadanya. 

Tahun 2016 silam, tepatnya 13 September, untuk menyambut mahasiswa baru di kampusnya, Agatta dan rekan-rekannya dari organisasi pencinta alam  melakukan atraksi repling (menuruni ketinggian dengan media tali). Universitas Jayabaya, salah satu mahasiswa dari Organisasi Mapalaya ingin memberikan suatu atraksi lompat dari atas gedung universitas lantai 6. Agatta Stevanya Meralda Montolalu (22), salah satu pelompat cewek berada diantara 3 pelompat cowok lainnya. Tiga rekannya cowok berhasil,  melakukan atraksi lompat tinggi, sedangkan Agatta sendirian gagal karena  miskomunikasi dengan teman lainnya. Akibatnya,  adanya yang kurang dari safety-nya (alat pengaman) menyebabkan Agatta terjatuh ke tanah hingga menyebabkan kelumpuhan dan bergantung pada kursi roda hingga kini. Sejak itu, relawan terus memberikan dukungan dan semangat kepadanya.

Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -