Menanti Harapan Kedua

Jurnalis : Juniwati Huang (He Qi Utara), Fotografer : Juniwati Huang (He Qi Utara)
 
foto

* Relawan Tzu Chi saat mengunjungi Erik dan Yuliana, pasien yang mengalami DMD (Duchenne Muscular Distrophy) atau kelainan otot akibat mutasi genetik yang umumnya diturunkan dari garis orangtuanya. Penyakit ini menyebabkan pasien tidak dapat berjalan.

“Ini kasus baru, baru saja disetujui sekitar seminggu lalu. Anaknya lumpuh karena keturunan, namanya Erik. Rumahnya juga sempit sekali,” jelas Asien Shijie, relawan Tzu Chi yang menemukan dan menangani kasus tersebut. Minggu, 19 April 2009, Asien memandu para relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih ke rumah Erik. Setelah menyusuri gang kecil di daerah Tanah Pasir, Jakarta Utara, para relawan tiba di kediaman Erik, sebuah rumah kontrakan berukuran sekitar 3 x 5 m. Saat itu Erik sedang bermain catur dengan ayahnya, Iskandar, ditonton oleh kedua adiknya.

Kehilangan Kesempatan Belajar
Dengan senyuman yang kalem, Erik menyambut para relawan Tzu Chi, ”E.e..e.., Tante, Mama pas lagi ga ada, uda pergi lagi”. Dengan bantuan kedua tangannya, Erik menggeser posisi duduknya untuk memberikan tempat bagi para relawan yang memasuki satu-satunya ruangan dalam rumah kontrakan tersebut. Erik merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara pasangan Bapak Iskandar dan Ibu Oni. Erik harus melepaskan kesempatannya mengenyam pendidikan di kelas 2 SMA akibat penyakit yang dideritanya. ”Kata dokter, ini penyakit keturunan, keturunan dari keluarga mamanya, namanya DMP,” jelas Asien. DMP atau yang lebih dikenal dengan DMD (Duchenne Muscular Distrophy) adalah kelainan otot akibat mutasi genetik yang umumnya diturunkan dari garis orangtua dan diderita oleh anak berusia belasan tahun. Penyakit ini menyebabkan gangguan dalam berjalan atau motorik bawah.

Berbagi pengalaman pribadi
Karena bersifat genetik, sayangnya penyakit ini pun menurun pada adik Erik, Yuliana. Sebagaimana gejala awal yang dialami Erik, Yuliana mengalami kesemutan pada kakinya. Saat ini, kaki Yuliana tampak sudah mengecil dengan tulang kaki yang membengkok ke dalam akibat otot yang menciut. Walaupun masih dapat berdiri dan berjalan, Yuliana mulai sering terjatuh akibat kondisi kaki yang mulai melemah. Hal ini yang membuat Yuliana malu untuk melanjutkan sekolah.

Yuliana hanya terdiam menunduk saat seorang relawan Tzu Chi menanyakan alasannya tidak mau bersekolah lagi. Wajahnya menampakkan kesedihan dan terlihat minder. Berusaha membesarkan hati Yuliana, seorang relawan Tzu Chi yang mengalami cacat pada tangan dan kakinya, Oka Shijie, memperlihatkan kedua tangan dan kaki kanannya yang digantikan oleh kayu. ”Coba lihat, saya juga cacat seperti ini, tapi saya berusaha untuk tetap berjuang dan mandiri, kamu juga jangan putus asa ya,” hibur Oka bermaksud mengembalikan kepercayaan diri Yuliana. Yuliana menganggukkan kepalanya, dengan sedikit senyuman di wajahnya.

foto  foto

Ket : - Akibat penyakit ini, Yuliana terlihat minder dan tidak mau melanjutkan sekolahnya lagi. Relawan Tzu Chi
           kini secara rutin mengajak Erik dan Yuliana melakukan fisioterapi. (kiri)
         - Oka, salah seorang relawan Tzu Chi yang juga mengalami kekurangan pada kedua tangannya sedang
           memberi semangat kepada Yuliana untuk tetap semangat dan percaya diri. (kanan)

Mengisi Waktu dengan Bijak
Prognosis (perkiraan yang akan terjadi –red) dokter terhadap penyakit ini tidak memberikan harapan kesembuhan bagi pasien. ”Menurut dokter, penyakit ini sudah sulit disembuhkan, mungkin usianya hanya sampai dengan 25 tahun. Dulu kakak Erik yang tertua juga mengalami penyakit ini dan sekarang sudah meninggal,” terang Asien prihatin. Pengobatan yang bisa dilakukan sementara ini hanyalah dengan fisioterapi dan pemberian bantuan vitamin untuk menambah tenaga.

Sementara Yuliana masih membutuhkan waktu untuk menerima keadaannya, Erik tampak lebih tenang menghadapi kondisi yang dialaminya. Dengan keterbatasannya, Erik berusaha melakukan kewajibannya sebagai kakak bagi adik-adiknya. ”untuk mengisi waktu, saya baca-baca, sambil jaga adik saya dengan menegur bila tidak baik,” kata Erik. Memahami bahwa kondisinya membutuhkan perhatian lebih besar dari orang sekitar, Erik pun berusaha menahan keinginannya untuk pergi keluar rumah agar tidak merepotkan. ”Erik anak yang baik, kalo diajak pergi, dia suka ga mau, katanya takut menyusahkan. Jadi dia pilih ga usa pergi,” cerita Asien.

Bekerja sebagai buruh cuci pakaian, Ibu Erik yang bernama Oni, berpenghasilan Rp 300.000 per bulannya. Sementara ayahnya yang bekerja sebagai pemulung, berpenghasilan tidak tetap. Pendapatan tersebut sangat tidak mencukupi kebutuhan rumah tangga untuk membiayai kehidupan sehari-hari dengan empat orang anak, termasuk sewa rumah. Kesulitan finansial semakin menambah penderitaan keluarga tersebut. Di tengah kesulitan, teman-teman Erik dari gereja yang bersimpati atas keadaannya selama ini berusaha memberikan bantuan sumbangan dalam bentuk uang. Para tetangga juga turut memberikan bantuan dalam bentuk makanan.

foto  foto

Ket : - Berbeda dengan adiknya, Erik dapat menerima dengan ikhlas kekurangan fisik akibat penyakitnya. (kiri)
         - Dengan penghasilan sebagai pemulung dan tambahan dari istrinya mencuci pakaian tetangga, orangtua
           Erik dan Yuliana sangat sulit untuk bisa mengobati anak-anaknya. (kanan)

Menerima dengan Ikhlas
Setelah dua tahun mengalami kelumpuhan, kasus Erik ditemukan melalui temannya yang merupakan keponakan dari relawan Tzu Chi, Asien. ”Saat ini masih dipertimbangkan bantuan apa yang tepat untuk diberikan. Sementara saya dan Marlinda setiap hari Senin membawa Erik dan adiknya melakukan terapi dan berkunjung ke dokter,” tutur Asien. Ayah Erik masih berharap untuk mendapatkan opini dokter lain yang dapat memberikan harapan kesembuhan bagi kedua anaknya. Para relawan pun membantu mengusahakan hal tersebut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta—saat ini masih dalam proses.

Para relawan berharap agar Erik dan Yuliana beserta keluarganya mendapatkan bantuan yang tepat untuk mengubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Bagi Erik dan Yuliana, harapan kesembuhan menjadi prioritas utama. ”Jangan patah semangat ya, yang penting kita ikhlas menerima dan tetap berdoa. Siapa tahu keadaan akan membaik,” tutur seorang relawan Tzu Chi lainnya menghibur.

Saat hal yang menyenangkan terjadi dalam kehidupan, kita umumnya menerima dengan senang hati. Tetapi, saat hal yang buruk menimpa kehidupan, bukan hal mudah bagi kita untuk menerima kenyataan tersebut. Namun dengan menerima ikhlas kondisi yang ada, menjadi langkah awal bagi kedamaian hati dan perubahan hidup yang lebih baik.

 

Artikel Terkait

Makan Sehat, Hati Senang

Makan Sehat, Hati Senang

25 Oktober 2017

Yayasan Buddha Tzu Medan mengadakan “Festival Makanan Vegetarian” dengan berbagai menu olahan dan produk vegetaris  selama  tiga hari yang dimulai tanggal 20 Oktober 2017 dan berakhir  tanggal 22 Oktober 2017 di Cambridge City Square Medan.

Waisak 2024: Sukacita Membawa Kebahagiaan untuk Semua Makhluk

Waisak 2024: Sukacita Membawa Kebahagiaan untuk Semua Makhluk

17 Mei 2024

Aula Jing Si Bandung kembali menyambut masyarakat untuk hadir dalam rangka doa bersama Waisak pada Minggu, 12 Mei 2024. Sebanyak 570 tamu undangan, serta tujuh Sangha hadir dalam acara yang istimewa ini.

Pemeriksaan Mata Bagi Siswa SDN 4 Banyuasin

Pemeriksaan Mata Bagi Siswa SDN 4 Banyuasin

06 Februari 2024

Relawan Tzu Chi di Xie Li Sumatra Selatan (Sumsel) 1 melakukan pemeriksaan mata bagi 35 siswa SDN 4 Banyuasin, Desa Pangkalan Panji, Sumatra Selatan. 

Kerisauan dalam kehidupan manusia disebabkan dan bersumber pada tiga racun dunia, yaitu: keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -