Menembus Banjir di Kampung Poncol

Jurnalis : Apriyanto, Fotografer : Apriyanto
 

fotoHujan yang terus mengguyur sepanjang malam membuat Kampung Poncol tergenang banjir. Sepanjang perjalanan, relawan Tzu Chi harus menerobos banjir saat hendak menuju SDN Segara Makmur 2, Bekasi, Jawa Barat.

Sejak pukul 6 pagi, Safitri Islamiah gadis langsing nan manis ini sudah sibuk mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Setelah mandi dan makan pagi, dengan lauk seadanya, dia langsung mengenakan seragam putih merahnya yang nampak masih baru. Sebuah pita berwarna merah cerah terikat rapi di rambut bagian belakangnya. Dan sebuah tas merah bermotif kartun terselempang di bahu kanannya. Penampilannya itu membuat Fitri nampak sangat manis, bak seorang putri manja yang akan menuntut ilmu. Hari itu, Selasa tanggal 19 Januari 2010 adalah hari yang penting bagi Fitri. Sekolahnya akan kedatangan tamu, para relawan Tzu Chi yang akan membagikan buku tulis dan pemeriksaan mata gratis.

Sukacita di Tengah Banjir
Meski hujan masih saja menyirami permukaan bumi dan banjir menggenangi seluruh Kampung Poncol,  Fitri tak mampu mengurungkan niatnya untuk berangkat ke sekolah. Maka dengan bertelanjang kaki dan diteduhi sebuah payung, dia pergi menerobos genangan air menuju sekolahnya, yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Sesampainya di sekolah, keceriaan Fitri bertambah satu tingkat begitu melihat teman-teman sekelasnya sedang asyik bermain air di tengah banjir. “Fitri. Kemari” panggil salah satu temannya. Fitri pun segera menghampiri mereka dengan penuh keceriaan. Mereka berteriak, mengibaskan air, dan saling berlari membangun kebahagiaan bersama. Menjelang pukul 10 pagi,  serombongan relawan Tzu Chi tiba di SDN Segara Makmur 02, Marunda Bekasi. Kedatangan mereka langsung disambut dengan riuh meriah oleh para murid yang sedari tadi menunggu kehadiran relawan Tzu Chi yang hendak memberikan bantuan.

Setelah berkumpul dengan rapi di salah satu kelas, satu persatu murid-murid dari keluarga tidak mampu ini menjalani pemeriksaan mata. Dari 170 murid yang diperiksa, 14 diantaranya mengalami gangguan penglihatan sehingga harus diberikan kacamata. Setelah diperiksa, penglihatan Fitri kebetulan sangat baik. Dengan suka cita, dia menyampaikan pesan ini kepada Sarmiah ibunya, yang saat itu datang menjemput. Kondisi kehidupan mereka yang tergolong pas-pasan tidak membuat mereka kehilangan makna kebahagiaan. “Senang melihat Fitri sehat,” ujar Sarmiah.   

foto  foto

Ket : - Karena letak SDN Segara Makmur berada di dataran yang rendah dan dekat dengan muara sungai, hal ini             membuat sekolah dan Kampung Poncol pun selalu banjir bila musim penghujan tiba. (kiri)
        - Safitri Islamiah menyambut gembira kedatangan Tzu Chi yang hendak memberikan buku dan memeriksakan            mata murid-murid. (kanan)

Dari Sebuah Gusuran
Sesungguhnya, Sarmiah bukanlah warga asli kampung Poncol. Sejak kecil hingga beranjak remaja, ia tumbuh di desa Setia Asih, Tarumajaya, Bekasi. Namun, di tahun 1996, sebuah proyek pembangunan perumahan untuk masyarakat menengah merambah masuk ke desanya. Karena tanah yang ditinggali keluarga Sarmiah bukanlah milik pribadi,  maka mereka hanya mendapatkan uang pindah sebesar Rp 500.000.

Berbekal uang pengganti itu, seluruh keluarga Sarmiah mengungsi ke kampung Poncol yang masih berada di kecamatan Tarumajaya. Di sini, mereka membangun sebuah pondok sederhana. Di kampung inilah, M. Sawin seorang pemuda yang telah berusia 23 tahun berdesir hatinya ketika pertama kali berjumpa dengan Sarmiah. Semula Sarmiah kurang tertarik pada Sawin. Tetapi, Sawin yang tidak kenal menyerah langsung menemui orangtua Sarmiah. M Sawin lantas mengutarakan maksudnya untuk meminang Sarmiah. Dipengaruhi oleh kondisi ekonomi keluarga, dan keyakinan pada mitos yang berisikan larangan bagi anak perempuan untuk menolak lamaran yang datang dari seorang pria. Orangtua Sarmiah pun menyetujui lamaran Sawin yang dikenal sebagai pemuda baik dan mandiri. Maka di usia 15 tahun, Sarmiah memasuki kehidupan berumah tangga. Setelah beberapa tahun menikah, sang buah hati belum jua hadir. Baru menjelang pertengahan tahun 1999, Sarmiah mengandung anak pertama yang lahir pada pertengahan Januari 2000.

Begitu lahir, bayi itu terlihat putih bersih, wajahnya ayu, dan tubuhnya pun montok. Karena kedua orangtua bayi itu tidak berpengetahuan luas. Untuk namanya, maka bidan Dalila yang menangani persalinan Sarmiah segera menamai putri mereka, Safitri. Diberi nama Safitri karena lahir di bulan yang Fitri – Idul Fitri. Dan untuk menimbulkan kesan religius, ayahnya menambahkan kata Islamiah di belakang Safitri. Lengkaplah sudah, Safitri Islamiah sebuah nama yang indah bagi putri pertama mereka.

Meski Fitri dibesarkan di tempat yang jauh dari hingar bingar perkotaan, namun  dia tumbuh dengan cepat menjadi anak yang baik dan cerdas. Memasuki usia ke 6 tahun, dia langsung didaftarkan oleh orangtuanya ke SDN Segara Makmur 2. Daya tangkap Fitri yang baik membuatnya sanggup melalui setiap tahapan pendidikan yang ada di sekolah. Kini dia telah duduk di bangku kelas 4. Selepas pulang sekolah, Fitri memang tidak memiliki banyak waktu untuk bermain. Waktu luangnya lebih banyak dia pergunakan untuk membantu ibunya bekerja di salah satu perusahaan pengekspor rajungan. Satu kilo daging rajungan yang telah dikupas dari cangkangnya, dihargai Rp 6000. Agar ibunya bisa mendapatkan hasil yang cukup banyak, Fitri rajin membantu di pabrik. “Untuk dapetin satu kilo aja itu lama. Susah payah. Untung ada Fitri yang bisa bantuin,” tutur Sarmiah lagi.

foto  foto

Ket:: - Untuk menambah penghasilan keluarga, Sarmiah melakukan pekerjaan sampingan sebagai pengupas              rajungan di sebuah perusahaan pengekspor makanan. (kiri).
         - Menurut Rudi Suryana, penglihatan adalah salah satu indra terpenting untuk menerima informasi dan              jendela dalam kehidupan. Kalau matanya ada masalah, maka pendidikannya pun terganggu. (kanan)

Melakukan pekerjaan tambahan adalah pilihan yang harus dijalani oleh Sarmiah. Sebab suaminya, Sawin hanya bekerja sebagai pegawai tambak yang pendapatannya baru bisa diperoleh setelah panen di bulan ke 3. Itu pun jika yang dipelihara adalah udang, namun bila sang pemilik tambak memelihara ikan bandeng maka Sawin harus menunggu hingga 6 bulan untuk memanen hasilnya. Selain itu, kondisi fisik Sawin akhir-akhir ini juga nampak kurang baik. Ia mudah jatuh sakit bila terlalu lelah bekerja sehingga membuatnya tak mampu lagi untuk melakukan pekerjaan sampingan seperti menggali empang yang biasa ia kerjakan.

Kondisi kesehatan Sawin yang tak lagi prima ditambah perusahaan pengekspor rajungan yang tak lagi ramai membuat keuangan keluarga ini semakin memburuk. Hal ini kemudian berpengaruh langsung pada asupan gizi anak-anak mereka. Dede Alamsyah,  anak kedua di keluarga yang berusia 3 tahun Nampak kurang sehat. Badannya terlihat lemas, dengan kepala yang nampak besar, dan mata yang sayu. Karena itu, satu-satunya harapan di keluarga adalah Fitri. Sarmiah sangat berharap agar Fitri bisa bersekolah dengan baik hingga ke jenjang yang lebih tinggi dan mampu memperoleh pekerjaan yang baik. Maka ketika kondisi penglihatan Fitri dinilai baik, Sarmiah sangat gembira mendengarnya, terlebih hari itu Fitri mendapatkan bingkisan yang berisi buku tulis, biskuit, dan sekotak susu.  

Tindak Lanjut
Rudi Suryana, relawan Tzu Chi yang ikut serta dalam bakti sosial hari itu, merasa sangat prihatin melihat kondisi warga di Kampung Poncol yang terlihat masih terbelakang. Rudi berharap. dengan adanya kunjungan ini dapat menggerakkan hati para relawan yang hadir untuk lebih peduli kepada mereka. Rudi berpendapat, pemeriksaan mata dan pemberian kaca mata bagi anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan dimaksudkan untuk menunjang keberhasilan pendidikan. Menurutnya, penglihatan adalah salah satu indra terpenting untuk menerima informasi. “Jendela untuk masuk ke pendidikan salah satunya adalah mata. Kalau matanya ada masalah maka pendidikannya terganggu,” katanya. Menurut Rudi lagi, ke depannya relawan Tzu Chi akan mencoba untuk memperhatikan gizi anak-anak di kampung Poncol dan juga memberikan obat cacing. “Saya sangat senang, akhirnya kita bisa berbuat sesuatu untuk mereka,” ungkap Rudi yang merasa bahagia ketika melihat anak-anak yang mendapatkan kaca mata bergembira karena penglihatan mereka jelas kembali.

 
 

Artikel Terkait

Dunia Menjadi Terang Kembali

Dunia Menjadi Terang Kembali

20 Juli 2010
Seusai menjalani profesi mereka masing-masing, beberapa relawan Tzu Chi Medan melakukan survei pasien penanganan khusus dan setelah itu memutuskan untuk berkunjung ke salah satu pasien yang mengikuti bakti sosial operasi katarak yang bernama Gotati.
Internasional: Mendonorkan Tubuh

Internasional: Mendonorkan Tubuh

22 September 2011
Di suatu hari, pada saat sedang menemani suaminya untuk melakukan tes kesehatan, ia secara tidak sengaja mengetahui bahwa dirinya terkena kanker paru–paru dan penyakitnya sudah menyebar ke bagian-bagian lain tubuhnya.
Sutra Makna Tanpa Batas dengan Keseimbangan Batin dan Keyakinan yang Kokoh

Sutra Makna Tanpa Batas dengan Keseimbangan Batin dan Keyakinan yang Kokoh

28 Februari 2020

Sutra Makna Tanpa Batas dalam  bedah buku dan  bahasa isyarat tangan (Shou Yu) yang dipandu oleh 6 relawan He Qi Pusat diikuti oleh 26 peserta relawan Xie Lie Cikarang. Dengan harapan dengan lebih memahami Sutra Makna Tanpa Batas semoga di dalam praktik kehidupan dalam mengembangan kebajikan juga sejalan dengan Dharma.

Cara kita berterima kasih dan membalas budi baik bumi adalah dengan tetap bertekad melestarikan lingkungan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -