Menerima Sepotong Hati

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana
 
foto

* Senyum mengembang di wajah sekitar 250 warga Dusun Panggang, Gunung Kidul Yogyakarta sewaktu menyerahkan dana yang mereka kumpulkan sedikit demi sedikit dalam celengan bambu pada Tzu Chi.

Kami harus melewatkan 1 jam di jalanan menanjak yang gersang dan berbatu. Ketika akhirnya tiba di Vihara Giri Surya, tepat tengah hari. Vihara ini berdiri di sebuah tempat yang sulit di Dusun Panggang, Girikarto, Gunung Kidul. Dikatakan sulit karena tanah di sekitarnya tidak datar, melainkan naik turun secara ekstrim sehingga butuh usaha ekstra untuk tiba di sana.

”Vihara ini juga kena gempa,” Renny Siswati, relawan Tzu Chi Yogyakarta menjelaskan, ”Dulu tempatnya di bawah sini, sekarang dihancurkan terus dibangun yang di atas sana.” Memang benar, setelah menaiki beberapa undakan, terlihat sebidang tanah rata yang dilapisi ubin tanpa bangunan di atasnya. Bangunan vihara yang baru letaknya lebih tinggi lagi.

Ketika kaki menginjak ubin vihara, sekelompok bapak dan ibu setengah baya berada di kanan kiri pintu masuk. Masing-masing duduk di belakang alat musik gamelan. Saya setengah terkejut menyadari bahwa merekalah pemain alat musik tradisional khas Jawa tersebut. Setelah mencapai pintu masuk pun, cukup mengejutkan mengetahui begitu banyak warga telah menunggu.

Jumat, 20 Maret 2009, kedatangan relawan Tzu Chi ke vihara di atas pegunungan ini bertujuan mengumpulkan celengan bambu dari warga dan anak-anak. Daerah ini dikenal sebagai tempat yang mengalami kekeringan di musim kemarau. Saat ini, musim kemarau sudah menjelang. Maka, warga yang umumnya bekerja sebagai petani, hanya dapat menanam padi dua kali dalam setahun. Selebihnya, tanaman yang dapat dihasilkan kebanyakan adalah ketela pohon dan kacang tanah. Rata-rata warga hidup di ambang garis kemiskinan.

foto  foto

Ket : - Vihara Giri Surya terletak di posisi yang cukup sulit dijangkau dari jalan. Relawan harus menaiki tanjakan
           untuk menuju vihara yang pernah rusak akibat gempa 3 tahun lalu. (kiri)
         - Para warga setengah baya ini memainkan alat musik tradisional gamelan untuk menyambut para relawan
           Tzu Chi yang datang dari Jakarta. Alunan musik lembut yang dikeluarkan oleh alat ini dapat menenteramkan
           hati pendengarnya. (kanan)

Di daerah ini, terdapat beberapa vihara kecil. Agama Buddha menempati posisi kedua agama yang banyak dianut masyarakat setempat. Sejak tahun 2005, pemuda Vihara Buddhaprabha, Yogyakarta memberikan bantuan beasiswa pada anak-anak Dusun Panggang, atas nama Kalyana Putra. Di samping Dusun Panggang ada 2 dusun lain yang juga menerima bantuan yang sama. Sejak tahun 2007, salah seorang relawan Tzu Chi, Renny Siswati yang kebetulan juga menjadi donatur beasiswa Kalyana Putra mulai memperkenalkan celengan bambu kepada anak-anak asuh yang dikunjunginya dua bulan sekali ini. Tindakan kecil ini bergulir menjadi bola cinta kasih yang besar. Ini sudah ketiga kalinya anak asuh dan warga Desa Panggang menyerahkan celengan bambu mereka. Jumlah yang berpartisipasi semakin lama semakin tambah. Setelah dimulai satu tahun lalu, kini ada sekitar 300 celengan yang tersebar di rumah-rumah warga.

Ruang vihara penuh sesak. Suasana yang saya rasakan hampir sama dengan sewaktu ikut dalam kunjungan ke Pati, Jawa Tengah. Para ibu berpakaian sederhana dan berbalut kain batik. Sebuah konde kecil terlihat di belakang kepala mereka. Bedanya, kalau di Pati jumlah anak lebih banyak, di sini justru para ibu yang lebih banyak. Di dekat tempat mereka duduk terlihat sebuah celengan dari bambu yang dilubangi. Tempelan stiker logo Tzu Chi berwarna biru tampak mencolok di atasnya. Entah apa yang ada dalam benak mereka, namun di wajah mereka ketulusan memancarkan kedamaian.

foto  foto

Ket : - Sejak tahun 2005, pemuda Vihara Buddhaprabha memberikan bantuan beasiswa kepada anak-anak
           di Dusun Panggang yang sulit melanjutkan sekolah. Jumlah anak asuh terus bertambah hingga mencapai
           55 anak. (kiri)
         - Agar warga dan anak asuh memahami pemakaian dana yang mereka berikan, Agus Rijanto, relawan
           Tzu Chi mempresentasikan kilas balik kegiatan Tzu Chi. Muriady (pakaian abu-abu), kepala vihara serius
           menyimak penjelasan dari Agus. (kanan)

Agus Rijanto, relawan Tzu Chi Jakarta, memulai dengan menyapa para warga dan menayangkan video kegiatan Tzu Chi. Setelah beberapa kali menyumbangkan dana pada Tzu Chi, ini baru kali pertama para warga mendapatkan presentasi pengenalan Tzu Chi. Dengan keterbatasan kemampuan bahasa Indonesia mereka, warga tidak memahami sepenuhnya penyampaian Agus shixiong (panggilan relawan laki-laki –red), namun mereka menerima satu keyakinan, bahwa Tzu Chi akan menyalurkan dana ini untuk membantu yang lebih membutuhkan.

”Saya hanya ambil hikmahnya saja. Kalo kita nyeleng ya istilahnya saya menabung karma baik lah. Hasil dari celengan itu ya saya nggak tau persis, tapi yang penting saya bisa sedikit bantu beban mereka yang membutuhkan,” ujar Muriady, kepala vihara ini. Ia termasuk salah seorang yang pertama kali mengajak warga mengikuti program ini. Muriady mengakui bahwa meski ia sendiri terkadang masih kurang, namun ia masih bisa menyisihkan sedikit sedikit, untuk mewujudkan ajaran agama Buddha tentang cinta kasih pada orang lain. Tarni, pembimbing anak asuh pun berujar bahwa warga dusun ini bahkan masih di bawah tingkat ekonomi menengah. ”Tapi memang berdana itu sudah ciri khas kita. Anak-anak di sekolah minggu juga ada dana, dan ibu-ibu juga kalo arisan ada sisa uang sering digunakan untuk saling bantu,” jelasnya.

foto  foto

Ket : - Meski awalnya diperkenalkan pada anak-anak, kini jumlah warga yang mengikuti program celengan bambu
           justru lebih banyak. Dengan penuh kerendahan hati mereka meyerahkannya ke tangan Tzu Chi untuk
           membantu orang lain yang lebih memerlukan. (kiri)
         - Tahun 2003, Renny Siswati relawan Tzu Chi Yogyakarta (kedua dari kanan) memperkenalkan celengan
           bambu kepada anak-anak asuh ini. Sungguh mengharukan bahwa anak-anak yang tidak berkelebihan ini
           dengan tulus menyisihkan uang jajan mereka untuk membantu sesama. (kanan)

Ketika waktu penyerahan celengan tiba, warga dengan tenang berbaris dan setengah tak sabar ingin segera menyampaikan celengan ke tangan para relawan. Dengan menggenggam celengan, perlahan satu per satu maju dan dengan sikap sangat rendah hati mengulurkannya kepada para relawan. Setelah itu, warga membungkuk hormat campur terima kasih. Para relawan berusaha membungkuk lebih rendah lagi setelah menerima pemberian tersebut. Di antara warga ada pula yang tidak menerima celengan bambu, namun tetap berkeinginan besar untuk menyumbang. Maka mereka memasukkan dana ke dalam kantong plastik, atau ada pula yang mengumpulkannya dalam sebuah amplop. Mereka benar-benar memahami bahwa celengan bambu hanyalah sebuah bentuk, dan tanpanya pun berdana tetap dapat dilakukan. ”Baru kali ini saya benar-benar tersentuh melihat para warga yang begitu tulus untuk menyumbang dana. Dan senyum bahagia di wajah mereka membuat saya benar-benar berkesan,” ujar Arny, salah seorang relawan.

 

Artikel Terkait

Pola Hidup Sehat Dalam Melawan Wabah

Pola Hidup Sehat Dalam Melawan Wabah

03 Agustus 2020

Tzu Chi Medan, Sabtu, 1 Agustus 2020 memulai penjualan paket hemat makanan vegetaris di Kantor Tzu Chi Medan, Jl. Boulevard Medan, Sumatera Utara. Penjualan paket ini diadakan sebanyak 24 hari dengan menu vegetarian yang bervariasi dan dengan sistem pemesanan sebelumnya.

Mendapat Bantuan Bedah Rumah, Impian Rahman Mulai Terwujud

Mendapat Bantuan Bedah Rumah, Impian Rahman Mulai Terwujud

19 Januari 2021

Relawan Tzu Chi Medan mulai membongkar rumah Rahman, seorang penerima bantuan Program Bedah Rumah dari Tzu Chi.

Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -