Menguatkan Tekad Lewat Saga Merah

Jurnalis : Vincent Salimputra, Lestin Trisiati (He Qi Pluit), Fotografer : Lestin Trisiati (He Qi Pluit)

Sebanyak 45 relawan mengikuti kelas belajar bersama dan latihan isyarat tangan dengan penuh semangat di ruang meeting kecil Gedung DAAI pada 14 September 2025.

Master Cheng Yen memberiku dua butir biji saga merah. Serta merta telah membangkitkan rasa syukur dalam diri. Biji saga merah berukuran kecil namun bermakna besar, menjadi dorongan semangat bagi diriku di jalan Bodhisatwa. Butiran mungil biji saga merah berkilau sangat cemerlang, melambangkan kehangatan tulus dan keteguhan tekad. Menginspirasi diriku untuk belajar pada Buddha dalam berbuat kebajikan, menyumbangkan uang dan tenaga demi membantu orang yang tidak mampu dan sakit. Master Cheng Yen demi menyelamatkan semua makhluk, sepanjang hari berjuang tanpa henti.

Penggalan lagu Xiang Shi Dou (Lambang Kerinduan pada Sang Guru) itu menggema sebagai tema utama dalam kelas belajar bersama dan latihan isyarat tangan yang digelar oleh relawan komunitas He Qi Pluit pada Minggu, 14 September 2025. Bertempat di ruang meeting kecil Gedung DAAI, kegiatan yang berlangsung sejak pukul 13.00 hingga 16.00 WIB ini terasa istimewa karena untuk pertama kalinya kembali diadakan secara tatap muka. Sebanyak 45 relawan hadir dengan wajah berseri, membawa semangat yang seolah berpendar seperti saga merah.

Sejak awal acara, suasana hangat menyelimuti ruangan. Relawan saling menyapa, berbagi tawa, lalu tenggelam dalam sesi belajar bersama. Pesan-pesan Master Cheng Yen menjadi bahan diskusi, dibalut cerita pengalaman yang membuat obrolan terasa akrab sekaligus mendalam.

Moderator Hok Lay menjelaskan materi mengenai Xiang Shi Dou dalam sesi kelas belajar bersama.

Dalam sesi kelas belajar bersama, Jok Khian juga berbagi pengalaman berharga yang menginspirasi relawan lainnya.

Moderator, Hok Lay, menekankan pentingnya menjaga keteguhan hati di jalan kebajikan. “Harus bisa mengatasi gejolak dan mempertahankan semangat serta tekad yang kuat. Dua biji saga, satu untuk diri sendiri, satu untuk orang lain. Mengingatkan kita agar tidak hanya memperhatikan kenyamanan diri sendiri, tetapi juga orang lain,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa menjadi relawan berarti melatih kerelaan, baik dalam tenaga maupun dana. “Awalnya kita hanya ingin jadi orang baik, tapi ketika masuk ke Tzu Chi, kita belajar memperbaiki diri. Tzu Chi adalah tempat melatih batin, membentuk pola pikir yang lebih positif. Kita bukan mencari nama atau kehebatan, melainkan belajar rendah hati, supel, bisa memaafkan, dan tidak menjalin jodoh buruk,” tambahnya.

Suasana belajar bersama ini juga tercermin dalam perjalanan pribadi para relawan. Salah satunya adalah Rohana (50), akrab disapa Asuan sejak masa sekolah. Anak keenam dari tiga belas bersaudara ini kini dipercaya menjadi Wakil Ketua Xie Li 2 di komunitas Hu Ai Jelambar. Tahun ini, ia bersiap melangkah lebih jauh dengan dilantik sebagai relawan komite.

Awal jalinan jodohnya dengan Tzu Chi datang melalui sang anak yang bersekolah di Sekolah Dhammasavana. Dari situlah Rohana mengenal kegiatan komunitas, hingga akhirnya mengikuti kegiatan untuk pertama kalinya pada Juni 2022. Sejak hari itu, hatinya tergerak untuk terus berpartisipasi dan memperdalam langkah.

Penggalan lagu Xiang Shi Dou yang dibawakan dalam kelas kali ini bukan sekadar lantunan nada, melainkan cermin perjalanannya sendiri. Dua butir saga merah yang disebutkan dalam lagu seakan hadir nyata dalam hidupnya. Satu menguatkan dirinya, satu lagi mendorongnya untuk berbagi semangat kepada orang lain.

Ketua He Qi Pluit, Lie Na, turut berbagi pengalaman komite yang memperkaya diskusi.

Rohana (tengah) mengikuti setiap gerakan isyarat tangan yang dipandu guru dengan penuh konsentrasi dan semangat.

Dalam wawancara, Rohana menceritakan apa yang membuatnya berkomitmen lebih dalam. “Sejak awal saya merasa banyak menerima bimbingan dan kesempatan dari komunitas. Dari situ tumbuh rasa syukur dan juga tanggung jawab. Saya ingin berkontribusi lebih, bukan hanya mendampingi sebagai relawan, tapi juga ikut merawat dan mengembangkan komunitas,” tuturnya.

Ia juga menjelaskan bagaimana pengalaman membentuk dirinya. “Perjalanan ini membuat saya belajar banyak tentang kerendahan hati dan kesabaran. Dalam kegiatan komunitas saya merasakan arti melayani, sedangkan melalui latihan shou yu saya belajar menata batin dan pikiran. Keduanya membentuk saya untuk menjadi pribadi yang lebih disiplin dan lebih siap mendukung orang lain.”

Rohana mengenang sosok yang sangat berperan dalam perjalanannya, yaitu Lie Na dari komunitas He Qi Pluit. Dari bimbingan beliau, Rohana bisa ikut berbagai kegiatan seperti membagi kupon baksos di Muara Kamal, packing sembako, mendampingi kelas budi pekerti, menjadi relawan pemerhati Tzu Chi Hospital, belajar shou yu, hingga mencoba bervegetaris.

“Lewat pengalaman itu saya merasa banyak belajar, bertemu teman-teman bajik dari berbagai komunitas, dan merasakan sukacita dalam kebersamaan. Salah satu momen yang paling berkesan adalah saat packing sembako bersama, semuanya terasa penuh semangat dan keakraban,” kenangnya.

Dari kegiatan-kegiatan sederhana itu, Rohana merasa hatinya makin terbuka untuk melangkah lebih jauh. “Sebelum akhir tahun 2022, ada latihan shou yu Persamuhan Dharma Wu Liang Yi Jing yang mengharuskan peserta vege selama 108 hari. Sejak saat itu, saya langsung vege sampai sekarang,” tuturnya sambil tersenyum.

Latihan isyarat tangan dipandu oleh Variaty, menciptakan harmoni gerakan yang selaras dengan tekad relawan di jalan kebajikan.

Seusai acara, relawan berfoto bersama di lobi Gedung DAAI sebagai penutup penuh kebersamaan.

Selepas sesi belajar, kegiatan dilanjutkan dengan latihan isyarat tangan. Dipandu oleh Variaty, para relawan dengan antusias mengikuti setiap gerakan yang diiringi lantunan Xiang Shi Dou. Gerakan lembut dan selaras itu melambangkan tekad bersama menapaki jalan kebajikan.

Momen tersebut membawa rasa haru sekaligus janji dalam hati Rohana. “Setiap kali menyanyikan Xiang Shi Dou, hati saya dipenuhi rasa rindu kepada Master dan rasa syukur bisa berada di jalan ini. Lagu ini mengingatkan saya bahwa kerinduan pada Master harus diwujudkan dalam sikap dan perbuatan sehari-hari,” ungkapnya.

Lagu ini seakan menyiratkan perasaan relawan, kerinduan mendalam pada sosok orang tua sekaligus guru yang menjadi inspirasi, Master Cheng Yen. Jodoh yang begitu indah telah mereka rajut melalui tunas relawan. Mereka tumbuh bersama dalam komunitas, saling mendukung, menjaga, menyayangi, bertekad, dan berlomba dalam kebajikan. Bukan untuk menjatuhkan, melainkan untuk meneguhkan hati dan menapaki jalan menjadi komite.

Menjelang pelantikannya, Rohana mengaku hatinya dipenuhi rasa haru sekaligus bahagia. “Ada rasa haru, bahagia, sekaligus tanggung jawab yang besar. Haru karena akhirnya sampai pada tahap ini, bahagia karena bisa dipercaya, dan tentu saya menyadari amanah ini bukan hal kecil. Tapi saya percaya, dengan kebersamaan dan bimbingan Master, saya akan berusaha sebaik mungkin menjalankan peran ini.”

Ia pun menitipkan harapan bagi relawan lain. “Saya berharap teman-teman terus menjaga semangat, tidak berhenti belajar, dan jangan takut pada tanggung jawab. Menjadi komite bukan soal kedudukan, tapi tentang melanjutkan pelayanan dengan hati. Kalau kita ikhlas dan setia, maka jalan akan terbuka, dan kita akan mampu melangkah bersama.”

Di penghujung kegiatan, para relawan menyadari bahwa biji saga merah yang kecil ibarat tekad dalam hati masing-masing. Jika dijaga dengan tulus, ia akan tumbuh menjadi semangat yang tak padam, menerangi jalan banyak orang. Dari pertemuan itu, mereka melangkah pulang dengan harapan baru, siap mempererat persaudaraan dan menguatkan langkah di jalan Bodhisatwa.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Kasih Ibu Tiada Batasnya

Kasih Ibu Tiada Batasnya

08 Juli 2015

Minggu pagi, 24 Mei 2015 terdengar alunan lagu “Lukisan Anak Kambing Berlutut”.  Pagi yang spesial karena sebanyak 95 relawan berkumpul di Aula lantai 2 SMK Sekolah Cinta Kasih Cengkareng, Jakarta Barat. Mereka berkumpul pada acara Kunjungan Kasih Pasien Kasus (KKPK) yang bertema  “Hari Ibu”.

Bersungguh-sungguh Mendalami Sutra Makna Tanpa Batas

Bersungguh-sungguh Mendalami Sutra Makna Tanpa Batas

08 Agustus 2018
Kompetisi isyarat tangan Sutra Makna Tanpa Batas yang diadakan Tzu Chi Indonesia pada Minggu, 5 Agustus 2018 lalu menyisakan cerita-cerita menarik. Di antaranya bagaimana masing-masing He Qi yang jumlahnya delapan tim menyiapkan diri untuk tampil semaksimal mungkin di atas panggung.
Berbagi Kasih di Tahun Baru Imlek

Berbagi Kasih di Tahun Baru Imlek

03 Maret 2015 Pada Tahun Baru Imlek yang kali ini jatuh pada 19 Februari 2015, nampaknya tidak semua warga Tionghoa dapat merayakan bersama keluarganya. Seperti yang dialami oleh opa dan oma di Panti Werdha Yayasan Kasih Mulia Sejahtera, Bogor.
Orang yang memahami cinta kasih dan rasa syukur akan memiliki hubungan terbaik dengan sesamanya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -