Menjadi Perawat, Menjadi Pelita, Kisah Suster Relly dari RSCK

Jurnalis : Khusnul Khotimah, Fotografer : Khusnul Khotimah, Dokumentasi Pribadi

Sepuluh tahun mengabdi, Suster Relly menemukan makna melayani bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hati.

Di balik seragam putih yang selalu tampak rapi, ada sebuah perjalanan panjang yang penuh dedikasi dan ketulusan. Itulah kisah Suster Hermina Aurelia Djogo perawat di Pelayanan Rawat Inap Maternity dan Perina, Rumah Sakit Cinta Kasih (RSCK) Tzu Chi Cengkareng.

Suster Relly begitu ia biasa disapa, tak pernah bermimpi menjadi perawat sejak kecil. Pilihan itu justru datang dari orang tuanya. Ibunya berkata, “Kamu saja yang jadi perawat.” Meski awalnya hanya sekadar mengikuti saran, lambat laun ia menemukan bahwa profesi ini bukan sekadar pekerjaan melainkan panggilan hidup.

Lahir dan besar di Flores, Nusa Tenggara Timur, Relly menempuh pendidikan D3 Keperawatan di Universitas Nusa Nipa, Maumere. Ia menjadi orang pertama di keluarganya yang terjun ke dunia kesehatan, membawa harapan orang tua sekaligus tanggung jawab besar sebagai anak pertama dari empat bersaudara.

Setelah lulus, Relly sempat bekerja di SOS Children’s Village, Cibubur, selama tiga tahun. Tahun 2015 menjadi titik balik dalam hidupnya. Ia melamar ke RSCK yang waktu itu masih bernama RSKB (Rumah Sakit Khusus Bedah), namun awalnya ditolak karena dokumen kurang lengkap. Tak menyerah, Relly berinisiatif menghubungi HRD, melengkapi persyaratan, hingga akhirnya diterima dan mulai bekerja pada 1 Juli 2015.

Dalam tugasnya di RS Cinta Kasih Tzu Chi, Suster Relly selalu melayani pasien dengan sepenuh hati.

Perjalanan awalnya tak mudah. Rumah yang jauh membuatnya sering terlambat hadir saat operan pagi. Atasannya menegur, namun setelah mengetahui kondisinya, RSCK mencarikan solusi, ia diberi fasilitas mes dan dipindahkan ke poli rawat jalan. Bagi Relly, momen itu sudah menjadi bukti bahwa RSCK bukan sekadar tempat bekerja, tetapi keluarga yang selalu mendukung.

Sejak hari pertama, Relly mengikuti sesi mendengarkan video ceramah Master Cheng Yen setiap pagi. Dari sanalah ia menemukan nilai yang menuntun langkahnya yaitu melayani pasien dengan tulus, tanpa memandang siapa yang dilayani. Prinsip itu menjadi kompas yang ia pegang teguh dalam setiap interaksi dengan pasien.

“Yang terpenting bukan siapa yang kita layani, tapi bagaimana kita melayani dengan sepenuh hati,” ujarnya.

Kisah-Kisah Kemanusiaan
Pengabdian Suster Relly dipenuhi kisah menyentuh. Salah satu pengalaman yang paling membekas adalah perjumpaannya dengan Pak Khairin, seorang pasien TBC. Saat pertama kali datang ke rumah sakit, penampilan Pak Khairin tampak lusuh, bahkan tanpa alas kaki. Hidup yang keras seakan meninggalkan jejak di wajah dan tubuhnya.

Ketika melakukan asesmen, Suster Relly mendapati bahwa ia tak rutin meminum obat. Padahal kunci kesembuhan pasien TBC adalah kedisiplinan dalam terapi. “Saya simpati sekali lihat kondisinya. Dari situ saya berpikir, harus ada cara agar beliau bisa lebih teratur datang berobat,” kenangnya.

Setelah menggali lebih dalam, Suster Relly mengetahui alasannya. Setiap kali berobat, Pak Khairin harus berjalan kaki jauh dari Jembatan Baru menuju rumah sakit. Penghasilannya yang hanya Rp10.000–30.000 sehari dari berjualan pisang tak cukup untuk ongkos transportasi. Uang itu pun habis untuk makan.

Bagi Suster Relly, RS Cinta Kasih Tzu Chi bukan hanya tempat bekerja, tetapi rumah kedua dan keluarga yang selalu mendukung.

Hati Suster Relly pun terenyuh. Ia pun mencari solusinya, ia meminjamkan sepedanya sendiri untuk Pak Khairin. Sejak itu, Pak Khairin bisa datang berobat tanpa harus kelelahan berjalan jauh. Dan benar saja, berkat ketekunan, edukasi, dan sepeda sederhana itu, ia berhasil menuntaskan pengobatan TBC. Hasil rontgen terakhir menunjukkan perbaikan signifikan.

“Luar biasa rasanya. Dari awal saya dampingi, sampai akhirnya beliau benar-benar sembuh. Saya puas sekali lihat hasil ronsennya. Seperti tujuan saya tercapai,” ujar Suster Relly dengan mata berbinar.

Meski sempat harus dirawat di ICU karena komplikasi lain, kisah Pak Khairin tetap menjadi bukti bahwa perhatian kecil bisa menyelamatkan nyawa, dan dukungan sederhana mampu menumbuhkan semangat sembuh.

Kisah menyentuh lain datang dari seorang bayi yang alergi susu. Dokter menyarankan susu khusus Enfamil Gentle Care, namun harganya jauh di luar jangkauan orang tuanya. Dengan penuh pengorbanan, sang ayah rela menjual ponsel satu-satunya demi membeli susu untuk anaknya.

Namun, setelah itu muncul masalah baru. Mereka tak lagi punya uang untuk membeli diapers. Saat mengetahui hal tersebut, Suster Relly, dengan uang pribadinya diam-diam membeli diapers dan memberikannya tanpa diketahui keluarga pasien. Saat orang tua sang bayi hendak mencari pinjaman, Suster Relly menenangkan mereka sambil berkata, “Popok untuk bayi sudah ada yang menyumbangkan.”

Mendengar itu, orang tua pasien menangis haru. “Kami sangat bersyukur dirawat di sini. Banyak sekali orang baik yang kami temui,” ucap mereka dengan suara bergetar.

Suster Relly juga membagikan cinta kasih dalam kegiatan bakti sosial kesehatan TIMA Indonesia.

RSCK sendiri juga memberi ruang berkembang bagi Suster Relly. Ia mendapat beasiswa melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 Nurse di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus. Selain itu ia difasilitasi mengikuti pelatihan hemodialisa. Mulai September 2025, ia dipercaya menjadi Kepala Ruang Hemodialisa. Bagi Suster Relly, semua kesempatan itu bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan amanah yang harus ia jaga dengan tanggung jawab.

Di balik kesibukannya, Suster Relly adalah seorang ibu dari putra berusia satu tahun empat bulan. Suaminya selalu menjadi menjadi penyemangat. Pun dengan orang tuanya, bahkan ayahnya pernah berobat di RSCK dan merasakan sendiri pelayanan tulus rumah sakit ini.

Lebih dari sekadar profesi, bagi Suster Relly menjadi perawat adalah perjalanan membentuk karakter. Ia belajar sabar, ikhlas, dan tulus dalam menghadapi berbagai situasi. “Selama 10 tahun di sini, semua cita-cita saya terwujud. Saya merasa bekerja seperti di rumah sendiri, dengan teman-teman seperti keluarga,” ungkapnya dengan mata berbinar.

Editor: Metta Wulandari

Artikel Terkait

Menjadi Perawat, Menjadi Pelita, Kisah Suster Relly dari RSCK

Menjadi Perawat, Menjadi Pelita, Kisah Suster Relly dari RSCK

21 Agustus 2025

Suster Relly menapaki perjalanan pengabdian penuh ketulusan. Dari meminjamkan sepeda kepada pasien TBC hingga diam-diam membeli diapers untuk bayi pasien, ia menunjukkan bahwa perhatian kecil mampu membawa kesembuhan.

Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -