Menjemput Yang Terluka

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
"Senyum dong, Pak," canda salah satu relawan Tzu Chi saat kaki Harawi (67) selesai digift oleh dokter Wu Kan Chi, dari Taiwan. Dokter orthopedy ini berpendapat bahwa Pak Harawi mengalami patah tulang dan perlu segera ditangani. Padahal oleh dokter di rumah sakit beberapa hari lalu, ia hanya dikatakan mengalami sedikit pergeseran tulang dan kakinya hanya disuntik tanpa dibalut gift. "Mana bisa senyum kalau ndak ada istri," jawabnya guyon dan langsung saja membuat relawan dan orang disekeliling posko tertawa. Istrinya sendiri terkena patahan kayu di pundaknya, dan sekarang beristirahat sekaligus dirawat jalan.

Pria beranak 7 ini, saat didatangi tim medis ke daerah tempat tinggalya sedang berjalan tertatih-tatih menggunakan tongkat yang dipinjamkan salah satu tetangganya. Meski oleh dokter lain dikatakan tidak patah, namun kenyataannya sebelah kanan kaki Pak Harawi bengkak dan jika dipakai untuk berdiri terasa sakit. "Sakit sekali, Nak," ujarnya sembari memperlihatkan kaki kanannya. Karena cukup parah, akhirnya dengan menggunakan mobil ambulan Tzu Chi, Pak Harawi pun dibawa ke posko induk kesehatan Tzu Chi.

"Saya ngak bisa lari, wong goyang-goyang tanahnya. Saya akhirnya jatuh dan tertimpa reruntuhan tembok," kenangnya. Pria yang sehari-hari bertani ini sempat tertimbun reruntuhan rumah hampir 5 menit lamanya, sebelum akhirnya bisa ditolong oleh keluarga dan warga setempat. Rumahnya sendiri hancur, rata dengan tanah sehingga ia dan istri tinggal di tenda darurat yang dibangun bersama para tetangganya. "Kalau makan ngak pernah kekurangan," katanya sembari mengacungkan jempolnya, pertanda kesalutannya terhadap kecepatan dan kebaikan hati para dermawan.

"Ya, biar rumahku hancur yang penting kami sekeluarga selamat," ungkapnya. Meski semua anggota keluarganya, yang tinggal bersebelahan dengannya rumahnya hancur, namun Pak Harawi sekeluarga tetap bersyukur karena tidak ada yang meninggal dunia karena gempa ini. Padahal di dusun tempat tinggalnya di , terdapat 12 orang warga yang meninggal akibat gempa.

Jika biasanya dokter, perawat dan paramedis menunggu pasien di rumah sakit, kini kebalikannya. Karena banyak pasien yang belum bisa berobat ataupun berjalan ke rumah sakit ataupun posko medis, Tim medis Tzu Chi berinisiatif berkeliling dari satu dari satu posko ke posko lainnya mencari pasien yang terluka akibat gempa maupun penyakit yang muncul sesudahnya, seperti flu, gatal-gatal, dan sakit mata. Jika terdapat pasien yang kondisinya cukup parah, maka akan dibawa dengan menggunakan mobil ambulan ke posko induk yang berlokasi di Madrasah Al Munajah, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Jogyakarta.

Dalam kondisi darurat dan terbatas segala sesuatunya, bukan berarti penanganan terhadap pasien yang terluka akibat gempa menjadi pengobatan sekedarnya. Tak semua luka fisik dapat terlihat secara kasat mata. Ketelitian dan kesabaran dalam mengobati pasien menjadi kunci utama para dokter, terutama yang memang ahli di bidangnya agar si pasien tidak mengalami penderitaan yang lebih panjang karena penanganan yang tidak semestinya. "Di gift sambil menunggu hasil rontgent. Jika memang parah, maka perlu dioperasi," kata dr. Wu Kan Chi.

Artikel Terkait

Membangun Karakter Budi Pekerti

Membangun Karakter Budi Pekerti

17 Oktober 2018

Tzu Chi Bandung mengadakan Kelas Budi Pekerti yang diikuti oleh 22Xiao Pu Sa(Bodhisatwa Kecil) untuk belajar budaya humanis. Selain itu para orang tua yang hadir juga diajak mengikuti seminar tentang mendidik anak.

Cahaya Mentari Hangatkan Hati

Cahaya Mentari Hangatkan Hati

26 Agustus 2009 Di RSKB, banyak pasien yang tidak memiliki keluarga, sehingga relawan perlu memberi dukungan dan pemahaman, bahwa sakit adalah suatu proses yang harus dijalani. Peran relawan sangat penting untuk memberi semangat kepada pasien.
Kebersamaan di Acara Buka Bersama

Kebersamaan di Acara Buka Bersama

14 Juli 2015

10 Juli 2015, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan acara buka puasa bersama dengan staf Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, DAAI TV Indonesia, dan Pulau Intan pada pukul 16.00 WIB. Sebanyak 650 orang hadir dalam acara. 

Cemberut dan tersenyum, keduanya adalah ekspresi. Mengapa tidak memilih tersenyum saja?
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -