Menumbuhkan Kepedulian Lingkungan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoUntuk memberikan pemahaman pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, Tzu Chi mengadakan sosialisasi pelestarian lingkungan bagi para guru dan murid Sekolah Ananda di Bogor, Jawa Barat.

Orang-orang bijak mengatakan bahwa harapan sebuah bangsa terletak di tangan anak-anak, karena di tangan merekalah kelak masa depan sebuah bangsa ditentukan. Baik atau buruknya perbuatan ataupun keputusan mereka saat dewasa sangat ditentukan oleh pengetahuan dan sifat mereka yang ditanamkan sejak kecil. Untuk membentuk generasi penerus yang memiliki wawasan luas, cakap dari segi ilmu pengetahuan, dan perilakunya, salah satu faktor yang penting adalah melalui pendidikan.  

Pendidikan bisa dalam bentuk formal dan nonformal, baik di sekolah maupun di rumah. Apa yang diperoleh di sekolah, sebaiknya dapat diterapkan di rumah. Dengan pengetahuan dan praktik yang dilakukan, maka pengetahuan itu akan menjadi sebuah manfaat yang berguna bagi masyarakat.

Memberi Wawasan Baru tentang Lingkungan
Menyadari hal tersebut, Sabtu, 9 Januari 2010, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan Sosialisasi Pelestarian Lingkungan kepada guru dan murid-murid Sekolah Ananda di Kota Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 122 orang (guru dan murid) mengikuti sosialisasi pelestarian lingkungan, sekaligus mengenal lebih dalam Yayasan Buddha Tzu Chi. Menurut Sri Meliani, Kepala Sekolah Ananda, acara ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan yang dilakukan sekolah dalam rangka ulang tahun Sekolah Ananda yang ke-31. Sebelumnya, sekolah ini juga mengadakan kegiatan sosial dalam bentuk kunjungan kasih ke panti-panti jompo di wilayah Bogor dan sekitarnya. “Mudah-mudahan kegiatan ini bisa memberi manfaat bagi semua, baik para guru maupun siswanya. Kita harus memanfaatkan (pengetahuan-red) ini sebaik-baiknya,” kata Sri dalam sambutannya. Sri pun berharap jalinan jodoh yang sudah terjalin antara Sekolah Ananda dan Tzu Chi ini bisa terus berlanjut dan semakin berkembang di masa yang akan datang.

Acara dimulai dengan pengenalan tentang Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan juga pendirinya, Master Cheng Yen. Dalam kesempatan itu, Agus Rijanto, relawan Tzu Chi menyampaikan kepada para peserta mengapa Tzu Chi bisa diterima di 48 negara di dunia, dengan relawan yang terdiri dari berbagai etnis dan agama. “Karena Tzu Chi tidak pernah memandang perbedaan agama, dan setiap agama selalu berlandaskan cinta kasih dan memiliki tujuan yang sama, memberikan kebahagiaan dan menghapus penderitaan,” terangnya.   

Dampak Global Warming
Sebelum masuk ke materi pelestarian lingkungan, relawan Tzu Chi menyuguhkan sebuah permainan yang melibatkan partisipasi murid. Eric Yudo, relawan Tzu Chi yang bertindak sebagai pembawa acara menggambarkan kondisi kerusakan bumi yang sudah semakin parah. Ada 5 lingkaran kecil— menggambarkan sebuah pulau— yang diisi oleh 5 orang anak. Ketika salah satu pulau itu dilanda bencana, maka penghuni pulau tersebut harus mengungsi ke pulau di sebelahnya. Demikian pula ketika pulau lain dilanda bencana, maka mereka pun harus pindah. Begitu seterusnya hingga akhirnya satu pulau yang tersisa harus menampung berbagai jumlah penduduk pulau lainnya. Sebuah ilustrasi yang tepat dalam menggambarkan kondisi alam dan lingkungan yang sudah semakin rusak saat ini.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi tengah melatih para murid Sekolah Ananda melakukan salah satu budaya kemanusiaan              Tzu Chi, yang biasa dikenal dengan sebutan bahasa isyarat tangan. (kiri)
        - Relawan Tzu Chi mencoba membangkitkan semangat para peserta sosialisasi dengan mengajak mereka             bernyanyi dan bergembira bersama. (kanan)

“Ini bukan sekadar permainan, tapi inilah kejadian yang mulai terjadi,” tegas Jasin, relawan Tzu Chi yang menyampaikan materi pelestarian lingkungan. “Lalu apakah yang bisa kita lakukan?” tanyanya Jasin memancing komentar peserta. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh manusia untuk mencegah bertambah rusaknya alam ini, yang menurut Jasin bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti memilah sampah, menghemat energi dan sumber daya alam lainnya, menghindari pemakaian barang sekali pakai buang, merawat dan menanam pohon, menggunakan barang-barang yang ramah lingkungan dan menerapkan pola hidup vegetarian.

Mengapa pola hidup vegetarian bisa berpengaruh pada lingkungan? Jasin mengilustrasikan kondisi saat ini di mana bumi menjadi semakin panas (global warming). Cahaya matahari yang masuk ke bumi tak ada lagi penghalangnya karena semakin besarnya lubang yang terdapat pada lapisan ozon di atas bumi. Belum lagi efek gas rumah kaca yang disebabkan gas metana, sehingga panas bumi tidak dapat keluar tetapi memantul kembali ke dalam. Inilah yang membuat bumi menjadi semakin panas dan salah satu penyumbang terbesar pembentukan rumah kaca ini adalah gas metana. “Nah, gas metana ini terbanyak disumbangkan dari sampah yang membusuk dan juga dari kotoran hewan,” tegas Jasin. Dengan maraknya industri peternakan, hal ini menyebabkan populasi hewan 5 kali lebih banyak daripada manusia. “Jadi dengan bervegetarian, maka manusia tidak lagi mengembangbiakkan hewan dan industri peternakan secara berlebihan,” terang Jasin.

Relawan Tzu Chi lainnya, Suwarno menambahkan, “Gas metana itu juga dihasilkan dari proses dekompresi sampah. Coba bayangkan berapa besar kerusakan gas CO2 akibat gas metana itu.” Suwarno yang kini aktif menggalakkan program pengolahan sampah di Bogor itu menekankan kepada para guru dan murid-murid Sekolah Ananda untuk mulai memilah sampah di sekolah dan tempat tinggalnya masing-masing. Suwarno yakin bahwa sampah jika dikelola dengan benar justru bisa menciptakan berkah. Ia pun berpantun, “Sampah bukan masalah, tapi justru sebuah berkah, jika kita mau memilah, dan mengolah.”

foto  foto

Ket:: - Agus Rijanto, relawan Tzu Chi, tengah memberikan pengenalan Tzu Chi kepada para guru dan siswa            Sekolah Ananda. (kiri).
        - Meski belum lama berlatih, siswa-siswi Sekolah Ananda ini telah dapat membawakan salah satu budaya            kemanusiaan Tzu Chi, bahasa isyarat tangan yang berjudul "Sebuah Dunia yang Bersih". (kanan)

Lebih Mengerti dan Membangkitkan Kepedulian
Menurut Handi William Sidarta, Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMP Ananda, kegiatan ini sangat positif dan berguna sekali bagi ia dan teman-temannya. “Saya jadi tahu kondisi lingkungan saat ini, dan jadi ngerti sampah itu harus digimanain,” ujarnya. Meski mengaku belum menerapkan pemilahan sampah di rumah maupun sekolahnya, tetapi Handi selalu membuang sampah pada tempatnya. “Ada keinginan untuk menerapkannya di sekolah, jadi setiap sampah dipilah sesuai jenisnya: organik dan non organik,” tandasnya. Sementara rekannya, Yola mengatakan, “(Acara) bagus sekali, supaya anak-anak bisa mulai memilah sampah dan melestarikan lingkungan. Semangat kebersihan ini harus dimulai dari lingkungan terkecil dulu, individu, keluarga, dan sekolah, baru kemudian meluas ke masyarakat.” Baik Handy maupun Yola sepakat jika program pelestarian lingkungan yang dilakukan Tzu Chi ini sangat baik sekali. “Tzu Chi bagus sekali, bisa membantu orang yang kurang mampu dari berbagai sumber, salah satunya pengolahan sampah,” tegas Handi.

Sementara Sherly Gunawan, siswa kelas 2 SMA Ananda yang juga Sekretaris OSIS di sekolahnya ini mengaku sangat terkesan dengan apa yang dilakukan relawan Tzu Chi. “Menjaga lingkungan dengan cinta kasih, melestarikan lingkungan dengan dasar pemikiran yang kuat, dan positif bagi semua orang,” ujarnya. Ia berharap dengan adanya acara ini dapat memotivasi rekan-rekannya untuk mulai peduli terhadap kelestarian alam dan lingkungan. “Caranya, kita harus menerapkan itu setiap hari. Ajaran ini sangat bermanfaat, menambah wawasan, dan pengetahuan,” tambahnya.

foto  foto

Ket:: - Agar materi sosialisasi dapat tertanam kuat dalam benak anak-anak. Relawan Tzu Chi juga memberikan            keceriaan dan permainan yang menarik kepada mereka. (kiri).
        - Seusai acara, relawan Tzu Chi membagikan suvenir (pulpen, kata perenungan, buletin, dan majalah) kepada            para murid Sekolah Ananda. (kanan)

Tidak hanya murid-murid Sekolah Ananda yang hadir, Stella Oktaviany, siswi SMP Kesatuan Bogor juga hadir hari itu. Stella sendiri adalah putri dari Debbi, relawan Tzu Chi yang tinggal di Bogor. Di sekolah Stella sendiri Tzu Chi pernah mengadakan acara seperti ini dan ternyata hasilnya cukup baik. “Ada perubahan, salah satunya masalah kebersihan. Kalau dulu, meskipun tempat sampahnya terpisah (organik dan non organik) tapi masih banyak yang suka nyampur buangnya. Sekarang sudah benar-benar diterapkan, teman-teman buang sampahnya nggak asal lagi,” jelasnya.

Memberikan kesadaran kepada setiap orang untuk menjaga kelestarian lingkungan memang bukan pekerjaan ringan, dibutuhkan kesabaran dan konsistensi untuk melakukannya. Memulainya dari sekolah-sekolah menjadi cara yang efektif dalam pelaksanaannya. Karena dampaknya tidak hanya bagi para murid, tetapi juga ke rumah dan lingkungan sekitar tempat tinggal mereka.

 
 

Artikel Terkait

Memperkenalkan Budaya Humanis

Memperkenalkan Budaya Humanis

03 November 2009 Dalam kunjungan itu, sebanyak 66 jemaat diperkenalkan secara singkat dan luas tentang misi dan visi Tzu Chi. Cinta kasih dan bersyukur tidak hanya diberikan kepada sesama umat manusia, tetapi juga kepada bumi tempat manusia berpijak. Tzu Chi melakukannya dengan menerapkan pelestarian lingkungan.
Kunjungan Kasih ke Panti Rehabilitasi Narkoba

Kunjungan Kasih ke Panti Rehabilitasi Narkoba

14 Maret 2019
Relawan Tzu Chi Sinar Mas Xie Li Siak melakukan kunjungan kasih di Panti Rehabilitasi IPWL Yayasan Mercusuar, Riau, Minggu, 10 Februari 2019. Relawan mengunjungi dua pasien mantan pecandu Narkoba yang tinggal di Panti Rehabilitasi ini. Relawan memberikan semangat serta dukungan moril kepada para pecandu agar berusaha untuk sembuh.
Baksos Kesehatan Umum: Silaturahmi Rasa Baksos

Baksos Kesehatan Umum: Silaturahmi Rasa Baksos

14 Agustus 2015 Belum sebulan Idul Fitri berlalu, insan relawan komunitas dan relawan medis Tzu Chi kembali menjalin silaturahmi luas dengan berbagai kegiatan. Salah satunya dalam bentuk bakti sosial kesehatan yang dilaksanakan pada Minggu, 9 Agustus 2015 di Kebon Nanas, Jatinegara, Jakarta Timur. Baksos ini dapat terselenggara berkat kerja sama dengan Polres Jakarta Timur.
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -