Salah satu keluarga penerima bantuan (GEH) ibu dan anak bekerja sama dalam merangkai bunga. Kegiatan ini diharapkan dapat mampu menghadirkan kehangatan dalam keluarga.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dibulan Desember 2025 ini menjadi momen penuh makna bagi keluarga besar He Qi Muara Karang dan PIK. Pada Minggu, 7 Desember 2025, kedua komunitas ini kembali berkolaborasi mengundang para penerima bantuan khusus (Gan En Hu/GEH), anak asuh, serta murid-murid Kelas Budi Pekerti Rusun Muara Angke ke Jing Si Tang, Tzu Chi Center. Dengan mengusung tema “Merajut Kasih, Menumbuhkan Karakter”, kegiatan ini menjadi ruang perjumpaan hangat untuk meneguhkan nilai cinta, kebajikan, dan kemanusiaan dalam lingkup keluarga.
Tema tersebut selaras dengan kata perenungan Master Cheng Yen, “Di dunia ini ada dua hal yang tidak bisa ditunda: berbakti kepada orang tua dan berbuat kebajikan.” Pesan ini menjadi pengingat bahwa keluarga adalah tempat pertama nilai-nilai kehidupan ditanamkan, tempat karakter dibentuk melalui teladan dan kasih yang tulus. Melalui kegiatan ini, setiap keluarga diajak untuk menumbuhkan kebiasaan saling mencintai serta membangun karakter melalui tindakan-tindakan sederhana yang bermakna.
Murid-murid Kelas Budi Pekerti Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Muara Angke berbaris menuangkan celengan beras mereka.
Murid-murid Kelas Budi Pekerti Rusun Muara Angke bersemangat untuk mengikuti permainan. Pada acara ini meningkatkan karakter anak untuk berbuat kebajikan di masyarakat.
Acara dihadiri oleh delapan keluarga penerima bantuan khusus, 85 peserta Kelas Budi Pekerti yang terdiri dari anak-anak dan para ibu, serta sekitar seratus relawan. Kegiatan dibuka dengan prosesi penuangan celengan beras oleh anak-anak Kelas Budi Pekerti. Dengan langkah rapi dan wajah penuh kesungguhan, mereka menuangkan beras yang dikumpulkan dari rumah masing-masing. Sebuah simbol kecil namun sarat makna, tentang kebiasaan berbagi yang ditanamkan sejak dini.
Suasana semakin hangat saat rangkaian permainan dimulai. Dipandu oleh Kasun, permainan pertama bertajuk “Benang Cerita Kasih” mengajak ibu dan anak memegang dua ujung benang, lalu menariknya perlahan sambil mengungkapkan satu hal yang mereka syukuri satu sama lain. Setiap tarikan benang seolah menjadi jembatan yang menyambungkan hati. Ruangan yang semula riuh perlahan hening, dipenuhi rasa syukur dan kehangatan menjelang Hari Ibu.
"Pelukan yang Tertunda", permainan mengharukan yang menumbuhkan momen penuh cinta antara ibu dan anakmeang.
Permainan berikutnya, “Pelukan yang Tertunda”, menghadirkan momen yang tak kalah mengharukan. Dengan panduan sederhana saling menatap wajah, menarik napas lembut sambil mengucap terima kasih dalam hati, lalu memberikan pelukan tulus banyak ibu dan anak yang tak kuasa menahan air mata. Kedekatan yang mungkin jarang terungkap dalam keseharian terasa begitu nyata.
Keharuan berlanjut pada permainan “Album Hati”. Setiap pasangan ibu dan anak diminta menuliskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan bermakna, seperti “Hal terbaik yang pernah Ibu lakukan untuk saya,” “Harapan Ibu untuk saya,” dan “Hal yang ingin saya lakukan bersama Ibu tahun ini.” Tulisan-tulisan tersebut dihias dengan gambar atau tanda tangan kecil, lalu dibacakan di depan. Dari doa agar ibu selalu sehat hingga mimpi sederhana untuk beribadah bersama, semua menjadi jembatan untuk saling memahami perasaan terdalam.
"Benang Cerita Kasih", permainan penuh makna melambangkan hubungan cinta kasih antara ibu dan anak.
Setelah rangkaian permainan, peserta diajak mengikuti kegiatan merangkai bunga yang dipandu oleh Nancy Shi Jie. Setiap peserta menerima bunga carnation, daun pakis, serta wadah botol bagi anak-anak usia lebih kecil. Carnation dipilih sebagai simbol cinta yang tulus dan penghargaan mendalam, sementara daun pakis melambangkan perjalanan kehidupan yang tumbuh perlahan hingga menjadi kuat dan indah. Ketika dirangkai bersama, keduanya mencerminkan keluarga yang saling menopang dalam keberagaman.
Saat rangkaian bunga selesai, lagu “Lagu Untuk Mama” yang dinyanyikan oleh Yance Max Sakalessy mengisi ruangan. Anak-anak berdiri, memberi hormat, lalu menyerahkan bunga kepada ibu masing-masing. Tangis haru, pelukan erat, dan senyum bahagia menyatu dalam suasana penuh cinta.
Nancy Shi Jie menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan merayakan Hari Ibu sekaligus menutup periode Kelas Budi Pekerti tahun 2025. Lebih dari sekadar berbagi sukacita, kegiatan ini diharapkan mampu menghadirkan kehangatan keluarga besar Tzu Chi dan membangun interaksi positif antar-anak. Filosofi merangkai bunga pun sejalan dengan nilai humanis Tzu Chi, bahwa keberagaman dapat dirangkai menjadi satu kesatuan yang indah.
Murid-murid kelas Budi Pekerti menyerahkan beras yang mereka kumpulkan kepada para GEH.
Sementara itu, Yance mengaku sangat terharu dapat terlibat dalam acara ini. Ia merasa momen kebersamaan ibu dan anak mengingatkannya pada orang tuanya dan menumbuhkan tekad untuk selalu berbakti. Hal serupa dirasakan Viqy, murid Kelas Budi Pekerti Perumahan Cinta Kasih Muara Angke, yang menangis tersedu sambil memeluk ibunya. Ia menyimpan mimpi sederhana namun tulus, ingin suatu hari mengajak sang ibu berangkat umrah.
Di penghujung acara, relawan memberikan penghargaan kepada murid-murid Kelas Budi Pekerti dalam tiga kategori: kehadiran terbaik, kepedulian terhadap lingkungan, dan keaktifan di kelas. Acara ditutup dengan pembagian beras hasil celengan anak-anak kepada keluarga GEH.
Melalui kegiatan ini, setiap keluarga diajak menyadari bahwa merajut kasih dapat dimulai dari hal-hal kecil dalam keseharian. Seperti benang yang menghubungkan hati, cinta dan kebajikan yang terus dirawat akan menumbuhkan karakter baik dan menjadi bekal berharga untuk melangkah ke masa depan.
Editor: Anand Yahya