Mereka Tak Bisa Datang, Kitalah yang Mendatangi

Jurnalis : Heri, Katrina (He Qi Utara 1), Fotografer : Heri, Katrina (He Qi Utara 1)
doc tzu chi indonesia

Relawan menggunakan transportasi odong–odong menuju rumah para  pasien karena jarak yang jauh serta sengatan sinar matahari yang terik.

Usai melaksanakan bakti sosial degeneratif di RPTRA Muara Angke, Minggu 25 Februari 2018, beberapa relawan, dokter, serta perawat melanjutkan tugas mengunjungi tujuh pasien ke rumahnya langsung. Karena keterbatasan fisik, pasien lansia tidak dapat datang ke RPTRA Muara Angke. Agar pekerjaan cepat selesai, dibentuklah dua tim. Tim pertama, karena jarak yang jauh serta sengatan sinar matahari yang terik, tim yang berjumlah delapan orang ini memilih berangkat menggunakan odong-odong.

Pasien pertama yang dikunjungi adalah Bu Puriah yang menderita hipertensi. Perawat Adi pun segera memeriksa tekanan darah Puriah, lalu dokter Yanto Kurniawan memeriksa serta memberi obat. Tetangga mengatakan bahwa Bu Puriah tidak mau meminum obat karena rasanya pahit. Relawan Sudarman pun memberikan nasihat jika Bu Puriah tidak mau meminum obat maka akan sakit terus, dan jika sakit maka tidak dapat beraktivitas seperti biasa.

“Ibu juga harus mengurangi makanan yang rasanya asin ya..,” Relawan Yuli Natalia memberikan saran pada Bu Pariah.

doc tzu chi indonesia

Dokter dan perawat memeriksa kesehatan Bu Puriah yang menderita darah tinggi.

doc tzu chi indonesia

Perawat Adi memeriksa tekanan darah Pak Yoesin, sementara dokter Yanto Kurniawan mencatatnya.

Rumah pasien selanjutnya adalah Pak Yoesin. Di rumah tersebut hanya ada Pak Yoesin dan putranya, sementara istri Pak Yoesin saat itu sedang bekerja. Sudah satu tahun lebih Pak Yoesin terkena stroke karena jatuh dari kapal saat bekerja. Ada sedikit kemajuan fisik yang dialami Pak Yoesin yaitu sudah dapat berjalan, yang dulunya tidak dapat berjalan bahkan bergerak. Dokter Yanto Kurniawan memberikan vitamin untuk syaraf dan menganjurkan agar pak Yoesin dibawa check up ke rumah sakit.

“Karena Pak Yoesin merupakan salah satu penerima bantuan Tzu Chi, bapak dapat mengajukan permohonan bantuan biaya transportasi,” kata para relawan.

Kunjungan terakhir dari tim pertama ini adalah ke rumah Pak Darsam. Pak Darsam sudah dua tahun lebih mengalami stroke dan hanya terbaring di atas tempat tidur. Ia juga sudah tiga bulan tidak check up ke rumah sakit karena anaknya bekerja sedangkan istrinya tidak dapat membawa Pak Darsam sendirian. Dokter pun memeriksa dan menyarankan agar Pak Darsam setiap hari menggerakkan tubuhnya agar tidak kaku dan jika tidak latihan maka lama kelamaan tulang Pak Darsam bisa mengalami osteoporosis.

doc tzu chi indonesia

Relawan berjalan di bawah sengatan matahari menuju rumah-rumah pasien.

doc tzu chi indonesia

Kondisi jalanan yang ditempuh relawan dan dokter.

Tim kedua, yang terdiri dari 8 relawan dan 1 dokter mengunjungi rumah pasien dengan berjalan kaki di bawah terik matahari. Pertama, tim menyusuri gang–gang di Muara Angke mengunjungi Bu Djohar. Tiga tahun lalu, Bu Djohar jatuh saat sholat di mesjid dan tidak dapat berjalan. Relawan mengetahui pasien ini dari adiknya, Bu Ruhaya, yang juga berobat di baksos RPTRA. Dokter Patrick memberinya obat, dan tetap menyarankan untuk berobat di rumah sakit.

Lalu pasien kedua adalah Pak Jasmo (60) yang mengalami stroke. Pak Jasmo kesulitan uang transportasi untuk berobat di rumah sakit. Ia sendiri sudah mempunyai BPJS. Relawan pun menganjurkan Bu Jasmo untuk mengajukan permohonan bantuan ke Yayasan Buddha Tzu Chi. Dokter Patrick sangat bersungguh hati menerangkan kepada pasien tentang kondisi sakit pasien dan pengobatannya.

Pasien ketiga dan keempat, relawan mengetahuinya dari warga Muara Angke dan ketua RW. Atas petunjuk salah satu warga, Bu Davina, relawan bergegas menyusuri jalan, menembus tembok bolong, dan gang sempit persis di samping kali menuju rumah Bu Rohayanah. Jalanan di depan rumah Bu Rohayanah berlantaikan papan kayu. Usai memeriksa Bu Rohayanah yang menderita diabetes,  tim bergerak lagi ke rumah pasien terakhir yaitu Bu Yati.

doc tzu chi indonesia

Kondisi depan rumah salah satu pasien, Bu Rohayanah yang berlantaikan kayu.

doc tzu chi indonesia

Relawan dan dokter memperhatikan kondisi pasien.

Kondisi jalanan menuju rumah Bu Rohayanah lebih parah lagi, para relawan menyusuri lorong kecil yang beralaskan kayu, yang mana di bawahnya adalah laut. Bahkan Bu Davina, warga Muara Angke pun tidak pernah ke tempat tersebut.

Di tempat tersebut banyak warga pendatang, namun relawan dan dokter tetap sungguh hati dan sabar mengobati pasien sampai selesai. Berakhirnya kunjungan ke rumah pasien memberikan pengalaman dan pembelajaran hidup kepada para relawan, dokter serta perawat. Ada perasaan bahagia dan senang bisa melewati waktu yang bermanfaat bersama para pasien.

“Mengasihi dan dikasihi orang lain merupakan berkah. Mereka yang mampu mengasihi orang lain atau yang dikasihi oleh orang lain amatlah beruntung” – Master Cheng Yen.

Editor: Khusnul Khotimah

Relawan berjalan di bawah sengatan matahari menuju rumah-rumah pasien.


Artikel Terkait

Tzu Chi Kembali Memberikan Layanan Kesehatan di Pondok Pesantren Nurul Iman

Tzu Chi Kembali Memberikan Layanan Kesehatan di Pondok Pesantren Nurul Iman

07 November 2022

Setelah lebih dari 2 tahun ditiadakan akibat pandemi Covid-19, Tzu Chi Indonesia kini kembali mengadakan bakti sosial kesehatan umum bagi santri dan santriwati di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman.

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-133 di Kota Padang, Sumatera Barat

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-133 di Kota Padang, Sumatera Barat

01 September 2022
Dalam menyambut HUT Kemerdekaan Indonesia ke-77, Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Korem 032/Wirabraja menyelenggarakan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-133 di Kota Padang, Sumatera Barat.
Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-111: Perjuangan yang Tak Sia-sia

Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-111: Perjuangan yang Tak Sia-sia

23 Maret 2016

Para pendamping pasien pun sepenuh hati mendampingi kerabat mereka. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang terus mengupayakan agar pasien berhasil menjalani operasi. Salah satunya Frisca Novita (48). Sejak awal pemeriksaan screening hingga baksos, ia terus meluangkan waktu untuk kerabatnya, Kiat Amie (77) yang menderita katarak pada kedua matanya selama 10 tahun.

Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -