Metamorfosis Diri

Jurnalis : Aping Rianto (He Qi Utara), Fotografer : Aping Rianto (He Qi Utara)
 
 

fotoWie Sioeng Shixiong tampil sebagai pembicara dalam acara Jing Si Talk Hu Ai Sunter edisi Desember 2012, dengan tajuk “Metamorfosis”, yang menceritakan pengalamannya dalam membina diri di Tzu Chi.

Kupu-kupu biasanya memiliki warna yang indah cemerlang, maka tidaklah heran makhluk kecil yang indah ini sering menjadi objek foto bagi para fotografer terutama penggemar fotografi mikro. Ada banyak spesies kupu-kupu, di pulau Jawa dan Bali saja tercatat lebih dari 600 spesies kupu-kupu. Sebenarnya kupu-kupu dewasa sebelum menjadi bentuknya yang indah dan dapat terbang di antara bunga-bunga mengalami proses metamorfosis. Metamorfosis adalah suatu proses perkembangan biologi pada hewan yang melibatkan perubahan penampilan fisik atau struktur setelah kelahiran atau penetasan. Perubahan fisik itu terjadi akibat pertumbuhan sel dan differensiasi sel yang secara radikal berbeda (sumber: wikipedia). Pada kupu-kupu proses metamorfosis itu berawal dari telur, ulat kecil, ulat dewasa, kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dengan sayap yang indah.

Berkisah Tentang Sebuah Proses
Sebuah ruangan di lantai 9 Rumah Sakit Royal Progress, Sunter menjadi tempat 25 orang peserta Jing Si Talk Hu Ai Sunter pada hari Rabu tgl. 12 Desember 2012 pukul 7 hingga 9 malam, mendengarkan kisah ‘metamorfosis’ dari Wie Sioeng Shixiong. Kisah metamorfosis dari Wie Sioeng Shixiong ini tentu saja bukan mengenai perubahan fisik dari Shixiong yang baru saja dilantik sebagai komite Tzu Chi pada bulan November 2012 yang lalu, tetapi lebih mengenai perubahan karakternya setelah berjodoh dengan Tzu Chi. Wie Sioeng bercerita bahwa dahulu adalah seorang yang keras, pemarah, egois, idealis yang kebablasan, temperamental, dengan emosi yang meletup-letup tanpa mengenal tempat dan memikirkan akibatnya. Dicontohkan bagaimana dahulu emosinya dapat meletup hanya karena ketika ia berkendaraan, mobilnya dipepet oleh kendaraan lain.

Karakternya yang tidak baik itu diumpamakan oleh Wie Sioeng sebagai ulat bulu dalam proses metamorfosis. Perubahan karakter Wie Sioeng ini didapat dengan proses melatih diri dalam berkegiatan di Tzu Chi. Wie Sioeng yang kini bertanggung jawab sebagai koordinator misi amal di He Qi Timur, berjodoh dengan Tzu Chi sejak tahun 2007. Awalnya Wie Sioeng ini hanya menemani istrinya (Vivi Shijie) yang terlebih dahulu aktif sebagai relawan di bagian survei kasus, tetapi kemudian hatinya tersentuh juga untuk terjun aktif sebagai relawan. Hampir semua bidang kegiatan Tzu Chi pernah dijalaninya, seperti relawan dokumentasi (3in1), survei bedah rumah, kunjungan kasih, pelayanan, konsumsi, isyarat tangan, pelestarian lingkungan, pembagian beras, baksos, dan sebagainya. Ada pula kegiatan barunya, yaitu setiap hari Selasa Wie Sioeng bertugas sebagai guide di Aula Jing Si, PIK untuk mengantar dan menjelaskan tamu-tamu yang  datang berkunjung ke Aula Jing Si, PIK.

Melalui berbagai kegiatan Tzu Chi yang diikutinya, Wie Sioeng Shixiong benar-benar menemukan tempat pelatihan diri yang sesungguhnya. Di Tzu Chi lah Wie Sioeng mengalami proses metamorfosis karakter, dari training dan buku-buku Master Cheng Yen ia melatih diri ke arah yang lebih baik. Dari kasus yang disurvei dan ditanganinya ia belajar banyak untuk lebih arif dalam menangani masalah dengan sesama relawan. Baginya setiap relawan adalah guru, yang diumpamakan oleh Wie Sioeng juga merupakan sebuah kitab. Di komunitas Tzu Chi Kelapa Gading ini juga, ia berjodoh bertemu dengan seorang mentor terbaik baginya, yaitu Ji Shou Shixiong. Semua hal tersebut di atas membentuk Wie Sioeng Shixiong untuk menjadi murid Jing Si yang baik dan menjadi pribadi yang lebih sabar dan toleran. Kesaksian tentang pribadi Wie Sioeng Shixiong juga dinyatakan oleh salah satu relawan komunitas Kelapa Gading yaitu Jeni Lim Shijie dalam tayangan video rekaman DAAI TV.

foto   foto

Keterangan :

  • Rusdianto yang pertama kali hadir dalam acara Tzu Chi, ternyata sangat berjodoh karena bertempat tinggal di kawasan yang sama dengan Wie Sioeng Shixiong yaitu di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara (kiri).
  • Acara berlangsung interaktif dengan banyaknya peserta yang turut berpartisipasi baik dengan mengajukan pertanyaan maupun mengeluarkan pendapat mereka (kanan).

Dalam kesempatan ini, Wie Sioeng Shixiong juga menceritakan bagian dari perjalanan hidupnya, yaitu ketika usahanya mengalami penurunan bahkan boleh dikatakan gagal. Kegagalan ini ternyata hanya sesaat saja sempat membuat Wie Sioeng Shixiong larut dalam kegalauan. Wie Sioeng Shixiong mempunyai kebiasaan untuk membaca buku-buku Master ketika dirinya sedang gundah atau menemui masalah, karena dari sinilah ia biasa menemukan pencerahan. Usaha baru yang dirintisnya ternyata sangat mendukung dan sejalan dengan aktivitasnya di Tzu Chi. Jika sebelumnya waktu luangnya terbatas pada hari libur dan Minggu saja, kini dengan usaha barunya ia lebih leluasa menjalankan kegiatan Tzu Chi.

Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta bernama Rusdianto (Aheng), bercerita bahwa ia sangat tersentuh dan terinspirasi dengan cerita Wie Sioeng Shixiong. Rusdianto sendiri merasa heran mengapa dalam perjalanan hidupnya selalu mengalami pasang surut yang sangat besar. Ia sangat tertarik dengan kegiatan Tzu Chi dan ingin mengetahui lebih dalam. Rusdianto ternyata benar-benar berjodoh dengan Wie Sioeng Shixiong karena ternyata mereka berdua sama-sama bertempat tinggal di Kelapa Gading.

Kisah Wie Sioeng Shixiong kiranya dapat menjadi teladan untuk kita semua, terutama relawan Tzu Chi untuk lebih giat lagi dan bersungguh-sungguh melatih diri di jalan boddhisatva Tzu Chi, menjalankan ‘proses metamorfosis’ untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

  
 

Artikel Terkait

Gathering Peduli Kasih di Pulau yang Penuh Berkah

Gathering Peduli Kasih di Pulau yang Penuh Berkah

22 Desember 2023

“Pohon cemara di luar pagar, Tinggilah nian tiada terkata, Gema Natal telah terdengar, Penjuru dunia bersuka cita,” begitu bunyi pantun dari Sukmawati selaku pembawa acara pada Gathering Peduli Kasih dalam rangka menyambut Hari Raya Natal.

Merawat dan Memupuk Jalinan Jodoh di Kampung Simpak

Merawat dan Memupuk Jalinan Jodoh di Kampung Simpak

09 November 2022

Relawan Tzu Chi dari Komunitas He Qi Tangerang bergegas menuju Kampung Simpak di Desa Jagabaya, Kecamatan Parung Panjang yang merupakan desa binaan Tzu Chi untuk mengadakan penuangan celengan bambu, bakti sosial kesehatan umum, serta kelas budi pekerti.

Ketulusan Hati Bersama Tzu Chi

Ketulusan Hati Bersama Tzu Chi

10 Mei 2012
Bagi relawan biru putih Tzu Chi, pelatihan ini merupakan media untuk kembali melatih diri. Kendati sudah menjadi relawan biru putih, namun pelatihan ini amatlah penting sebagai bahan evaluasi. Terlebih adalah bagaimana upaya membuang racun batin untuk mengembangkan dharma.
Tanamkan rasa syukur pada anak-anak sejak kecil, setelah dewasa ia akan tahu bersumbangsih bagi masyarakat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -