Nenek Ami yang Baik Hati

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 

fotoNenek Ami, hidup sendiri tanpa suami, ketiga anaknya juga meninggal, sementara ketiga cucunya tak lagi merawat dirinya. Setiap hari, ia duduk di tangga Pasar Sunter menunggu belas kasih pengunjung pasar. Namun ia masih mau berdana untuk korban gempa Sumatera.

 

 

Tanggal 18 Oktober, Minggu pagi yang cerah pukul 7, Pasar Sunter, Jakarta Utara terlihat riuh ramai dengan para pengunjung pasar. Pasar yang terletak persis di belakang Mal Sunter ini rupanya menjadi jujukan utama para warga yang tinggal di sekitaran Sunter ini. Beragam barang dijual di pasar ini, dari barang kelontongan sampai makanan siap makan dan buah-buahan. Maka tak heran, beragam pengunjung pasar datang membeli kebutuhan rumah tangga yang mereka butuhkan.

 

 

 

Sekitar pukul 08.30, serombongan relawan Tzu Chi yang berjumlah 22 relawan berbaris rapi dan berjalan masuk ke dalam pasar. Setelah mendapatkan izin dari pengelola pasar untuk melakukan kegiatan penggalangan dana, para relawan ini pun berpencar ke enam titik pintu masuk dan keluar pasar. Dikarenakan hari masih pagi dan kegiatan jual beli sedang ramai-ramainya, para relawan pun menunggu di keenam titik tersebut. Hal ini dilakukan agar kegiatan galang dana yang dilakukan tidak mengganggu aktivitas pasar yang sedang ramai.

Di depan pintu utama, dua relawan Tzu Chi tampak dengan sabar menunggu para pengunjung pasar yang selesai berbelanja dan turun dari lantai dua pasar. Lantai kedua pasar ini dikhususkan untuk para pedagang buah-buahan, sayur mayur, daging, kelapa, dan makanan siap makan yang tersaji di warung-warung sederhana. Di samping kedua relawan ini, di tangga sebelah kiri tepatnya di titian tangga pertama, seorang nenek yang telah renta duduk menyender ke dinding dan besi rolling door pasar yang dilipat tepat berada di depannya.

Kejutan yang Tiba-tiba
Awalnya, para relawan Tzu Chi yang bertugas tak terlalu memperhatikan keberadaan nenek tua ini. Sekilas diperhatikan hampir kebanyakan para pengunjung pasar telah mengenal baik nenek satu ini. Mereka tanpa ragu memasukkan uang yang mereka telah siapkan ke dalam sebuah gelas kecil yang ia letakkan di sampingnya. Tiada terlihat ratapan meminta belas kasihan yang terlontar dari nenek tua ini. Bahkan, tadahan tangan pun tak pernah ia lakukan seperti yang kerap dibuat oleh para pengemis kebanyakan. Apalagi, beberapa bungkus makanan dan kue terlihat ada di dekatnya. Makanan dan kue yang ternyata hasil pemberian para pengunjung pasar. Saat itu, beberapa relawan tzu Chi yang melihat nenek yang satu ini sempat juga memberikan makanan dan uang mereka.  

foto  foto

Ket: - Menunggu di enam titik pintu masuk dan keluar Pasar Sunter, 22 relawan Tzu Chi mengajak para              pengunjung pasar berbagi untuk para korban bencana gempa Sumatera. (kiri).
          - Tanpa diduga relawan Tzu Chi sebelumnya, Nenek Ami memanggil mereka dan langsung memasukkan              uang yang ia miliki ke dalam kotak dana. Ay Ay pun lantas mencari tahu dan berbicara panjang lebar              dengan Nenek Ami.  (kanan)

Walau begitu, para relawan yang bertugas saat itu tetap tak bisa mengalihkan perhatian kepada nenek satu ini. Tiba-tiba, nenek ini memanggil relawan Tzu Chi yang sedang bertugas ini. Karena dipanggil dan merasa nenek ini memerlukan bantuan mereka, relawan Tzu Chi pun lantas menghampirinya. Sebelum relawan sempat berkata-kata ada apa, sekonyong-konyong nenek ini memasukkan tangannya yang memegang uang ke dalam kotak dana Peduli Gempa Sumatera. Relawan Tzu Chi pun tersentak melihat tindakan sang nenek. Melihat ketulusan yang dilakukannya, relawan Tzu Chi pun membungkukkan badan dan mengucapkan terima kasih atas apa yang dilakukan nenek ini.

Berkah untuk Sesama
Melihat hal ini, Tjhia Ay Ay pun lantas mendekati nenek baik  hati ini. Nama nenek baik hati ini adalah Nenek Ami, atau biasa dipanggil Mak Ami. Nenek Ami berusia 80 tahun lebih, dan saat ini tinggal di sebuah kamar kontrakan di Warakas, Tanjung Priok.

Saat ditanya untuk apa ia memasukkan uang ke dalam kotak dana dua kali, ia berkata, “Tadi kasih 5 rebu, kedua 4 rebu, supaya yang di sana (korban gempa –red) berkah selamet.” Nenek Ami yang asli dari Ujung Kulon ini sebetulnya memiliki seorang suami dan tiga orang anak, namun ironisnya mereka semua telah meninggal sejak lama. Ketiga cucu yang menjadi harapannya tidak lagi bertemu dengannya. Di hari tua yang telah senja ini, nenek Ami merasakan kegetiran hidup.

Kegetiran itu ditambah dengan kondisi mata kanannya yang tak lagi dapat melihat. Retina mata kanan itu kini telah putih seluruhnya. Dengan mata kiri, ia mengandalkan penglihatan sehari-hari. Berdasarkan penuturannya, mata kanannya putih karena terkena guna-guna dari orang yang tidak senang ia menikah. Tadinya, kedua matanya tidak bisa melihat sama sekali, namun berkat anjuran seorang teman ia diajak berobat. Setelah tiga kali diobati, mata kirinya kini sudah lebih baik. Sampai sekarang, air mata kerap bercucuran dari kelopak matanya. “Kalo sedang sakit, rasa sakitnya kaya orang ditusuk sama pisau,” jelasnya.

Jika rasa sakit itu tak jua hilang, ia biasanya akan pergi ke puskesmas. Di sana, ia mendapatkan obat matanya. Jika tak ada obat, ia pun menuruti apa yang sering dibilang orang, agar matanya dilimbang (dibasuh) dengan air sirih. “(Jadi) enak emang, bisa tidur enak,” ujarnya.

Selain mata, gigi Nenek Ami juga kadang terasa sakit. Hal ini terjadi tak lain karena ia sempat terjatuh dari ojek motor yang ditumpanginya. Karena kecelakaan itu, kaki kanannya pun sering sakit kalau duduk terlalu lama. Maka ia pun sering meluruskan kakinya untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan. Bahkan untuk berdiri, ia sebelumnya selalu berpegangan ke besi rolling door terlebih dahulu.

foto  foto

Ket: - Kepedulian tidak hanya ditunjukkan para pengunjung pasar, para pemilik toko pun turut bersumbangsih.            Salah satunya bapak ini yang menghampiri relawan Tzu Chi yang sedang berdiri menunggu pengunjung            yang keluar dari pasar.  (kiri).
        - Ustadz Agus Yatim bersama dengan seorang relawan Tzu Chi menghampiri satu demi satu toko yang             berada di lantai atas Pasar Sunter. Sambutan hangat pun diberikan para pemlik toko yang mendapati             kedatangan dua relawan ini. (kanan) 

Menunggu Belas Kasihan
Karena telah lama berada di Pasar Sunter ini, banyak pengunjung pasar yang berbelas kasih kepadanya. Selama ini, Nenek Ami senantiasa mendapatkan makanan dan uang dari mereka yang iba kepadanya. Jika makanan pemberian itu masih ada, ia biasanya membawanya pulang ke rumah dan memberikannya kepada seorang tetangganya yang pemulung. Karena tak lagi kuat mencuci pakaian, ia meminta tetangganya ini mencucikan bajunya dengan upah Rp 5.000,-.

Di tangga itu, Nenek Ami hanya diam saja di tangga. Tidak meminta, kalau dikasih ia akan menerima. Kalau tidak dikasih, ia pun hanya diam saja. Nenek Ami memilih Pasar Sunter untuk mengais rezeki karena relatif dekat dengan tempat tinggalnya. Dari Sunter yang dahulu masih semak belukar, Nenek Ami mulai mengais rezeki sejak pasar ini didirikan oleh pemerintah. “Tadinya di Pasar Sindang, komplek, atau Koja. Tapi sepi, paling dapet 20 rebu. Ongkosnya aja 20 rebu pp. Enak di sini,” paparnya. Apalagi, para pedagang di pasar ini baik hati kepadanya, terlebih saat Lebaran. Uang yang ia dapatkan saat Lebaran dan ia kumpulkan selama ini dipergunakan untuk merenovasi makam sang ayah, ibu, suami dan saudara-saudaranya yang ada di Banten. “Kalau yang lain pake beton, (saya) cukup dengan kayu saja, supaya tidak longsor. Kalau hujan dan sampe kebanjiran, kasihan,” pungkasnya.

foto  foto

Ket: - Penuh kasih, Ay Ay menghapus bulir-bulir air mata yang keluar dari kelopak mata Nenek Ami. Bulir mata yang            keluar saat Nenek Ami bercerita tentang kehidupannya yang pahit dan getir. Ay Ay pun tercenung mendengar            kisah Nenek Ami ini.  (kiri).
        - Tiada batas yang dapat menghambat hubungan antar manusia yang saling mengenal dan memahami arti             kehidupan. Sebelum berpisah, Nenek Ami dan Ay Ay pun lantas berpelukan erat. (kanan) 

Uang hasil mengais rezeki di pasar ini, ia pergunakan untuk membayar biaya kontrak rumah sebesar Rp 50 ribu, listrik Rp 15 ribu, dan air Rp 10 ribu. Karena telah renta, untuk makan sehari-hari ia membeli makanan siap makan di warung-warung. Makanan yang dipilih pun yang lunak karena giginya tak kuat lagi memakan makanan yang keras.

Saat itu, Nenek Ami bahkan sempat menawarkan makanan yang ia terima kepada Ay Ay. Kontan, Ay Ay pun menolak pemberian nenek baik hati ini. Setelah sekitar 30 menit berbincang-bincang bersama, Ay Ay pun menyudahi pembicaraan. Sebelum berpisah, Nenek Ami membacakan dan merapalkan doa selamat untuk Ay Ay. Dengan ekspresi yakin, doa selamat itu ia akhiri dengan hentakan kaki kanan tiga kali di atas lantai.

 
 

Artikel Terkait

Berbagi Berkah Natal

Berbagi Berkah Natal

30 Desember 2014

Seminggu sebelum pembagian, relawan melakukan survei kepada warga yang akan diberikan kupon pengambilan bingkisan Natal. Koordinator kegiatan, Irene Sie  Shijie membagi empat  tim survei berdasarkan wilayah yang berbeda-beda.  Mereka mendatangi rumah-rumah warga umat Kristiani yang kurang mampu.

Betapa Senangnya Sidiq, Kini Ia Dapat Mendengar Lebih Jelas

Betapa Senangnya Sidiq, Kini Ia Dapat Mendengar Lebih Jelas

28 September 2021
Cucun Cunayah tak bisa berkata-kata saat serah terima alat bantu dengar dari Tzu Chi Indonesia untuk anak bungsunya, Sidiq. Ia dan suami terharu, alat bantu dengar yang mereka ajukan lima bulan lalu akhirnya terpasang di sisi telinga Sidiq.
PAT 2017 Selatpanjang: Giat mempraktikkan Ajaran Jing Si

PAT 2017 Selatpanjang: Giat mempraktikkan Ajaran Jing Si

01 Februari 2018
Pada Sabtu, 27 Januari 2018 merupakan tahun keempat insan Tzu Chi Selatpanjang mengadakan kegiatan Pemberkahan Akhir Tahun.kegiatan ini pun dihadiri oleh 464 peserta dari masyarakat Selatpanjang.
Hakikat terpenting dari pendidikan adalah mewariskan cinta kasih dan hati yang penuh rasa syukur dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -