Pasca Merapi : Tetap Tabah dan Semangat
Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto Kondisi Kali Putih di Dusun Sirahan, Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang yang rusak parah. Beberapa rumah bahkan hanyut tersapu banjir bandang yang datang. |
| ||
Aliran lahar dingin yang terbawa air ini tidak hanya membawa pasir dan debu, namun juga batu-batu besar yang menghancurkan rumah, jembatan, dan fasilitas umum lainnya. Salah satunya adalah warga Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Magelang. Aliran air dari Kali Putih yang berada di desa tersebut yang biasanya tenang dan hening berubah menjadi keruh dan menimbulkan banjir bandang yang merusak dan bahkan menghanyutkan rumah beberapa warga. Beberapa rumah yang berada di pinggiran kali tersebut kini kondisinya pun cukup memprihatinkan. Tanah di sekitarnya sudah tergerus air dan tampak seperti berada di bibir jurang yang dalam. Bersyukur Diparengi Sehat
Keterangan :
Bagi Mbah Pringgo, hidup di pengungsian dirasakannya tidak nyaman, meskipun kebutuhan makan dan minum terpenuhi. “Saya jadi nggak bisa dagang lagi,” katanya. Mbah Pringgo memang sehari-harinya berjualan makanan kecil di kantin SD Negeri Sirahan. Suami Mbah Pringgo sudah meninggal sejak 6 tahun lalu, sementara keenam anaknya tinggal di kota dan desa lain. “Empat anak saya kerja di Jakarta, sementara yang 2 lainnya tinggal di Magelang. Tapi yang di sini juga mereka rumahnya hancur,” terang nenek itu. Anaknya sudah 2 kali mengunjunginya di pengungsian. “Tetap enak tinggal sendiri, mandiri. Nanti kalau sudah aman saya mau kembali lagi ke rumah,” kata Mbah Pringgo mantap. Ketika ditanya kondisi rumahnya saat ini, sambil tersenyum ia menjawab, “Omah wis dadi blumbangan (rumah sudah menjadi selokan/genangan-red).” Bukan hanya Mbah Pringgo, Winarti (28) yang tengah mengandung anak keduanya juga merasakan kondisi yang kurang nyaman di pengungsian. Istri dari Kepala Dusun Salakan ini kehamilannya telah menginjak bulan ke-9. “Ya siap nggak siap harus siap melahirkan di sini,” kata Winarti, “kebetulan di sini juga dekat Puskesmas.” Meski dalam kondisi hamil, Winarti bersama suaminya Budi Sunaryo tetap aktif mengurusi warganya. “Ya sudah kewajiban toh, Mas, kita harus tetap dampingi warga,” kata Winarti dan diamini sang suami. Winarti menjadi koordinator bagi warganya dalam hal pendataan dan penerimaan bantuan dari pemerintah, LSM, dan masyarakat lainnya. “Kami berikan datanya, dan warga sendiri yang menerimanya,” ujarnya. Warga Dusun Salakan, Desa Sirahan yang mengungsi di tempat ini ada sebanyak 59 keluarga atau 185 jiwa.
Keterangan :
Perhatian untuk Pengungsi Kegiatan kemanusiaan ini melibatkan 14 orang relawan Tim Tanggap Darurat Tzu Chi Jakarta dan puluhan relawan dari Magelang. “Kita ingin meringankan beban kehidupan para pengungsi,” kata Joe Riadi, Ketua Tim Tanggap Darurat Tzu Chi. Gerak para relawan Tanggap Darurat dari Tzu Chi ini memang terbilang cukup cepat. Begitu tiba di Bandara Ahmad Yani Semarang, rombongan langsung berkoordinasi dengan relawan Tzu Chi di Magelang untuk kemudian langsung memberikan bantuan pada hari itu juga. Relawan juga bahkan menyempatkan diri meninjau lokasi yang mengalami kerusakan paling parah, yakni Dusun Sirahan, Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Magelang. Relawan merencanakan untuk kembali melakukan survei dan pendistribusian bantuan ke tempat-tempat pengungsian lainnya. | |||
Artikel Terkait
Cara Sederhana Mengurangi Pemanasan Global
28 Maret 2012 Dalam kesempatan ini, relawan Tzu Chi Medan memberikan sosialisasi mengenai pemanasan global kepada siswa-siswi SMP dan SMA Perguruan W.R. Supratman 1 yang bertempat di aula sekolah pada tanggal 21 Maret 2012.Pelatihan Relawan Biru Putih 2015: Memikul Tanggung Jawab Menjadi Benih Tzu Chi
12 Oktober 2015 “Saat saya berkesempatan untuk bertemu dan sharing dengan Master Cheng Yen, saya bercerita bahwa di Bireuen kami belum punya kantor dan belum pernah ada kegiatan Tzu Chi. Master Cheng Yen mengangguk-angguk dan berpesan bahwa saya harus pulang dengan membawa benih Tzu Chi untuk Bireuen,” kisahnya. Pesan itu sulit hilang dari ingatan Teo Siau Pieng yang akhirnya membuatnya bertekad menciptakan Tzu Chi di Bireuen, Aceh.Menjadi Guru Humanis
06 Juli 2015Selama dua hari, yaitu 4 – 5 Juli 2015 mereka berkumpul untuk mengikuti “Pelatihan Pendidikan Guru Humanis” bersama enam guru dari Taiwan mengenai bagaimana mendidik murid dengan cinta kasih. Sebanyak 118 peserta dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan sekolah-sekolah yang tergabung dalam BKPBI (Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis Indonesia), seperti Sekolah Triratna, Ehipassiko School, Sekolah Buddhis Silaparamita, dan Sekolah Maha Bodhi Vidya hadir dalam pelatihan ini.