Pasca Merapi : Tetap Tabah dan Semangat

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

foto Kondisi Kali Putih di Dusun Sirahan, Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang yang rusak parah. Beberapa rumah bahkan hanyut tersapu banjir bandang yang datang.

Letusan Gunung Merapi telah lama berlalu (Oktober 2010), namun ternyata hingga saat ini sisa-sisa letusan Merapi masih menimbulkan kecemasan, kekhawatiran, dan bencana bagi warga yang tinggal di lereng-lerengnya. Khususnya warga di desa-desa yang menjadi perlintasan aliran lahar dingin dari Merapi.

Aliran lahar dingin yang terbawa air ini tidak hanya membawa pasir dan debu, namun juga batu-batu besar yang menghancurkan rumah, jembatan, dan fasilitas umum lainnya. Salah satunya adalah warga Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Magelang. Aliran air dari Kali Putih yang berada di desa tersebut yang biasanya tenang dan hening berubah menjadi keruh dan menimbulkan banjir bandang yang merusak dan bahkan menghanyutkan rumah beberapa warga. Beberapa rumah yang berada di pinggiran kali tersebut kini kondisinya pun cukup memprihatinkan. Tanah di sekitarnya sudah tergerus air dan tampak seperti berada di bibir jurang yang dalam.

Bersyukur Diparengi Sehat
Kondisi itu menyebabkan warga di desa ini pun mengungsi. Salah satunya nenek yang biasa dipanggil Mbah Pringgo yang telah berumur 70 tahun.  Sudah lebih dari 40 hari Mbah Pringgo tinggal di pengungsian. Bersama 866 orang pengungsi lainnya, Mbah Pringgo yang hidup sendirian ini mencari tempat tinggal yang aman di Tempat Pengungsian Akhir (TPA) Desa Sirahan milik Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. TPA ini sendiri sudah berdiri sejak 5 tahun lalu sebagai bentuk antisipasi Pemkab terhadap siklus 4-5 tahunan letusan Merapi. “Jarak dari Merapi ke tempat ini sekitar 40 km sehingga relatif lebih aman,” kata Hasyim, salah satu relawan Tagana (Taruna Siaga Bencana) yang terus mendampingi warga di pengungsian.

foto  foto

Keterangan :

  • Para pengungsi ini sudah lebih dari 40 hari berada di tempat pengungsian akibat rumah mereka terkena banjir aliran lahar dingin Merapi. (kiri)
  • Relawan Tzu Chi dengan penuh rasa hormat memberikan bantuan berupa 867 paket peralatan mandi kepada para pengungsi di Tempat Pengungsian Akhir (TPA) Desa Sirahan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (kanan)

Bagi Mbah Pringgo, hidup di pengungsian dirasakannya tidak nyaman, meskipun kebutuhan makan dan minum terpenuhi. “Saya jadi nggak bisa dagang lagi,” katanya. Mbah Pringgo memang sehari-harinya berjualan makanan kecil di kantin SD Negeri Sirahan. Suami Mbah Pringgo sudah meninggal sejak 6 tahun lalu, sementara keenam anaknya tinggal di kota dan desa lain. “Empat anak saya kerja di Jakarta, sementara yang 2 lainnya tinggal di Magelang. Tapi yang di sini juga mereka rumahnya hancur,” terang nenek itu. Anaknya sudah 2 kali mengunjunginya di pengungsian.  “Tetap enak tinggal sendiri, mandiri. Nanti kalau sudah aman saya mau kembali lagi ke rumah,” kata Mbah Pringgo mantap. Ketika ditanya kondisi rumahnya saat ini, sambil tersenyum ia menjawab, “Omah wis dadi blumbangan (rumah sudah menjadi selokan/genangan-red).”

Bukan hanya Mbah Pringgo, Winarti (28) yang tengah mengandung anak keduanya juga merasakan kondisi yang kurang nyaman di pengungsian. Istri dari Kepala Dusun Salakan ini kehamilannya telah menginjak bulan ke-9. “Ya siap nggak siap harus siap melahirkan di sini,” kata Winarti, “kebetulan di sini juga dekat Puskesmas.” Meski dalam kondisi hamil, Winarti bersama suaminya Budi Sunaryo tetap aktif mengurusi warganya. “Ya sudah kewajiban toh, Mas, kita harus tetap dampingi warga,” kata Winarti dan diamini sang suami. Winarti menjadi koordinator bagi warganya dalam hal pendataan dan penerimaan bantuan dari pemerintah, LSM, dan masyarakat lainnya. “Kami berikan datanya, dan warga sendiri yang menerimanya,” ujarnya. Warga Dusun Salakan, Desa Sirahan yang mengungsi di tempat ini ada sebanyak 59 keluarga  atau 185 jiwa.

foto  foto

Keterangan :

  • Mbah Pringgo tengah menerima kupon dari relawan Tzu Chi. Di sampingnya (baju hijau) Winarti yang tengah hamil 9 bulan menjadi koordinator warga pengungsian dari Dusun Salakan. (kiri)
  • Sebanyak 14 relawan Tim Tanggap Darurat Tzu Chi dari Jakarta bersama relawan Tzu Chi Magelang saling bahu-membahu menyalurkan bantuan untuk para pengungsi. (kanan)

Perhatian untuk Pengungsi
Prihatin melihat kondisi kehidupan pengungsi, Senin, 21 Februari 2011, relawan Tzu Chi memberikan bantuan kepada para pengungsi di TPA Desa Sirahan. Bantuan yang diberikan berupa peralatan mandi (sabun, ember, gayung, handuk), sandal, peralatan makan, dan selimut. Sebanyak 867 paket diberikan kepada warga dari 7 dusun: Salakan, Gumampang, Jetis, Glagah, Sirahan, Purwosari Kecamatan Salam dan Dusun Drojogan, Kecamatan Muntilan.

Kegiatan kemanusiaan ini melibatkan 14 orang relawan Tim Tanggap Darurat Tzu Chi Jakarta dan puluhan relawan dari Magelang. “Kita ingin meringankan beban kehidupan para pengungsi,” kata Joe Riadi, Ketua Tim Tanggap Darurat Tzu Chi. Gerak para relawan Tanggap Darurat dari Tzu Chi ini memang terbilang cukup cepat. Begitu tiba di Bandara Ahmad Yani Semarang, rombongan langsung berkoordinasi dengan relawan Tzu Chi di Magelang untuk kemudian langsung memberikan bantuan pada hari itu juga. Relawan juga bahkan menyempatkan diri meninjau lokasi yang mengalami kerusakan paling parah, yakni Dusun Sirahan, Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Magelang. Relawan merencanakan untuk kembali melakukan survei dan pendistribusian bantuan ke tempat-tempat pengungsian lainnya.

  
 

Artikel Terkait

Cara Sederhana Mengurangi Pemanasan Global

Cara Sederhana Mengurangi Pemanasan Global

28 Maret 2012 Dalam kesempatan ini, relawan Tzu Chi Medan memberikan sosialisasi mengenai pemanasan global kepada siswa-siswi SMP dan SMA Perguruan W.R. Supratman 1 yang bertempat di aula sekolah pada tanggal 21 Maret 2012.
Pelatihan Relawan Biru Putih 2015: Memikul Tanggung Jawab Menjadi Benih Tzu Chi

Pelatihan Relawan Biru Putih 2015: Memikul Tanggung Jawab Menjadi Benih Tzu Chi

12 Oktober 2015 “Saat saya berkesempatan untuk bertemu dan sharing dengan Master Cheng Yen, saya bercerita bahwa di Bireuen kami belum punya kantor dan belum pernah ada kegiatan Tzu Chi. Master Cheng Yen mengangguk-angguk dan berpesan bahwa saya harus pulang dengan membawa benih Tzu Chi untuk Bireuen,” kisahnya. Pesan itu sulit hilang dari ingatan Teo Siau Pieng yang akhirnya membuatnya bertekad menciptakan Tzu Chi di Bireuen, Aceh.
Menjadi Guru Humanis

Menjadi Guru Humanis

06 Juli 2015

Selama dua hari, yaitu 4 – 5 Juli 2015 mereka berkumpul untuk mengikuti “Pelatihan Pendidikan Guru Humanis” bersama enam guru dari Taiwan mengenai bagaimana mendidik murid dengan cinta kasih. Sebanyak 118 peserta dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng dan sekolah-sekolah yang tergabung dalam BKPBI (Badan Koordinasi Pendidikan Buddhis Indonesia), seperti Sekolah Triratna, Ehipassiko School, Sekolah Buddhis Silaparamita, dan Sekolah Maha Bodhi Vidya hadir dalam pelatihan ini.

Cinta kasih tidak akan berkurang karena dibagikan, malah sebaliknya akan semakin tumbuh berkembang karena diteruskan kepada orang lain.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -