Bakti sosial ini tidak hanya memberikan layanan pengobatan, tetapi juga edukasi kesehatan yang sangat penting untuk diketahui oleh para Lansia.
Hidup di daerah perkampungan kumuh yang jauh dari pusat kota, ditambah minimnya pendidikan dan mata pencaharian sebagai pemulung barang bekas, membuat masyarakat setiap pagi harus mengais rezeki dari sampah. Dalam kondisi ini, tubuh yang sehat menjadi kebutuhan utama. Sayangnya, mendapatkan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan masih sangat sulit bagi mereka.
Thomas Sheran, Pendiri Pondok Kasih Bersaudara, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia atas kerja sama yang dijalin bersama Yayasan Pendidikan Bangun dan Pondok Kasih Bersaudara dalam menyelenggarakan bakti sosial kesehatan degeneratif. Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu, 31 Mei 2025, di SMK Global 21 Bangun, Jakarta Utara.
“Melihat antusiasme warga yang tinggal di belakang kawasan Jakarta International Stadium (JIS), rela berjalan kaki hampir satu jam menuju lokasi baksos, sungguh menyentuh hati saya. Ini yang memotivasi saya untuk terus membantu mereka. Masyarakat usia 45 tahun ke atas kami undang untuk memeriksakan kesehatannya,” tutur Thomas Sheran yang juga mengajak anak-anak dari Pondok Kasih Bersaudara menjadi sukarelawan dalam kegiatan ini.
Anak-anak dari Pondok Kasih Bersaudara dan relawan Tzu Ching turut membantu menuntun para lansia yang datang berobat di SMK Global 21 Bangun, Jakarta Utara.
Thomas menyampaikan rasa syukur dan gembiranya atas pelayanan pengobatan gratis dari Tzu Chi bagi warga Kampung Pemulung. “Kalau berobat di luar, butuh biaya. Tapi di sini luar biasa, semuanya gratis. Sebelum ke dokter pun, ada penyuluhan. Ini sangat bagus,” ujarnya dengan penuh semangat.
Menurut Thomas, rendahnya kesadaran warga Kampung Pemulung terhadap pentingnya menjaga kesehatan membuat ajakan berobat ke Puskesmas menjadi tantangan tersendiri. Karena itu, ia mengajak mereka memanfaatkan layanan pengobatan ini. “Agar mereka bisa lebih mengerti. Terlebih tadi ada penyuluhan yang menyadarkan mereka betapa pentingnya menjaga kesehatan,” tutupnya penuh harap agar lebih banyak warga mendapat layanan serupa.
Sesuai dengan Misi Kesehatan Tzu Chi, para Lansia di Kampung Pemulung memang perlu mendapat perhatian khusus. “Kaken dan nenek di sini sudah tidak punya mata pencaharian. Mereka butuh pertolongan. Tzu Chi harus bergerak, harus memperhatikan Lansia yang rentan sakit. Biaya pengobatan mereka sangat besar, dibanding saat masih muda,” ungkap Desi Widjaja, relawan Tzu Chi. Ia berharap para Lansia tetap bisa berguna bagi masyarakat, mandiri, dan tidak menjadi beban bagi anak cucunya.
Membangun Kesadaran Kesehatan di Usia Lanjut
Melalui bakti sosial kesehatan degeneratif, bukan hanya pengobatan yang menjadi fokus, tetapi juga edukasi kesehatan yang harus diketahui oleh para Lansia. “Mereka menderita sakit apa? Melalui penyuluhan ini, mereka jadi tahu penyakit yang diderita, mengenali gejala klinis, pola makan sehat, perubahan gaya hidup, serta bagaimana menjaga tubuh agar tidak menimbulkan komplikasi,” jelas dr. Mozes Bernard Homent mengenai pentingnya penyuluhan penyakit degeneratif.
Dr. Mozes Bernard Homent mendampingi para Lansia sambil menjelaskan pentingnya edukasi terhadap berbagai penyakit degeneratif.
Lebih lanjut, dr. Mozes menekankan bahwa edukasi bukanlah proses sekali selesai. “Karena watak orang Indonesia itu harus diulang-ulang. Tergantung tingkat pendidikan dan pemahaman, seringkali mereka kesulitan mencerna informasi. Maka dari itu, kami sebagai tenaga medis harus sabar memberi penyuluhan berulang agar mereka bisa mengingat dan memahami apa yang penting untuk penyakitnya,” tambahnya.
Dengan penyuluhan ini, dr. Mozes berharap 131 pasien yang menerima pengobatan bisa mengubah pola hidup menjadi lebih sehat. “Lewat diet yang tepat dan gaya hidup sehat, mereka bisa memperpanjang umur. Apa yang mereka dengar hari ini semoga bisa diterapkan sehari-hari,” ucapnya.
“Mereka harus tahu: penyakit saya ini, jadi saya perlu diet, hindari obesitas, rutin minum obat, kontrol ke dokter. Itu yang harus diingat oleh pasien degeneratif,” lanjut dr. Mozes, berharap para pasien semakin memahami kondisi kesehatannya.
Tiara (29), apoteker dari Tzu Chi Hospital yang turut serta dalam kegiatan ini, menjelaskan bahwa sebagian besar pasien Lansia menderita hipertensi. “Selain memberikan obat, kami juga mengedukasi tentang gaya hidup sehat. Agar obat bekerja maksimal, pola makan harus diperbaiki—hindari makanan asin, daging berlebihan. Kalau makannya sembarangan, obat jadi tidak efektif. Tekanan darah yang bagus mencegah komplikasi seperti stroke atau gagal ginjal,” jelas Tiara tentang pentingnya edukasi pendukung.
Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Pendidikan Bangun dan Pondok Kasih Bersaudara menggelar bakti sosial kesehatan degeneratif. Sebanyak 131 orang Lansia mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kegiatan bakti sosial ini rencananya akan kembali diadakan bulan depan. Pasien yang hari ini berobat juga akan dipantau perkembangan kesehatannya, termasuk efektivitas obat yang dikonsumsi selama sebulan.
“Kita akan evaluasi pasien yang diberi obat hari ini. Kalau tekanan darahnya masih tinggi, ada dua opsi: dokter TIMA bisa mengganti resep obat, atau pasien kami arahkan ke Puskesmas, khususnya jika punya BPJS Kesehatan. Pemeriksaan bisa lebih lengkap di sana,” terang Tiara tentang tindak lanjut pasien hipertensi dan kemungkinan peralihan penanganan ke rumah sakit.
Syukur Ada yang Masih Peduli
Agung Saputra (60), pemulung botol bekas di Pasar Kober selama hampir 30 tahun, mengeluhkan sakit kepala, batuk, pilek, kaki nyeri, asam urat, dan demam karena kehujanan. “Kaki dan mata sakit. Saya pernah operasi katarak di mata kiri. Harus hindari ikan asin, garam, micin, perbanyak sayur, dan berhenti merokok,” katanya sambil bersyukur bisa mendapat pengobatan gratis.
Agung Saputra (60), seorang pemulung botol bekas di Pasar Kober selama hampir 30 tahun, mengeluhkan pusing, batuk, pilek, nyeri kaki, asam urat, serta demam akibat sering kehujanan.
Hal serupa dirasakan Asnah Lubis (98) yang masih memulung botol bekas di sekitar tempat tinggalnya di belakang JIS. Kadang, botol diperolehnya dari tetangga yang sengaja mengumpulkan. Asnah mengeluhkan nyeri kaki akibat terjatuh tiga tahun lalu yang menyebabkan sakit pinggang kronis dan kini bergantung pada tongkat.
Asnah membagikan rutinitas paginya sebagai tips sehat: berjalan tanpa alas kaki di sekitar rumah. “Saya tidak pernah ke rumah sakit, tidak punya uang, BPJS pun tidak ada, KTP juga tidak ada. Hari demi hari cuma pakai balsem dan usap-usap sendiri. Puji Tuhan, sembuh sendiri sampai sekarang,” ceritanya.
“Obatnya banyak. Tidak ada kolesterol, tapi darah tinggi saya sangat tinggi. Harus hati-hati, kata dokter. Saya juga lagi batuk,” tuturnya. Ia bersyukur bisa mendapatkan pengobatan gratis dari dokter-dokter yang sangat ramah.
Cendra (60) mengatakan ia sering mengalami nyeri pinggang dan saraf terjepit. Ia juga rutin memeriksakan diri ke Puskesmas setiap bulan.
Pasangan suami istri Kristanto (66) dan Cendra (60) juga datang memeriksakan diri. “Senang bisa tahu tekanan darah. Biasanya saya normal, tapi tadi 155/68. Kemarin 130/70. Padahal saya kontrol ke Puskesmas setiap bulan pakai BPJS,” ujar Cendra.
Cendra mengeluhkan sakit pinggang dan saraf terjepit meski rutin kontrol. Kadang ia juga mengalami pusing, mual, dan muntah. “Kata dokter, itu karena kurang tidur. Saya tidur jam 10 malam, bangun jam 3 pagi untuk masak bekal cucu dan anak saya. Kadang kolesterol naik karena makan gorengan. Dokter sarankan rutin minum obat dan periksa,” tambahnya, bersyukur atas penyuluhan dan pengobatan yang diberikan.
Seorang dokter dari TIMA memberikan penjelasan singkat mengenai penyakit dan obat yang akan dikonsumsi oleh Cendra (60) dan Kristanto (66).
Kristanto, yang dulunya bekerja sebagai sopir toko farmasi, mengalami kecelakaan motor 15 tahun silam. Awalnya tidak merasakan sakit, namun tahun 2016 kakinya mulai lemas dan sulit berjalan. Setelah rontgen, dokter mendiagnosis saraf terjepit di leher dan menyarankan operasi. “Akhirnya saya operasi pakai BPJS,” ujarnya.
“Sering minum obat nyeri, tapi malah lambung jadi sakit, kepala juga pusing. Tekanan darah saya 180. Kalau tidak jaga makan, kolesterol, asam urat, dan gula darah bisa naik. Dokter minta saya lanjutkan obat dari Puskesmas, hanya ditambah obat lambung,” tambah Kristanto.
Ia mengaku penyuluhan yang diberikan sangat bermanfaat dan menambah wawasan tentang pentingnya pola makan sehat dan gaya hidup seimbang. “Selama sakit, saya sulit tidur nyenyak. Biasanya tidur lagi siang hari. Pagi saya rutin lakukan terapi 3H,” pungkasnya.
Editor: Hadi Pranoto