Peduli Merapi: Teman Bermain Bagi Anak-anak

Jurnalis : Ivana, Fotografer : Ivana
 
 

fotoAnak-anak mungkin tidak sepenuhnya memahami alasan mereka harus mengungsi, sehingga agar tidak larut dalam kesedihan, mereka membutuhkan pendamping yang mengajak mereka bermain dan beraktivitas.

Orang dewasa akan dapat mengerti tentang apa yang terjadi, namun anak-anak tidak. Para pengungsi dewasa letusan Gunung Merapi memahami bahwa mereka harus menghindari bahaya yang ada di rumah dan pindah ke tempat aman, namun anak-anak akan bertanya-tanya kenapa mereka tak kunjung boleh pulang ke rumah.

 

Abu vulkanik yang beberapa saat lalu sempat menyelimuti Kabupaten Sleman, Yogyakarta seperti telah dihembus oleh kekuatan tak nampak. Selain berkat kerja bakti warga yang dilakukan dua hari lalu, memang beberapa hari terakhir angin berhembus ke arah lain. Hanya terlihat tumpukan kecil abu di tepi-tepi jalan, dan selapis tipis di beberapa lokasi.

Tanggal 15 November 2010, tahap keempat relawan Tanggap Darurat Tzu Chi tiba di Yogyakarta. Mereka datang dengan membawa misi menjadi pemerhati bagi para pengungsi anak-anak. Dengan alasan itu, kali ini lebih banyak relawan perempuan yang terlibat. Dari 10 relawan, 7 di antaranya adalah perempuan. Setelah mendarat di Semarang ibukota Jawa Tengah, para relawan melanjutkan perjalanan dengan mobil ke Magelang, di mana mereka menjumpai Ani Sugianti dan Budi Srihastuti dari Kementerian Pendidikan Nasional Wilayah Jawa Tengah. Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) ini, Tzu Chi mengadakan paket permainan edukasi untuk diserahkan langsung pada anak-anak di 25 titik pengungsian. Di titik-titik ini, Kemendiknas telah membuka Pusat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD Center) untuk memberi aktivitas pada anak-anak dari balita sampai dengan 7 tahun. Bagi anak-anak usia sekolah, Kemendiknas telah menetapkan kebijakan agar anak-anak dapat melanjutkan belajar di sekolah manapun yang terdekat dengan lokasi pengungsian mereka.

Menjadi ”Rumah” Pengganti
Tampak dari luar, Gelanggang Olahraga (GOR) Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tak beda dengan gedung olahraga pada umumnya. Kecuali bahwa satu minggu terakhir ini GOR tersebut dipenuhi warga yang mengungsi di sana karena tempat tinggal mereka dinyatakan rawan dilalui awan panas. Alas terpal atau karpet memenuhi sebagian besar lantai GOR, dan di atasnya kasur atau terpal digelar sebagai alas tidur warga. Tak terlalu banyak pernak-pernik perabotan yang sempat mereka bawa, selain sedikit pakaian dan mungkin uang. Beberapa sempat menyelamatkan kendaraan bermotor.

Di sebuah sudut ruangan, sekitar 50 anak yang rata-rata berusia 3-6 tahun sedang bermain. Mereka didampingi oleh 4 orang relawan yang mengenakan rompi cokelat, di punggungnya tertulis Relawan Kemendiknas. Permainan mereka sederhana saja, menyusun gambar dari balok kayu, bakiak tali, membuat rumah-rumahan dari potongan lego warna-warni, sampai sekadar menyanyi dengan megaphone. Namun anak-anak ini tampak begitu terhibur dan menikmati waktu mereka.

foto  foto

Keterangan :

  • Untuk saat ini, bagi anak-anak tinggal di pengungsian bisa jadi menyenangkan karena dapat berkumpul dengan banyak teman. Namun dalam hati mereka ada kerinduan untuk pulang. (kiri)
  • Mony Alwi bahkan khawatir karena ia tidak dapat berbahasa Jawa, bahasa yang biasa digunakan anak-anak ini sehari-hari. Namun dengan tekad di hati, ia perlahan coba membaur dengan mereka. (kanan)

Para relawan Tzu Chi yang tiba di GOR mencoba ikut membaurkan diri meski mulanya merasa canggung. ”Anak-anak ini mengerti bahasa kita nggak ya?” kata Mony Alwi ragu. Beberapa anak memang semula tampak acuh ketika diajaknya ngobrol. Namun pendekatan yang dilakukannya pelan-pelan dengan ikut-ikutan menyusun balok gambar ternyata disambut anak-anak, dan hal ini membuat Mony sangat senang. Strategi yang digencarkan para relawan dilakukan dengan ikut menyanyi ataupun foto bersama, sebelum kemudian membagikan paket permainan edukasi yang disambut penuh kegembiraan oleh anak-anak.

Erna, salah seorang relawan dari Kemendiknas ikut senang dengan kunjungan dari relawan Tzu Chi ini. Ia telah mendampingi anak-anak sejak pertama kali mereka mengungsi, dan ikut berpindah-pindah bersama mereka. Cukup banyak anak yang mengalami pindah dari satu posko pengungsian ke posko yang lain, sebab mulanya warga enggan untuk mengungsi terlalu jauh dari puncak gunung tempat tinggal mereka. Namun ketika tempat pengungsian juga dinyatakan termasuk daerah bahaya, terpaksa mereka pindah ke lokasi yang semakin menjauhi puncak. Dan bagi pendamping seperti Erna, setelah sebuah posko pengungsian ”bubar”, adalah hal yang menggembirakan dapat bertemu kembali dengan anak yang pernah didampinginya sebelum pindah ke posko pengungsian baru. Begitu pun anak-anak sangat gembira dapat bermain kembali dengannya. Tak heran bila beberapa anak tampak sangat dekat dan manja padanya.

Kebanyakan relawan Kemendiknas adalah tenaga pengajar. Erna sendiri adalah seorang Kepala Sekolah sebuah TK dan KB di Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Sekolahnya masih diliburkan hingga tanggal 22 November nanti dan kesempatan ini digunakannya untuk menjadi relawan, menyumbangkan kemampuan yang ada pada dirinya untuk menghapus kesedihan anak-anak. ”Yang anak-anak butuhkan adalah merasa seperti punya ’rumah’, dimana ada orang-orang yang mereka kenal, dan mereka bisa bermain dan beraktivitas,” katanya.

foto  foto

Keterangan :

  • Erna sudah mendampingi anak-anak asal Cangkringan ini sejak awal terjadinya letusan Merapi. Ia juga ikut berpindah posko pengungsian untuk terus menghibur anak-anak yang kini menjadi sangat dekat dengannya ini.   (kiri)
  • Para relawan Tzu Chi berharap buku mewarnai, pensil warna, dan mainan yang dibagikan dapat mengisi hari-hari anak-anak dengan keceriaan selama tinggal sementara di pengungsian. (kanan)

”Ingin Pulang”
Alifiah Nur Istiqomah agak malu-malu saat mengenalkan dirinya sebagai Fifi pada para relawan Tzu Chi. Anak perempuan yang duduk di kelas 1 SMP ini mengungsi bersama orang tuanya di Masjid Agung Sleman. ”Kakak dari mana?” tanyanya. Sewaktu para relawan menjawab dari Jakarta, matanya sedikit terbelalak dan kembali bertanya, ”Dari Jakarta ke Yogya khusus datang buat melihat kita?” Dan tanpa terduga, ia langsung berujar ceria, ”Wah, makasih ya.”

Di Masjid Agung Sleman, jumlah pengungsi tampak naik-turun. Di pagi hari, biasanya warga –kebanyakan dari daerah Cangkringan– yang  rumahnya masih dapat ditempati, memilih kembali ke rumah untuk mengerjakan pekerjaan mereka seperti memelihara ternak. Kemudian di malam harinya baru kembali ke pengungsian untuk tidur. Sementara bagi warga yang rumahnya sudah tidak dapat ditempati lagi, saat ini mereka hanya dapat tinggal di pengungsian. Hal ini pula yang diungkapkan oleh Muhamad Ali Ashar yang mendampingi anak-anak di posko ini, ”Kalau untuk anak-anak sejauh mereka ada aktivitas, efek dari pengungsian ini belum terlalu kelihatan. Kecuali mungkin kalau sudah satu bulan lebih. Justru bagi orang dewasa yang lebih terlihat efeknya, karena tidak ada yang bisa dikerjakan selain tidur, jalan-jalan, atau makan.”

”Ingin pulang,” hanya itu keinginan Fifi saat ini. Ia terus berdoa agar Gunung Merapi dapat menjadi lebih ramah dan berhenti meletus. Paket edukasi yang dibagikan oleh relawan Tzu Chi di 5 posko pengungsian Kabupaten Sleman (GOR Maguwoharjo Lantai 1 dan 2, Jogja Expo Center, Masjid Agung Sleman, dan GOR Pangukan) tidak akan dapat menggantikan rumah bagi anak-anak di sana, namun semoga dapat menjadi teman bermain mereka hingga usainya masa pengungsian dan anak-anak bisa kembali ke rumah mereka.

  
 

Artikel Terkait

Menyatukan Tekad di Malam Keakraban

Menyatukan Tekad di Malam Keakraban

09 April 2019

Para muda mudi Tzu Chi (Tzu Ching) Bandung mengadakan malam keakraban antar Tzu Ching dan relawan Tzu Chi. Ada 31 peserta yang ikut dalam acara yang dikemas secara unik dan dilaksanakan selama dua hari ini.

Yuk! Berkarya dengan Zhen Shan Mei

Yuk! Berkarya dengan Zhen Shan Mei

18 April 2018
Untuk pertama kalinya Tzu Chi Pekanbaru mengadakan  Pelatihan Relawan Zhen Shan Mei yang dibawakan langsung oleh Tim Zhen Shan Mei Indonesia yakni Henry Tando, Erli Tan, dan Khusnul Khotimah. Kegiatan pelatihan yang berlangsung selama dua hari dari tanggal 14-15 April 2018 ini diikuti oleh 45 peserta di hari pertama, dan 40 peserta pada hari kedua. 
Sosialisasi Tzu Ching di Makassar

Sosialisasi Tzu Ching di Makassar

12 Juli 2013 Terinspirasi dari kata perenungan Master Cheng Yen di atas, Tzu Ching Makassar yang hanya beberapa orang  berpikir  untuk memperbanyak anggota mereka dengan mengadakan acara sosialisasi dan perekrutan Tzu Ching Makassar, di kantor Yayasan Tzu Chi  Makassar.
Penyakit dalam diri manusia, 30 persen adalah rasa sakit pada fisiknya, 70 persen lainnya adalah penderitaan batin.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -