Di balik senyum para pengunjung, tersimpan semangat kepedulian. Setiap langkah mereka menjadi bagian dari gerakan cinta kasih dalam Pekan Amal Tzu Chi 2025.
Pekan Amal Tzu Chi 2025 memang sudah berlalu, namun euphoria-nya masih terasa hingga hari ini. Seperti yang dirasakan tim relawan dari komunitas He Qi Barat 2 yang menghadirkan 10 stand beragam produk menarik. Mulai dari aneka makanan seperti bubur Hong Kong, siomay, keripik, kue kering, hingga minuman segar, juga pilihan pakaian, tas, dan sepatu. Seluruhnya berhasil menyedot perhatian para pengunjung.
“Inisiasi awal dan persiapan telah dilakukan sejak jauh hari, yakni sekitar 3-4 minggu yang lalu dengan menggalang relawan untuk ikut berperan dalam pembuatan makanan yang akan dijual, antara lain sate dan cilok,” tutur Lenyh, salah satu koordinator.
Tak hanya produk buatan relawan, beberapa stand juga menjual barang-barang hasil sumbangan dari donatur dan relawan. Ini menunjukkan sinergi yang baik antara relawan dan para donatur. Salah satu yang juga patut diapresiasi adalah relawan membeli produk buatan Gan En Hu (penerima bantuan), kemudian menjualnya kembali di pekan amal.
“Dapat sekaligus membantu Gan En Hu agar perekonomiannya dapat terus berjalan,” ungkap Yonga, Ketua He Qi Barat 2.
Dengan penuh semangat, Yonga memimpin tim relawan He Qi Barat 2 dalam menyukseskan 10 stand di Pekan Amal Tzu Chi 2025.
Salah satu spot yang menarik perhatian adalah stand “Creative Hands”. Di sini, pengunjung diajak untuk merasakan pengalaman unik dengan membuat gantungan kunci secara mandiri (Do It Yourself). Tak hanya itu, stand ini juga memamerkan karya seni kreatif lainnya seperti lukisan sketsa dan berbagai kerajinan tangan hasil kreativitas para relawan.
Yonga mengakui bahwa di awal persiapan sempat muncul kekhawatiran terkait tingkat partisipasi dalam mengelola stand. “Namun seiring berjalannya waktu ternyata relawan dapat melibatkan donatur dan juga beberapa pengusaha,” tuturnya sambil tersenyum lega.
Dari pantauan di lokasi, seluruh stand dari Komunitas He Qi Barat 2 tampak ramai dikunjungi. Bahkan beberapa jenis makanan telah habis terjual sebelum waktu makan siang tiba. Ini menjadi harapan besar bahwa hasil dari penjualan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam mendukung penggalangan dana untuk Tzu Chi Indonesia.
Menumbuhkan Rasa Memiliki
Berbelanja, bergembira, dan beramal, tiga kata yang memang mewakili berlangsungnya Pekan Amal Tzu Chi 2025. Ada 212 stand yang menjual makanan, minuman dan aneka barang. Pekan amal ini dilaksanakan untuk membuka kesempatan para relawan dan masyarakat umum untuk bersumbangsih dalam pembangunan Kawasan Pendidikan Tzu Chi. Harapannya Pekan Amal ini dapat menumbuhkan rasa “memiliki” pada Kawasan pendidikan Tzu Chi, sehingga Kawasan Pendidikan Tzu Chi bisa berjalan, bertumbuh dan berkembang dengan semangat cinta kasih.
Berbelanja sambil beramal, para pengunjung tak hanya menikmati aneka makanan dan produk menarik, tetapi juga turut mendukung pembangunan Kawasan Pendidikan Tzu Chi.
Bukan itu saja, dengan pekan amal ini, masyarakat juga dapat lebih mengenal tentang Yayasan Buddha Tzu Chi. Pekan amal ini juga sebagai bentuk pengenalan makanan vegetarian kepada para pengunjung bahwasanya makanan vegetarian juga cukup nikmat dan lezat. Dan makanan-makanan tersebut sebenarnya sudah cukup familiar dan sudah lama mengkonsumsinya.
Pada Pekan Amal ini He Qi Barat 1 berkesempatan membuka 8 stand, yang menjual makanan dan minuman, seperti lontong sayur, bakmi amoy dan makanan ringan seperti pisgor curry puff, dan minuman kombucha serta aneka barang seperti baju, celana, dan aneka jenis tas produk Nymphaea.
He Qi Barat 1 sendiri telah menyiapkan diri di Pekan Amal Tzu Chi 2025 sejak pertengahan bulan Mei dengan melakukan berbagai persiapan penting. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah penggalangan barang. Tak hanya itu, pada 18 dan 19 Mei 2025, relawan menyelenggarakan bazar di Balai Warga Rusun Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng. Bazar tersebut menjual berbagai barang baru dan bekas layak pakai, seperti celana, kaos, jas, hingga peralatan rumah tangga. Seluruh hasil penjualan didonasikan untuk mendukung pembangunan Kawasan Pendidikan Tzu Chi, serta sebagian digunakan sebagai modal pembuatan makanan vegetarian yang kemudian dijual dalam acara Pekan Amal ini.
Dengan penuh dedikasi, Junus Sutojo memastikan seluruh persiapan stand berjalan lancar. Mulai dari penggalangan barang, pengadaan bahan makanan, hingga penjadwalan relawan ia jalani bersama tim.
Junus Sutojo, selaku Koordinator Stand Bazar He Qi Barat 1, selama masa persiapan, cukup banyak kendala yang dihadapi. Namun demikian, semangat para relawan tidak surut.
“Pada hari berlangsungnya acara, beberapa relawan penjaga stand bercerita kalau mereka merasakan rasa lelah, akan tetapi, semua itu terbayar dengan antusiasme relawan dan masyarakat umum yang hadir berbelanja pada pekan amal ini,” katanya.
Kreatifitas anak-anak Teratai
Sementara itu Nymphaea sendiri sesuatu yang spesial karena produk ini adalah hasil kreatifitas anak-anak Teratai, di bawah bimbingan relawan. Melalui Nymphaea, anak-anak Teratai belajar berkarya dengan menghasilkan produk dan kemudian belajar memasarkannya, untuk mencapai “Goal Entrepreneur”. Mereka dapat menjadi mentor buat adik-adiknya di komunitas anak Teratai di kemudian hari.
Produk Nymphaea sendiri berasal dari bahan bekas seperti jaket dan celana jeans, yang kemudian didaur ulang menjadi berbagai jenis tas. Ini juga diharapkan mampu memberi inspirasi kepada para pengujung pekan amal untuk dapat melakukan proses ubah bentuk barang agar dapat menaikan kembali nilainya, alih-alih dibuang dan menjadi sampah.
Produk Nymphaea, tas hasil daur ulang dari bahan jeans bekas dijual di Pekan Amal Tzu Chi 2025. Karya ini merupakan hasil kreativitas anak-anak Teratai di bawah bimbingan para relawan.
Lily Brahma, koordinator tim anak teratai komunitas HeQi Barat 1, menceritakan awal mula keterlibatan anak-anak teratai melalui Nymphaea. “Berawal dari tahun 2023, kami mengadakan kelas tambahan Entrepreneurship setiap bulan dalam pertemuan anak asuh tingkat SMA. Dari situ, anak-anak mulai lebih percaya diri dan belajar cara mengembangkan produk serta teknik berjualan,” jelas Liliy.
Setahun kemudian, tambah Lily pada 2024, Bakti Amal Yayasan mengadakan lomba Teratai Cup untuk pertama kalinya. Tema lomba untuk anak SMA adalah membuat produk daur ulang. Dari situ terciptalah produk Nymphaea, tas daur ulang dari limbah jeans. Anak-anak berhasil keluar sebagai juara satu dalam lomba tersebut.
Sebagai koordinator, Lily bersama lima anggota tim mendampingi anak-anak mulai dari pencarian sponsor dan bahan, proses produksi, promosi, hingga pengiriman barang. “Saya dan tim bertugas mendampingi anak-anak dalam memproduksi Nymphaea. Ada yang membantu mencari sponsor, bahan, produksi, promosi, sampai pengiriman barang,” jelas Lily.
Melihat produk mereka habis terjual di hari pertama tentu membawa kebahagiaan tersendiri. “Kami sangat gembira. Anak-anak pun sangat antusias dalam berjualan,” ujarnya.
Semangat Relawan di Balik Layar
Di tengah semarak Pekan Amal Tzu Chi 2025 terselip kisah-kisah ketulusan yang tak tertangkap kamera. Mereka tak berada di atas panggung atau dalam sorotan utama, tetapi justru menjadi pilar tersembunyi yang menopang keberhasilan acara. Dari mengelap meja, membersihkan peralatan makan, memilah sampah, hingga menyambut tamu, semuanya dilakukan dengan sukacita dan semangat melayani.
Sejak pagi, stand makanan dipadati pengunjung. Banyak yang datang bersama keluarga, menikmati kebersamaan sambil beramal lewat setiap hidangan yang dibeli.
Salah satu pasangan relawan yang mencurahkan tenaga dan cinta kasih selama dua hari penuh adalah Rini (52) dan suaminya, Chandra Haryanto (52). Keduanya merupakan relawan dari He Qi Pluit dan telah bergabung dalam barisan abu putih sejak akhir tahun lalu. Bagi Rini, keterlibatan ini bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba, melainkan buah dari niat tulus yang telah lama tumbuh dalam dirinya.
Keinginan Rini untuk bergabung sebagai relawan sesungguhnya telah ada sejak 19 tahun silam, saat ia gemar menonton DAAI TV bersama keluarganya. Ceramah-ceramah Master Cheng Yen, khususnya yang menekankan bahwa menolong orang lain juga berarti menolong diri sendiri, begitu membekas dalam ingatannya. “Saya paling tertarik pada isi ceramah Master Cheng Yen, ‘Kita membantu orang lain berarti kita lagi bantu diri sendiri’,’” kenangnya. Namun kala itu, Rini masih harus fokus mengasuh buah hatinya yang masih kecil, hingga niat itu pun ia pendam sementara waktu.

Dengan tangan penuh sabun dan hati penuh cinta, relawan-relawan ini bekerja dalam diam untuk memastikan kebersihan dan kenyamanan pengunjung.
Seiring berjalannya waktu, secercah jalan baru terbuka ketika anak semata wayangnya memutuskan melanjutkan studi ke Jepang. Tak hanya menuntut ilmu, sang anak juga berkesempatan menjalin jodoh dengan Tzu Chi Jepang dan mendapatkan pendampingan dari relawan di sana. Dari negeri seberang inilah dorongan datang. “Anak saya yang malah mendorong kami untuk ikut bersumbangsih juga di Indonesia,” kisah Rini. Semangat anaknya itu menjadi penguat tekad yang telah lama bersemayam dalam hati.
Pada penghujung tahun 2024, Rini dan Chandra pun resmi mengenakan seragam abu putih dan mulai aktif sebagai relawan Tzu Chi Indonesia. Sejak saat itu, mereka ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan komunitas He Qi Pluit hingga mendukung berbagai misi kemanusiaan yang diemban Tzu Chi.
“Saat menerima peralatan kotor dan sampah daur ulang seperti botol, kami langsung memilah dan membersihkannya. Sampah organik seperti daun pisang dan sisa buah dibuang ke ember khusus, sementara sampah non-organik yang tidak bisa didaur ulang dimasukkan ke kantong hitam besar. Sampah yang bisa didaur ulang dipisahkan ke kontainer botol bersih dan botol kotor. Peralatan yang sudah dibersihkan juga dikumpulkan sesuai jenisnya, misalnya piring, mangkok, dan sendok-garpu dipisahkan dalam kontainer masing-masing,” jelas Chandra.
Di tengah kesibukan Pekan Amal Tzu Chi 2025, Chandra Haryanto bergotong royong bersama relawan lain dalam memilah sampah.
Tantangan terbesar menurut Chandra adalah menerima sampah yang tercampur dalam satu kantong plastik basah. Namun, yang paling menguatkan hatinya adalah melihat para relawan saling bahu-membahu dengan semangat dan kasih. Momen itu sangat berkesan baginya karena menumbuhkan rasa suka cita dalam menjalani tugas.
“Menjadi relawan bukan hanya bermanfaat bagi orang lain, tetapi juga mempererat hubungan kami sebagai suami istri. Kami jadi lebih bersyukur dan saling memahami,” ungkap Chandra. Kebahagiaan serupa juga dirasakannya bersama Rini saat mereka dapat berkontribusi bersama. “Senang bisa membantu bersama istri saya,” tambahnya.
Editor: Khusnul Khotimah