Kebahagiaan peserta mengikuti permainan Ice Breaking (Pemecah Suasana) dalam kegiatan Pelatihan Relawan Abu Putih Ke-3 yang diadakan Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Tangerang.
Pada Minggu, 27 April 2025, relawan Tzu Chi komunitas He Qi Tangerang mengadakan Pelatihan Relawan Abu Putih Ke-3 bertemakan “Dengan Keyakinan, Ikrar, dan Praktik dalam Melindungi Bumi dan Semua Makhluk” di Aula Xi Shi Ting, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Kegiatan yang diikuti 182 relawan ini bertujuan untuk memperdalam filosofi ajaran Master Cheng Yen.
Pelatihan dimulai dengan materi “Keteladanan Master Cheng Yen” yang disampaikan oleh Ketua Tzu Chi Tangerang, Johnny Chandrina. Dalam materinya, Johnny Chandrina secara garis besar menjelaskan tentang sejarah kehidupan Master Cheng Yen, bertemu Master Yin Shun dan ditahbiskan menjadi biksuni, serta mendirikan Tzu Chi pada 1966.
“Keteladanan Master Cheng Yen sangat menginspirasi muridnya, termasuk dalam empat prinsip dasar, yaitu dengan Ke Ji (Mengendalikan diri), Ke Nan (Mengatasi Kesulitan), Ke Qin (Giat), dan Ke Jian (Hemat). Master Cheng Yen juga menekankan pentingnya waktu dan kebijaksanaan dalam setiap tindakan. Melalui keteladanan dan semangatnya, beliau mengajarkan bahwa untuk menciptakan masyarakat harmonis, kita harus memulai perubahan dari diri sendiri dan menyebarkan kebaikan kepada orang lain,” jelas Johnny Chandrina.
Ketua Tzu Chi Tangerang, Johnny Chandrina menjelaskan materi tentang keteladanan dan semangat Master Cheng Yen kepada peserta pelatihan.
Relawan Komite Tzu Chi, Lenah menjelaskan Misi Pendidikan Tzu Chi yang berawal dari Misi Kesehatan Tzu Chi.
Materi kedua pelatihan disampaikan oleh relawan Komite Tzu Chi, Lenah dengan tema “Prinsip dan Filosofi Misi Pendidikan (Kelas Budi Pekerti).” Lenah menjelaskan Tzu Chi Tangerang juga memiliki program Kelas Budi Pekerti dengan materi yang terdiri dari pendidikan kehidupan, pendidikan jasmani, pendidikan karakter, pendidikan pelestarian lingkungan serta menekankan pada pendidikan karakter dan budi pekerti. “Pendidikan adalah sebuah misi untuk menyucikan hati manusia. Pendidikan yang sukses dapat memberikan harapan bagi masyarakat, serta mewujudkan kekuatan demi terwujudnya ketenteraman,” ujar Lenah.
Shelvi (43), salah satu relawan yang menjadi peserta dalam pelatihan ini juga membagikan perubahan yang dialami anaknya sejak bergabung Kelas Budi Pekerti dan peran orang tua sebagai pendamping ketika di rumah. “Kelas Budi Pekerti sangat baik karena membantu mengajarkan nilai-nilai positif untuk mengembangkan karakter, etika, dan kepribadian anak-anak, termasuk rasa empati, tanggung jawab sosial, dan kemampuan untuk berbuat baik sesama melalui ajaran dan praktik Tzu Chi. Namun, peran orang tua di rumah juga sangat penting dalam memberikan kasih sayang dan mengajarkan nilai-nilai baik agar anak-anak bisa bersikap dan berperilaku dengan baik,” ujar Shelvi.
Materi pelatihan dilanjutkan dengan pelestarian lingkungan yang dibawakan oleh Irawaty dengan tema “Prinsip dan Filosofi Misi Pelestarian Lingkungan”. Dalam materinya Irawaty menjelaskan tentang aktivitas manusia, termasuk peternakan hewan, melepaskan banyak gas rumah kaca ke atmosfer, yang pada gilirannya meningkatkan suhu global dan memicu perubahan iklim.
“Sebagai bagian dari upaya melindungi bumi, kita dapat memulai dengan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, seperti bervegetaris, menghemat energi dan air, membawa alat makan dan minum sendiri, serta menggunakan transportasi massal,” ungkap Irawaty
Dalam kesempatan ini, Irawaty juga memperkenalkan konsep 5R dalam pelestarian lingkungan: Rethink (Berpikir Ulang), Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan Ulang), Repair (Memperbaiki), dan Recycle (Mendaur Ulang).
Penampilan Shou Yu (Isyarat Tangan) “Huan Di Qiu Xing Fu De Xiao Lian (Kembalikan Wajah Bahagia Bumi)”, sebuah lagu yang menggambarkan pentingnya menjaga bumi dengan melakukan pelestarian lingkungan.
Pelatihan dilanjutkan dengan tema “Prinsip dan Filosofi Misi Budaya Humanis” yang disampaikan oleh Lie Lie Sioe. Misi ini bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan dan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari. “Prinsip Budaya Humanis Tzu Chi berlandaskan pada tiga nilai utama, yaitu Gan En (Berterima kasih), Zun Zhong (Menghormati), dan Ai (Cinta Kasih),” kata Lie Lie Sioe kepada peserta. Ia juga menjelaskan tentang etika berseragam, penampilan wajah, serta tata krama yang harus diikuti oleh para relawan Tzu Chi selama beraktivitas.
Lebih lanjut dalam kesempatan ini, Lie Lie juga menguraikan enam keistimewaan prinsip humanis Tzu Chi, yaitu senyuman Tzu Chi, melakukan sendiri – turun lapangan, rendah hati, penuh pengertian, berperilaku lembut, dan melaksanakan segala sesuatu dengan sepenuh hati. “Indahnya satu kesatuan ada pada pengendalian diri yang baik dari setiap individunya,” kata Lie Lie, mengutip perenungan Master Cheng Yen saat menutup materinya.
Pelatihan kali ini tidak hanya diisi dengan penyampaian materi, tetapi juga dimeriahkan dengan gelar wicara dari empat relawan inspiratif yang telah terlibat dalam misi pendidikan dan pelestarian lingkungan. Hoyan (49), berbagi pengalaman tentang perubahan dirinya, terutama dalam hal kesabaran, yang semakin terasa saat ia mengemban tanggung jawab sebagai DaAi Mama (pendamping murid Kelas Budi Pekerti).
“Dulunya saya cukup tegas dan galak kepada anak-anak saya, memaksa mereka untuk mengikuti keinginan saya. Namun setelah bergabung dengan Tzu Chi, saya menjadi lebih bijaksana, dengan lebih banyak memahami dan mendengarkan keinginan anak-anak terlebih dahulu,” ujar Hoyan.
Putri Wiejaya (tengah), membagikan kepercayaan dirinya yang meningkat dalam bersosialisasi semenjak bergabung dengan Tzu Chi.
Begitu pula dengan Putri Wiejaya (25), seorang DaAi Mama yang baru saja dilantik menjadi relawan Abu Putih Logo, juga berbagi kisah inspiratifnya. “Dulu saya termasuk orang yang introvert dan kurang suka bersosialisasi, terutama dengan orang yang baru saya kenal. Setelah bergabung dengan Tzu Chi dan mengikuti berbagai kegiatan, saya mulai belajar untuk bersosialisasi. Setiap hari saya merasa ada kemajuan, dan saya baru menyadari bahwa saya bisa berinteraksi dengan banyak orang,” ujar Putri.
Relawan lainnya, Teddy Austin (57) turut membagikan perubahan yang ia rasakan sejak bergabung dalam misi pelestarian lingkungan. “Dulu, saya sangat tidak peduli dengan sampah seperti botol air mineral, kardus, plastik, atau barang elektronik bekas. Setelah digunakan, saya langsung membuangnya begitu saja. Namun sejak aktif dalam misi pelestarian lingkungan, saya mulai memahami barang-barang apa yang bisa didaur ulang, dan kini saya rutin mengumpulkan sampah-sampah tersebut untuk dibawa ke depo pelestarian lingkungan setiap hari Rabu. Saya juga mulai mengedukasi teman-teman di kantor, keluarga, dan tetangga saya tentang pentingnya memilah sampah,” ungkap Teddy.
Tak kalah inspiratif, Woen Joek Woen (64), yang juga aktif dalam misi pelestarian lingkungan, menceritakan pengalaman pribadinya yang berhasil terbebas dari kecanduan merokok. “Dulu saya sangat kecanduan merokok. Di mana-mana, mulai dari perjalanan, bekerja, hingga tidur, rokok selalu ada di tangan saya,” kata Joek Woen. Namun, setelah bergabung dalam misi pelestarian lingkungan, ia mulai menyadari bahwa tidak ada satupun relawan di sekitarnya yang merokok. Hal inilah yang membuat dirinya merasa malu dan akhirnya memutuskan untuk berhenti merokok secara perlahan.
Foto bersama peserta dan panitia Pelatihan Relawan Abu Putih ke-3 Tzu Chi Tangerang di Aula Xi Shi Ting, Tzu Chi Center, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara pada 27 April 2025.
Pelatihan ini pun ditutup dengan pesan cinta kasih yang disampaikan oleh Wakil Ketua Tzu Chi Tangerang, Wey Alam. “Relawan Tzu Chi sangat beruntung dapat bersama-sama belajar dan menggarap ladang berkah yang disiapkan oleh Master Cheng Yen. Oleh karena itu, penting bagi setiap relawan untuk melatih diri dan mengasah kebijaksanaan, terutama dalam pendidikan dan budaya humanis, di mana peran kita sangat diperlukan untuk mengajarkan karakter yang bijak dan berbudaya,” ujar Wey Alam.
Editor: Arimami Suryo A.