Penantian Sebuah Rumah Impian

Jurnalis : Apriyanto & Juliana Santy , Fotografer : Anand Yahya
 
 

fotoUrbanus Toy merasa senang dan bersyukur saat rumahnya akan di bangun kembali menjadi sebuah rumah yang sehat dan layak huni.

“Jika Tuhan belum menghendaki, sekuat apapun kita bekerja maka kita takkan mendapatkan apa yang kita inginkan,” ungkap Tutik tegar menerima kenyataan hidup yang harus dihadapinya.

 

Urbanus Toy (53) dan Tutik Mintarsih (52) sudah puluhan tahun menempuh kehidupan bersama untuk mewujudkan sebuah keluarga yang damai dan berkecukupan, namun keinginan mereka untuk memiliki rumah yang layak belum juga terwujud karena upah yang didapat urbanus sebagai buruh di perusahaan perkapalan tidaklah besar. Ditambah lagi saat itu mereka memiliki sepasang bayi kembar bernama Teodora dan Teola yang secara tidak langsung menambah biaya hidup yang harus dikeluarkan kedua pasangan tersebut.

Sulitnya keadaan saat itu tidak membuat Tutik hanya berdiam diri dan pasrah menghadapi kenyataan hidup. Tutik pun memutuskan untuk membantu sang suami dengan bekerja sebagai tukang las di sebuah perusahaan perkapalan. Sejak saat itu perlahan-lahan kondisi ekonomi mereka mulai membaik  dan mereka pun mulai kembali berani mewujudkan angan-angannya untuk memiliki sebuah tempat tinggal yang layak bagi keluarga mereka.   

Penghasilan yang mereka dapat sebagian mulai disisihkan untuk membeli bahan bangunan guna memperbaiki rumah mereka. Namun kerja keras mereka tak semulus itu, karena banjir yang selalu terjadi setiap malam saat air laut pasang. Bahan bangunan yang telah mereka kumpulkan pun terpaksa digunakan untuk meninggikan halaman di depan rumah mereka agar air tidak lagi masuk ke dalam rumah. Mereka terus menguruk dan meninggikan halaman depan tersebut hingga setinggi satu meter dan menyebabkan rumah mereka pun semakin tertutup oleh tingginya urukan yang mereka buat. Di saat seperti itu, kondisi yang tak baik pun menambah kerisauan keluarga Urbanus, karena perusahaan tempatnya bekerja mengalami gulung tikar dan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja pada semua karyawaannya termasuk Urbanus.

foto  foto

Keterangan :

  • Sang istri, Tutik Mintarsih bekerja membantu suaminya menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai tukang las di sebuah perusahaan perkapalan. (kiri)
  • Inilah k eadaan rumah Urbanus saat dilakukan survei, setiap malam ia dan keluarganya harus bersiap-siap dengan banjir yang berasal dari air pasang laut. (kanan)

Sejak saat itu Tutik sang istri pun menjadi tulang punggung keluarga ini. Impian mereka untuk memiliki sebuah rumah yang layak huni pun pupus sudah. Namun keadaan sulit ini tidak membuat mereka menjadi putus asa, justru membuat mereka tetap tegar dan bersyukur menjalani hidup. Ketegaran mereka terbukti ketika mereka mampu menyekolahkan kedua anak mereka. Salah satu anak kini telah bekerja membantu menopang kehidupan keluarganya dan satu anak lagi melanjutkan panggilan jiwanya untuk masuk ke sekolah pelayanan misionaris di Bali. Tutik dan anaknya yang telah bekerja pun bekerja keras setiap hari agar tetap dapat terus membiayai sekolah sang anak. “Hidup ini jangan menyesal dengan keadaan, dengan keadaan begini, kita harus menerima dan sabar. Hidup sederhana, ada kelebihan sumbangkan untuk orang lain, biarpun kecil itu berharga untuk orang lain. Saat mendapat berkah kita harus berbagi berkah itu lagi dengan sesama, “ ungkap Tutik.

Di tengah kesabaran dan penantian, sebuah harapan datang pada saat Tzu Chi melakukan survei program Bebenah Kampung pada tanggal 27 November 2010 lalu. Relawan yang melakukan survei ketika itu melihat langsung kondisi rumah mereka yang masih semi permanen, selalu terendam banjir, dan beratap rendah. Maka Tzu Chi pun kemudian menjadikan rumah mereka sebagai salah satu rumah yang akan dibongkar dan kemudian dibangun kembali agar lebih layak, baik, dan sehat.

Hari itu, Sabtu 26 Maret 2011 adalah proses dimulainya pembongkaran rumah-rumah warga yang masuk dalam program Bebenah Kampung Tzu Chi  di Cilincing. Saat itu pembongkaran dilakukan oleh relawan Tzu Chi kepada 8 keluarga dari 40 keluarga yang berada di RW 3 dan 4 Kelurahan Cilincing, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

foto  foto

Keterangan :

  • Sejak awal pembongkaran rumahnya hingga pembangunan berlangsung, Urbanus juga ikut serta membantu didalamnya. (kiri)
  • Sudah sekitar dua bulan pembangunan berlangsung, kini angan-angan mereka memiliki sebuah hunian yang layak pun akan segera terwujud. (kanan)

Bersyukur untuk Setiap Berkah yang Diterima
Sebagai ungkapan rasa gembiranya, hari itu Urbanus tak henti-hentinya tersenyum dan menyebut kebesaran nama Tuhan. Karena itu, ketika rumahnya sedang dirubuhkan dan genting-gentingnya akan dihancurkan untuk timbunan lantai, Urbanus menolaknya dengan halus. Ia justru berkeinginan untuk menyumbangkan kembali genting-genting yang masih layak itu kepada tetangganya yang masih membutuhkan. ”Saya telah mendapatkan rezeki yang lebih, jadi saya juga mau kasih yang saya miliki kepada yang membutuhkan. Kayu atau genting yang masih bagus biarlah buat mereka,” katanya. Urbanus berkeyakinan bahwa apa yang ia peroleh adalah bagian dari rencana Tuhan. Karenanya ia pun harus melakukan kebaikan sebagai ungkapan rasa syukur. ”Karena rencana Tuhan tak ada yang tahu,” ungkapnya.

Dua bulan telah berlalu, perasaan bahagia terpancar dari raut wajah mereka tatkala melihat rumahnya kini sedang dalam tahap pembangunan dan hampir selesai. “Rumahnya sudah mau jadi, senangnya luar biasa,” ungkap Tutik sang istri. Ia bersyukur dipertemukan dengan Yayasan Buddha Tzu Chi. “Yayasan Buddha Tzu Chi seperti sosok ayah dan ibu bagi orang-orang yang kurang mampu, sama seperti seorang ayah dan ibu yang selalu mengasihi anaknya,” ujar Tutik. Mereka berharap saat rumah ini selesai dan sudah dapat mereka tinggali, kehidupan keluarganya  dapat menjadi lebih tertata, harmonis, dan mereka pun dapat menjadi lebih peduli terhadap sesama

  
 

Artikel Terkait

Pelestarian Lingkungan 30 Ibu Rumah tangga

Pelestarian Lingkungan 30 Ibu Rumah tangga

06 Oktober 2010 Oleh karena itu pada tanggal 25 Sep 2010, jam 7 pagi diadakan ramah tamah Yayasan Buddha Tzu Chi dengan warga Kompleks Perumahan Grawisa Jakarta Barat. Dalam acara ramah tamah ini disampaikan pentingnya memilah sampah untuk didaur ulang.
Perhatian untuk Tuna Grahita

Perhatian untuk Tuna Grahita

13 April 2010
Pagi itu, anak-anak tampak sangat gembira atas hadirnya relawan Tzu Chi. Beberapa di antara mereka bahkan langsung minta untuk bernyanyi bersama.
Mama Papa Kesayanganku

Mama Papa Kesayanganku

19 November 2018

Tidak perlu menunggu dewasa untuk menunjukkan bakti kepada orang tua. Minggu kedua, 11 November 2018, anak-anak budi pekerti Qin Zi Ban (kecil) Tzu Chi Pekanbaru, mempunyai kesempatan untuk menjaga dan melayani orang tuanya sebagai ungkapan bersyukur dan membalas budi orang tua.

Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -