Petani Terbaik, Benih Terbaik

Jurnalis : Sutar Soemithra , Fotografer : Sutar Soemithra
 
foto

* Hou Chin-jin, dosen pertanian Jiayi University, Taiwan, membagi ilmunya kepada para santri Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman Parung. Ia mengajarkan teknik pertanian yang efektif dan modern.

Selama 4 hari, tanggal 23-27 Juli 2008, para santri di Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor mendapatkan pengalaman berharga dalam bidang pertanian. Sebanyak 11 orang dari Jiayi University, Taiwan, memberikan pelatikan bercocok tanam dan langsung mempraktekkannya di tanah garapan yang berada di dalam lingkungan pondok pesantren pimpinan Habib Saggaf tersebut.

Rombongan dari Jiayi University tersebut terdiri dari 10 mahasiswa dan 1 orang dosen. Selain tentang pertanian, para mahasiswa tersebut juga mengajarkan tentang menyanyi dan melukis. Pelajaran pertanian diberikan kepada siswa Aliyah (SMA), sedangkan pelajaran menyanyi dan melukis untuk siswa Ibtidaiyah (SD) dan Tsanawiyah (SMP). Pelajaran pertanian dibagi dalam 2 sesi, pagi sebelum makan siang berupa teori di dalam kelas dan praktek dilakukan siang harinya setelah makan siang di lahan yang ada di dalam komplek pondok pesantren. Sedangkan pelajaran menyanyi dan melukis dilakukan di dalam kelas.

Bibit Unggul dari Taiwan
Para santri mengikuti instruksi Hou Chin-jin, dosen pertanian Jiayi University yang memimpin rombongan mahasiswa tersebut. Tanpa pengeras suara, ia memberi instruksi dengan lantang yang diterjemahkan oleh Sutanto, relawan Tzu Chi. Tanaman yang ditanam meliputi kacang panjang, kacang kedelai, jagung, dan kangkung. Bibit-bibit unggul tersebut dibawa langsung dari Taiwan. Pelajaran pertama pagi itu, 26 Juli, adalah menanam benih kacang kedelai. Sekitar 50 santri segera mengambil cangkul dan meratakan tanah. Setelah tanah rata, mereka membentangkan tali rafia dari satu ujung ke ujung yang lain. Ada 8 tali yang direntangkan dengan jarak antar tali sekitar setengah meter. Mereka kemudian membuat ceruk yang memanjang mengikuti tali tersebut. Maka terbentuklah pematang-pematang yang dipisahkan oleh ceruk selebar sekitar 20 cm yang berguna sebagai memisah antar pematang dan tempat mengalirnya air kelak.

Para santri kemudian menyiapkan ember berisi air beserta gayung. Mereka terbagi menjadi 8 kelompok sesuai jumlah pematang. Dalam satu kelompok terdapat 6 hingga 7 santri. Masing-masing kelompok mengerumuni pematang masing-masing dan mulai membuat lubang kecil menggunakan tangan. Dalam satu deret terdapat 3 lubang sejajar. Sekitar 20 cm berselang, 3 lubang lagi dibuat hingga ujung pematang. Di dalam lubang-lubang itu kemudian ditaruh 2 benih biji kacang kedelai yang secara khusus didatangkan dari Taiwan, lantas ditutup kembali dengan tanah dan ditekan-tekan agar tanah menjadi padat dan menutupi lubang kembali dengan rata. Langkah terakhir adalah menyiram lubang yang telah rata tersebut.


foto   foto

Ket : - Di bawah terik yang menyengat, para santri dengan antusias mengikuti semua pelajaran pertanian baik teori
           maupun praktek. (kiri)
         - Hou Chin-jin yakin apa yang ia ajarkan dapat bermanfaat bagi para santri, terlebih melihat antusiasme
           mereka dalam mengikuti pelajaran. (kanan)

Seusai istirahat dan makan siang, lahan kosong di depan masjid kembali dipenuhi santri yang mempraktekkan pelajaran yang telah mereka peroleh pada pagi harinya. Kali ini mereka menanam kacang panjang. Proses agak mirip dengan proses tanam kacang kedelai, yaitu dimulai dengan membuat pematang. Yang beda adalah di atas pematang tersebut dibuat tempat merambat kacang berupa tali yang dianyam seperti jaring tapi dengan lubang yang besar. Jaring tersebut dibentangkan secara vertikal diikatkan pada batang bambu.

Bagi Ismail, siswa kelas 3 Aliyah, selama ini memang kadang membantu orangtua memetik sayur-sayuran, namun baru kali ini ia menanam benihnya. “Seumur hidup saya baru alami, baru tahu bibit-bibit seperti ini,” katanya. Sebagai pemuda yang lahir dan besar di Depok yang tidak jauh dari kehidupan kota, Ismail tidak begitu tahu kerja keras petani. Setelah merasakan langsung betap sulitnya menjadi petani, terutama ketika harus berpanas-panasan, justru timbul keinginan di dirinya untuk menjadi petani. Menurutnya, “Sebenarnya ini (pertanian –red) modal utama untuk memajukan Indonesia.”

Polos dan Serius Belajar
Para mahasiswa Jiayi University tersebut rata-rata belum pernah menginjakkan kaki di Indonesia sebelumnya, terlebih menggarap tanah pertaniannya. Sepuluh mahasiswa yang masih muda tersebut berkulit bersih, bahkan hanya satu orang yang laki-laki, namun mereka tanpa canggung mengolah lahan pertanian dengan tangan, menyiram bibit, bahkan sesekali ikut mencangkul. Sesuatu yang sangat sulit ditemui di Indonesia. Mereka hanya melindungi diri dengan kain lengan panjang dan topi caping. Debu dan tanah mengotori badan dan wajah mereka yang basah kuyup oleh keringat. Tapi wajah mereka tetap memperlihatkan antusiasme. “Saya orangnya memang suka membantu orang. Lalu ada kesempatan pergi ke negara yang kurang maju dibanding Taiwan yang memang selama ini adalah cita-cita saya. Kebetulan belum pernah datang ke Indonesia, jadi saya manfaatkan kesempatan ini,” ujar Lily yang kini telah kuliah di tingkat 4 jurusan perkebunan di Jiayi University.

foto   foto

Ket : - Para santri banyak mendapatkan ilmu baru tentang pertanian selama pelatihan yang diajarkan oleh
           mahasiswa dan dosen Jiayi University. (kiri)
         - "Di sini senang, di sana senang. Di mana-mana hatiku senang," mahasiswa Jiayi University ini dengan fasih
           menyanyikan lagu berbahasa Indonesia padahal baru beberapa hari ia tinggal di Indonesia. (kanan)

Lily merasa kulitnya tidak terlalu putih sehingga tidak terlalu takut akan rusak terjemur matahari yang menyengat. “Kulit saya memang hitam jadi tidak apa-apa biarin saja kena matahari,” ucapnya sambil tertawa. Menurutnya, sebenarnya di Indonesia dan Taiwan panasnya sama saja. Ia dan juga mahasiswa yang lain setiap hari terlihat menikmati kesibukan mereka di Nurul Iman karena anak-anak mudah dekat dengan mereka, aktif mengikuti pelajaran, dan polos. Ia menambahkan, “Saya kaget melihat tempat tinggal mereka. Yang mereka makan semuanya membuat saya kaget. Semuanya ini saya belum pernah melihatnya. Tetapi saat saya membantu mengajar mereka, mereka belajar dengan serius, membuat saya terharu. Tingkah laku mereka yang lucu membuat saya merasa kali ini datang ke Indonesia adalah pilihan tepat.”

Begitu juga dengan Hou Chin-jin. Ia yakin apa yang ia dan mahasiswanya ajarkan akan bermanfaat bagi para santri Nurul Iman, terlebih melihat antusiasme para santri dalam belajar. “Murid-murid di sini semuanya senang belajar dan serius mendengarkan pelajaran. Kalau ada yang tidak mengerti, mereka langsung angkat tangan dan bertanya. Ini sangat bagus. Mereka semuanya juga sangat serius dan sungguh-sungguh dalam praktek. Saya percaya apa yang kami ajarkan pasti bermanfaat bagi mereka,” ucapnya yakin.

 

Artikel Terkait

Sebuah Perjalanan yang Membahagiakan

Sebuah Perjalanan yang Membahagiakan

24 Maret 2017

Para relawan Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mendapatkan pengalaman tak terlupakan saat mengikuti pelatihan calon komite di Tzu Chi Center Jakarta. Selain mendapatkan inspirasi dari pemateri, perjalanan menuju Jakarta dan kembali ke Karimun memiliki ceritanya sendiri.

Berkah Bagi Warga Kebondalem, Banjarnegara

Berkah Bagi Warga Kebondalem, Banjarnegara

27 Desember 2022

Warga Kebondalem, Banjarnegara, Jawa Tengah diliputi rasa sukacita karena relawan Tzu Chi Cabang Sinar Mas menyalurkan bantuan 10 ton beras, memberikan layanan kesehatan, sekaligus membangun 1.745 jamban.

Suara Kasih: Pelajaran dalam Berkontribusi

Suara Kasih: Pelajaran dalam Berkontribusi

07 Februari 2013 Kita juga dapat melihat di Indonesia. Bencana banjir di Indonesia kali ini sungguh sangat parah. Dari hari pertama banjir melanda hingga kini, insan Tzu Chi tidak henti-hentinya menyalurkan bantuan. Pemerintah setempat juga turut membantu dengan penuh kehangatan dan ketulusan.
Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -