Agus Herman dan Nur Faridah adalah salah satu dari 67 keluarga penerima bantuan renovasi rumah tak layak huni di Kelurahan Kopo, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung.
Di ujung lorong sempit, terdapat sebuah rumah yang dihuni oleh empat orang dalam satu keluarga. Sekilas, lorong tersebut tak terlihat karena padatnya permukiman di wilayah tersebut. Rumah yang minim pencahayaan dan jauh dari kata nyaman untuk dihuni itu menjadi satu-satunya tempat tinggal bagi Agus Herman dan Nur Faridah beserta anak-anak mereka.
Mereka adalah salah satu dari 52 keluarga di Kelurahan Kopo, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung yang menerima bantuan renovasi rumah tak layak huni melalui program Bebenah Kampung dari Tzu Chi Indonesia, bekerja sama dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman. Rumah mereka yang sempit dan berada di kawasan padat penduduk membuat Agus dan keluarganya setiap hari harus tidur dalam kondisi rumah yang lembap.
“Kayak gudang, banyak barang-barang berantakan, tembok-temboknya berjamur. Karena suhu udara, kalau hujan jadi dingin, ngaruh ke tembok, jadi jamuran. Kadang bagian atas rumah kayak mau roboh,” cerita Nur Faridah.
Relawan Tzu Chi menyerahkan kunci rumah kepada Nur Faridah sebagai tanda selesainya renovasi. Nur Faridah dan keluarganya tersenyum bahagia karena kini rumah mereka tak lagi membuat resah.
Agus Herman (kiri) bekerja sebagai buruh sablon. Penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak mampu merenovasi rumahnya.
Agus Herman, yang bekerja sebagai buruh sablon, penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan harian. Apalagi dengan anak-anak yang masih bersekolah, ia tak sanggup memperbaiki rumah mereka.
“Karena dari segi ekonomi pas-pasan, buat sehari-hari juga pas-pasan. Cuma dari segi biaya, jadi nggak bisa. Kalau saya sih kerja di sablon, cukup lah buat keluarga. Tapi kalau buat renovasi rumah, masih kurang,” ucap Agus Herman.
Tak hanya sempit dan lembap, atap rumah yang sudah lapuk juga menjadi momok yang menakutkan. Setiap malam mereka tidur dengan rasa was-was, takut atap rumah roboh dan mencelakai keluarga.
“Kalau malam, tidur jadi takut atapnya ambruk. Malahan kalau malam tidur itu ada rasa takut, takutnya atap roboh, terus kita celaka,” tambah Nur Faridah.
Namun, rasa takut itu berubah menjadi senyum kebahagiaan ketika rumah impian akhirnya terwujud. Pada Jumat, 25 Juli 2025, relawan Tzu Chi menyerahkan kunci rumah kepada 10 kepala keluarga di Kelurahan Kopo sebagai tanda bahwa rumah mereka telah selesai direnovasi.

Kondisi rumah Agus Herman sangat sempit dan gelap, tanpa celah untuk cahaya matahari masuk, membuat rumah terasa pengap dan tidak sehat.
“Alhamdulillah, senang banget. Campur aduk lah. Sekarang tidur juga bisa nyenyak, soalnya atapnya udah kokoh. Bangunannya juga bagus. Anak-anak juga senang. Malahan kemarin pas jadi, anak-anak tuh senang banget,” ungkap Nur Faridah dengan haru.
Memiliki rumah yang dulu hanya sekadar impian, kini menjadi kenyataan. Kebahagiaan ini bukan hanya karena memiliki rumah yang layak, tetapi juga karena kehidupan mereka menjadi lebih baik.
“Mayoritas rumah yang kita perbaiki itu atapnya bocor, temboknya basah, dan kayunya rusak. Warga jadi tidak bisa tidur, apalagi kalau hujan. Kita harap dengan renovasi ini, rumah-rumah tersebut jadi layak huni, sehat, dan bisa membuat penghuninya bekerja lebih baik,” harap Henking Wargana, Wakil Ketua Tzu Chi Bandung.
Saat ini, program renovasi tersebut masih terus berjalan untuk ribuan rumah lainnya dan menjadi harapan baru bagi banyak keluarga lainnya. Program Bebenah Kampung: Renovasi Rumah Tak Layak Huni yang digagas oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia bersama Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman ini menargetkan renovasi total sebanyak 500 rumah di Kota Bandung.
Editor: Metta Wulandari