Rumah Bodhisatwa

Jurnalis : Riani Purnamasari (He Qi Utara), Fotografer : Riani Purnamasari (He Qi Utara)
 
 

fotoXiao Pu Sa (Bodhisatwa Cilik) mengambil kartu tanda pengenal Kelas Budi Pekerti Tzu Chi yang dibantu oleh para relawan. Tanda pengenal ini berupa foto Xiao Pu Sa dengan salah satu mama atau papanya..

“Pada dasarnya setiap orang memiliki hati Bodhisatwa dan semangat serta kekuatan yang setara dengan Bodhisatwa.” (Master Cheng Yen)

Minggu pagi pukul 9 di Aula Jing Si Pantai Indah Kapuk (PIK), tampak dari jauh banyak tawa dan canda para Xiao Pu Sa (Bodhisatwa Cilik). Mereka memasuki ruangan kantin Aula Jing Si dengan gembira dan penuh semangat. Para Xiao Pu Sa kemudian beriringan dengan papa-mama mencari kartu tanda pengenal mereka. Para Xiao Pu Sa dididik untuk mandiri.

Dengan sigapnya mereka membersihkan sendiri tempat duduknya, kemudian bersama dengan para Shiqu, mereka membawa alas tersebut ke kelompok yang sudah dibagi. Ya, Kelas Qing Zi Ban (Budi Pekerti) akan segera dimulai.

Semua Harus Bekerja Sama
Dipandu oleh Yuli yang berasal dari Taiwan, Kelas Budi Pekerti dimulai dengan gerakan isyarat tangan yang berjudul “Sing Fu De Lian” yang berarti “Wajah yang Berbahagia”. Lagu ini menceritakan bahwa seorang anak sedang mencari kebahagiaan, lalu Papanya menerangkan bahwa kebahagiaan tidak usah dicari, karena kebahagiaan itu ada di dalam diri kita sendiri. “Kalau keinginan kita berkurang, maka kebahagiaan kita akan semakin bertambah,” ujar Karim Baharuddin, salah satu relawan yang ikut membantu Kelas Budi Pekerti hari itu.

Tema hari itu adalah “Rumah Xiao Pu Sa”. Yuli kemudian menjelaskan peraturan dari pembuatan rumah di tiap kelompok. “Rumah harus kokoh dan memiliki 3 tingkat yang harus dibuat. Caranya, setiap orang di rumah itu harus saling mengoper bahan bangunan rumah tersebut. Kalau jatuh, diulang lagi dari orang pertama. Semua orang harus bekerja sama.”  

foto  foto

Ket : - Seorang anak sedang membersihkan alas tempat duduknya. ini merupakan kebiasaan yang kemudian             dapat diterapkan di rumah. (kiri)
         - Indira Hemaputri Tando, membawa alas tempat duduknya bersama dengan seorang relawan             pendamping. (kanan)

Dimulai dari adanya meeting selama 15 menit, para keluarga di kelompok masing-masing menentukan dan membicarakan strategi yang akan dilakukan pada saat membangun “rumah” mereka. “Sepertinya mesti bikin lingkaran deh, yang tengah untuk bangun rumahnya,” ujar Henry Tando, salah seorang relawan 3in1 He Qi Utara pada putrinya yang mengikuti Kelas Budi Pekerti Tzu Chi.

Permainan pun dimulai dengan gembira. Indira Hemaputri Tando yang berada di tengah dari lingkaran, bertugas untuk menyatukan dan membangun sebuah rumah yang kokoh. Dengan cekatan, setiap kelompok memiliki cara masing-masing “membangun” berbagai bentuk rumah. “Aku senang banget tadi membangun rumah. Ternyata membangun rumah itu enggak gampang,” ujar Indira setelah selesai menunaikan tugasnya.

foto  foto

Ket: - "Sing Fu De Lian" adalah gerakan isyarat tangan yang menjadi favorit Kelas Budi Pekerti Tzu Chi. Lagu ini             menceritakan kebahagiaan seorang anak. (kiri).
         - Yuli, relawan yang juga menjadi pengajar di Kelas Budi Pekerti sedang menjelaskan peraturan dari             "pembuatan sebuah "rumah".  (kanan)

Menjadi Lebih Mandiri
Setelah selesai dibangun, masing-masing kelompok mengirimkan satu perwakilan yang kemudian ditukar dengan kelompok yang berbeda. Tugas mereka selanjutnya yaitu merobohkan rumah milik keluarga lainnya. Dengan semangat mereka berusaha merobohkan rumah-rumah tersebut. “Ada kejadian lucu, tadi ada seorang anak yang begitu bersemangat sekali untuk merobohkan rumah temannya. Tapi ada anak lainnya yang berbeda, dia merasa sayang sekali jika harus merobohkan rumah milik temannya. Hal ini membuktikan bahwa anak sekecil itu pun memiliki hati seorang Bodhisatwa,” ujar Yuli dengan penuh kegembiraan.

Kelas Budi Pekerti ditutup dengan sharing dari para orang tua. “Kami berharap, walaupun kami harus datang jauh-jauh dari Tangerang, anak kami dapat belajar mandiri dan menyayangi orang tua, bertanggung jawab dan nggak suka ngambek,” ujar Aseng dan Sumi yang sudah 2 kali mengantarkan kedua anaknya di Kelas Budi Pekerti.

“Aku sangat senang bisa belajar mengerjakan semuanya sendiri. Papa mendidik aku memang untuk mandiri, jadi aku nggak susah menyesuaikan diri,” terang Indira ketika sharing bersama temannya.

“Aku bisa robohin tuh, tapi sayangnya kuat bener,” canda Jotie, salah seorang Xiao Pu Sa yang dengan berani sharing di depan teman-temannya. Setiap orang memiliki hati, semangat, dan kekuatan yang setara dengan Bodhisatwa.

  
 
 

Artikel Terkait

Mewujudkan Rasa Syukur dengan Kegiatan Pelestarian Lingkungan

Mewujudkan Rasa Syukur dengan Kegiatan Pelestarian Lingkungan

26 Agustus 2022

Pagi itu tim relawan di komunitas Sunter telah berkumpul di Taman Kantor Sekretariat RW. 04, Sunter Metro. Mereka menggiatkan pemilahan sampah daur ulang untuk melestarikan lingkungan.

Sumbangsih Bagi Penjaga Lingkungan

Sumbangsih Bagi Penjaga Lingkungan

19 Maret 2015 Letkol Arm. Stefie Janeje, Dandim 0502/Jakarta Utara memberikan apresiasi kepada relawan Tzu Chi yang telah berpartisipasi menyediakan makan siang untuk para anggota TNI dan masyarakat yang telah membersihkan Kali Ciliwung.
Suara Kasih: Melihat Harapan di Dunia

Suara Kasih: Melihat Harapan di Dunia

03 April 2012 Lihatlah Kota Wagga Wagga yang berjarak hampir 700 kilometer dari Sydney. Dari akhir Februari hingga awal bulan Maret, kota itu dilanda bencana banjir yang besar. Setelah akses jalan kembali normal, insan Tzu Chi di Australia segera menyurvei lokasi bencana dan mempersiapkan pembagian bantuan.
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -