Sayangi Orang Tua Sebelum Terlambat
Jurnalis : Rangga Setiadi (Tzu Chi Bandung), Fotografer : Rangga Setiadi, Galvan (Tzu Chi Bandung) |
| ||
Kerasnya Hati “Saya benci Papa. Selama 20 tahun saking besarnya rasa benci, saya pernah bersumpah, suatu hari saat saya dewasa dan sukses saya akan membuang ia jauh–jauh dari hidup saya.Saya bandel luar biasa, nggak tau diri dan suka membangkang. Dan yang paling parah, saya berharap beliau meninggal secepatnya, agar saya bisa bebas dari semua penderitaan ini,” ungkap Dessy berkisah. Sikap membangkang itu terus mengakar dalam diri Dessy. Pelajaran mengenai cinta kasih dan bakti seorang anak yang diberikan oleh berbagai pemuka agama tidak mampu meluluhkan hatinya yang keras. “Banyak pemuka agama yang mengatakan bahwa seorang anak harus berbakti terhadap orang tua, tapi tidak satu pun ceramah dari mereka yang dapat menggugah hati saya,” katanya. Makna Mendalam dari Drama Sutra Bakti Seorang Anak
Keterangan :
Dessy pun mencoba saran tersebut, dan hasilnya di luar dugaannya. “Apa yang saya dapat, Papa menangis. Orang yang paling saya benci dalam hidup saya meneteskan air mata di depan saya. Saya bertanya–tanya pada diri saya, apa yang terjadi? Mengapa ia menangis? bukankah seharusnya ia tertawa karena saya kalah di hadapannya?” kenang Dessy. Setelah itu, perlahan Dessy mulai bersikap baik, tidak berbicara kasar dan berbohong pada ayahnya. Sikap berbakti kepada orang tua terus dipelajari oleh Dessy. Buku-buku agama menjadi santapannya untuk melakukan perubahan. Akan tetapi, Dessy tidak paham dengan Dharma (ajaran kebenaran –red) yang terdapat dalam buku-buku tersebut, terutama pada bagian Sutra Bakti Anak. Hingga pada akhirnya Dessy bergabung dalam barisan insan Tzu Chi dan mengikuti kegiatan Tzu Ching Camp 3 bulan Agustus 2008. Pribadi Dessy yang keras sontak berubah setelah bergabung dengan Tzu Ching. Dessy menyesali perbuatan dan pikiran negatifnya selama ini. “Meresapi Dharma kebenaran ke dalam hati yang beku. Hati mulai mencair, sakit sekali, hati benar-benar sakit rasanya, teriris-iris dari dalam,” ungkapnya. “Saya Menyesal”
Keterangan :
Pada suatu malam Dessy melihat ayahnya yang sedang kelelahan, Dessy pun mendekatinya dan memijat kepalanya. Keesokan harinya Dessy berencana untuk membacakan surat yang ditulisnya, dan mengungkapkan perasaan hati kepada kedua orang tuanya. Entah mengapa ada perasaan khawatir yang dirasakan Dessy terhadap ayahnya. Pesan untuk berjaga diri tidak lupa diucapkan Dessy sebelum kepergian ayahnya menuju tempat kerja. Dan sejak kepergiannya untuk mencari nafkah, ayah Dessy tidak pernah kembali untuk pulang. Beliau pergi untuk selamanya karena mengalami kecelakaan lalu lintas. Rencana membacakan surat cinta yang telah ditulis pada kegiatan Tzu Ching Camp tidak mungkin lagi dapat dilaksanakan. Keadaan ini benar-benar membuat Dessy terpukul dan menyesali perbuatannya. “Tubuh yang begitu besar yang menakutkan buat saya, sekarang sudah tidak ada lagi. Dalam sekejap saya nggak bakalan melihat senyum dia lagi. Saya nggak akan pernah bisa minta maaf. Jadi satu-satunya kesempatan saya tinggal satu, berbuat baik,” kata Dessy. Semangat untuk Berbuat Ini adalah langkah awal bagi Dessy untuk terus berkarya di Tzu Chi. Dan dengan adanya sharing pada kegiatan Drama Musikal Isyarat Tangan Sutra Bakti Seorang Anak di Bandung, merupakan hadiah yang ditujukan Dessy untuk almarhum ayahnya. “Sharing kali ini juga merupakan hadiah bagi Papa di sana. Bahwa saya akan terus bertumbuh besar, dan kuat, agar bisa membanggakan beliau. Dimulai dari vegetarian, pelestarian lingkungan dan pelayanan lainnya,” ungkap Dessy. | |||
Artikel Terkait

Suara Kasih : Menginspirasi Bodhisatwa Dunia
10 November 2010 Semua bencana berkaitan erat dengan manusia. Pikiran manusia yang penuh nafsu dan tak terkendali menimbulkan gangguan bagi keseimbangan alam. Inilah karma buruk kolektif semua makhluk.
Menjernihkan Batin di Hari Waisak
04 Juni 2014 Sama halnya dengan Medan dan daerah lain di Indonesia, kota Tebing tinggi juga membuat acara Waisak tahun ini pada tanggal 11 Mei 2014. Dalam prosesi pemandian rupang Buddha di Tzu Chi, ketika telapak tangan hadirin menyentuh air suci dan tubuh dibungkukkan 90 derajat untuk menghormati Buddha, ini melambangkan penghormatan paling tulus "bersujud di kaki Sang Buddha".