Suara Kasih: Makna Bulan Tujuh Penuh Berkah

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Jenny dan Hari Tedjo (Tzu Chi Surabaya)
 

Judul Asli:

Makna Bulan Tujuh Penuh Berkah

Bulan 7 Imlek adalah bulan bakti, bulan kebajikan, dan bulan penuh berkah
Seorang dewa menjelma menjadi penggembala demi membimbing keluarganya
Anak kecil mengimbau setiap orang untuk bervegetaris
Melindungi semua makhluk hidup demi ketenteraman hidup manusia

Setiap hari kita harus berdoa dengan hati yang paling tulus semoga dunia bisa aman dan tenteram serta bebas dari bencana. Akan tetapi, orang zaman sekarang setiap kali ada upacara tahunan, mereka akan mulai mempersiapkan persembahan mewah untuk bersembahyang. Bersembahyang memang baik, tetapi kita harus memiliki keyakinan benar. Karena itu,  belakangan ini kita bisa melihat insan Tzu Chi di seluruh Taiwan bergerak untuk mensosialisasikan arah keyakinan yang benar.

Bulan 7 Imlek adalah bulan bakti, bulan kebajikan, dan bulan penuh berkah. Sesungguhnya, kita hendaknya berbakti kepada orang tua setiap hari dan setiap saat, bukan menunggu hingga bulan 7 Imlek baru berbakti kepada orang tua. Ini tidak benar. Namun, di bulan 7 Imlek ini,  kita harus lebih giat mensosialisasikan cara berbakti kepada orang tua. Pada zaman Buddha hidup, saat Maudgalyayana merenungkan  dari mana kehidupannya berasal, beliau teringat pada ibunya. Berhubung mengetahui perbuatan sang ibu semasa hidup, Maudgalyayana sangat khawatir dengan buah karma yang akan diterima ibunya. Karena itu, Maudgalyayana  melakukan meditasi dan mendapati bahwa ibunya terlahir di alam setan kelaparan. Demikianlah kisah ini terus tersebar dan semakin terdistorsi sehingga orang-orang menganggap bahwa bulan 7 Imlek adalah Bulan Hantu dan bulan yang tidak baik. Banyak orang tidak ingin mengadakan acara di bulan 7 Imlek. Ini adalah takhayul dan pandangan keliru. Ada sebuah ungkapan berbunyi, “Langit melihat segala yang dilakukan manusia.”

Insan Tzu Chi sering mengulas tentang ketulusan, kebenaran, keyakinan, dan kesungguhan. Kita harus menggunakan hati yang tulus untuk menghadapi setiap orang dan masalah. Dengan demikian, “para dewa” yang melihat juga akan bisa merasakan ketulusan hati kita dalam menangani masalah dan  berinteraksi dengan orang. Selain itu, kita harus berbakti setiap saat. Jika pandangan orang tua menyimpang,  sebagai anak, kita harus  mengembangkan kebijaksanaan untuk membimbing orang tua  agar berperilaku benar. Itulah wujud bakti yang sesungguhnya. Jangan menunggu hingga orang tua telah tiada baru kita mengadakan upacara  untuk melimpahkan jasa bagi mereka.

Sebenarnya, berkat karma baiknya sendiri, sang suami telah terlahir di alam dewa. Ketika melihat anggota keluarganya di alam manusia terbelenggu oleh kebodohan,  dia merasa tidak tega. Karena itu, dia menjelma menjadi seorang anak penggembala.  Saat seekor sapi meninggal, anak penggembala itu terus menggoyangkan tubuh sapi itu dan memintanya hidup kembali. Dia bahkan memotong rumput di sekitar kuburan dan meletakkannya di samping kepala si sapi dengan harapan sapinya bisa memakannya. Dia pun menangis tersedu-sedu dan meminta sapinya hidup kembali. Ratapannya menarik perhatian orang di sekitar. Orang-orang mendekat dan mengatakan kepadanya,  “Mengapa kamu begitu bodoh? Sapinya sudah mati,  tidak ada gunanya kamu menangis di sini.” Dia mengangkat kepalanya dan menjawab, “Saya tidak bodoh. Jika cara saya ini tidak benar, bagaimana dengan kalian? Setelah anggota keluarga kalian meninggal dan dimakamkan, kalian masih tetap menangis di sini. Setiap hari kalian membunuh banyak hewan untuk dipersembahkan kepadanya agar hidupnya bisa lebih baik. Sesungguhnya, apakah itu berguna?”

Semua orang terkejut mendengarnya. Mereka merasa perkataan anak ini benar. “Anak sekecil ini bisa memahami prinsip ini, mengapa kita tidak mengerti?” Lalu, anak itu berubah ke wujud aslinya dan mengatakan, “Saya adalah ayahmu. Saya sudah terlahir di alam dewa. Setiap hari kalian membunuh hewan, itu hanya akan menambah karma buruk kalian. Sesungguhnya,untuk memperoleh berkah, kita harus menciptakan berkah sendiri. Sekarang saya terlahir ke alam dewa. Semua persembahan kalian tidak bermanfaat bagi saya. Saya sendiri yang menuai buah dari benih yang saya tanam. Karma buruk yang kalian ciptakan juga akan ditanggung oleh kalian sendiri.”

Jadi,sebagaimana benih yang ditanam, demikianlah buah yang akan kita tuai. Jika setiap orang bisa mengerti prinsip ini, apakah mereka masih akan membunuh hewan untuk dijadikan persembahan? Setelah memahami prinsip ini, mereka tak akan melakukan hal seperti itu lagi.

Kita harus membuat setiap orang memahami hal ini. Lihatlah gadis kecil ini. Saat berumur 3 tahun, dia mendengar bahwa setiap hewan memiliki nyawa, lalu dia pun mulai bervegetaris. Dia tidak memakan daging hewan lagi. Dia bahkan berkata kepada orang lain, Jika orang yang memakan daging hewan, hewan itu akan datang mencarinya di malam hari. Ya, memang benar. Sebab dan akibat selalu beriringan. Hewan yang dibunuh juga memiliki nyawa. Saat berkah habis dinikmati,  kita tetap akan menerima buah karma buruk. Singkat kata,  pembunuhan terhadap makhluk hidup telah menciptakan karma buruk kolektif. Karena itu, begitu bencana terjadi, banyak orang yang merasakan akibatnya. Ini adalah siklus yang sangat menakutkan yang disebut hukum sebab akibat. Karena itu, Buddha mengajarkan kepada kita untuk menghormati kehidupan dan berterima kasih terhadap  setiap orang yang berjasa pada kita. Bukan hanya terhadap manusia, setiap makhluk di dunia ini juga berjasa terhadap kita. Juga mempunyai budi terhadap kita. Karena itu, kita harus bersungguh hati dan menjalani setiap hari dengan rasa syukur, hormat dan cinta kasih. Karena itu, kita harus bersungguh-sungguh setiap saat.

Baiklah. Singkat kata, dalam menyambut bulan 7 Imlek, kita harus bervegetaris dan berdoa dengan tulus. Dengan mengubah pola pikir, maka setiap hari adalah hari baik dan segala sesuatu akan berjalan dengan lancar. Inilah yang bisa dilakukan oleh kita semua. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )

 
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Hidup Rajin dan Hemat

Suara Kasih: Hidup Rajin dan Hemat

10 Mei 2012 Himpunan donasi dari setiap orang bagaikan butiran padi yang memenuhi lumbung dan tetesan air yang membentuk sungai. Dengan menghimpun semangat dan donasi, kita bisa membantu banyak orang.
PAT 2019: Berbagi Sukacita dalam Pemberkahan Akhir Tahun di Tanjung Pinang

PAT 2019: Berbagi Sukacita dalam Pemberkahan Akhir Tahun di Tanjung Pinang

16 Januari 2020

Acara Pemberkahan Akhir Tahun 2019 kembali diselenggarakan di Tzu Chi Tanjung Pinang pada Minggu, 5 Januari 2020. Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 250 tamu undangan dan 67 relawan Tzu Chi.

Belajar Budaya Humanis di Sekolah

Belajar Budaya Humanis di Sekolah

22 Agustus 2016

Kamis, 18 Agustus 2016, Yayasan Pendidikan Murni Padang mengadakan kunjungan ke Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Kunjungan ini dalam rangka pengenalan dan pembelajaran tentang pengajaran dan budaya humanis di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng.

Jika menjalani kehidupan dengan penuh welas asih, maka hasil pelatihan diri akan segera berbuah dengan sendirinya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -