Secercah Harap untuk Husnul

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 

fotoDi rumah yang sangat sederhana inilah Husnul (baju merah) tinggal bersama kedua orangtua dan 5 orang adiknya di Kampung Perigi, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.

 

 

Usia 13 tahun bagi seorang gadis mestinya menjadi saat-saat yang penuh “warna” dan keceriaan. Tapi tidak demikian bagi Husnul, gadis yang mengalami cacat bibir sumbing sejak lahir. Meski awalnya sempat bersekolah seperti anak-anak lainnya, akhirnya saat duduk di bangku kelas IV SD, Husnul memilih mengundurkan diri dari sekolah karena tak tahan dengan ejekan teman-teman sebaya, khususnya anak laki-laki. “(Husnul) nggak mau sekolah lagi, padahal gurunya sayang sama dia,” kata Nana, sang ibu, saat dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Khusus Bedah (RSKB) Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat.

 

 

 

Di usia yang baru menginjak 27 tahun, Nana telah melahirkan 8 anak –dua diantaranya meninggal dunia. Sementara suaminya, Jaja, baru berusia 34 tahun. Pasangan ini memang menikah dalam usia yang masih sangat muda, Jaja 19 tahun dan Nana saat itu baru berusia 11 tahun. Sebenarnya Husnul adalah anak kedua, tapi karena anak pertama meninggal dunia, kini Husnul yang menjadi anak tertua.

Dengan pendidikan dan keterampilan yang minim, maka Jaja pun tak punya banyak pilihan untuk bekerja. Ia lebih banyak bekerja sebagai buruh serabutan. “Kalo ada teman (supir) yang ngajak, ya jalan. Kalo nggak ya di rumah,” jawabnya ringan. Karena penghasilannya yang tak menentu, Jaja dan istrinya harus pintar-pintar menyiasatinya agar kebutuhan enam anaknya terpenuhi. “Kalo dapat penghasilan lumayan, ditabung untuk jaga-jaga kalo besok nggak ada kerjaan,” terang Jaja, yang berpenghasilan rata-rata Rp 20-30 ribu per hari.

Dua Kali Daftar, Dua Kali Pula Gagal
Rabu, 28 Oktober 2009, Acun, relawan Tzu Chi menjemput Nana di rumahnya di Kampung Perigi, Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, untuk mengikuti screening baksos kesehatan Tzu Chi yang rencananya akan diadakan pada tanggal 21-22 November 2009. “Selain kendala transportasi yang sulit, mereka juga tidak memiliki (cukup) uang untuk mengantar anaknya berobat jauh,” kata Acun beralasan. Selain jarak tempuh yang jauh –hampir 3 jam– ke Jakarta, jalan menuju tempat tinggal keluarga ini juga sulit ditempuh lantaran jalan yang belum beraspal. Jalan yang berbatu dan becek ketika hujan ini otomatis mempelambat laju perjalanan kami. Tidak ada angkutan umum yang masuk, sehingga harus menggunakan ojek untuk sampai ke jalan raya utama yang membelah wilayah Tangerang dan Bogor.

foto  foto

Ket: -Hok Cun, relawan Tzu Chi yang tanpa sengaja bertemu dengan Husnul dan keluarganya. Kepada Hok Cun,            orangtua Husnul memohon bantuan pengobatan kepada Tzu Chi. Rabu, 28 Oktober 2009, Hok Cun            menjemput Husnul untuk menjalani screening Baksos Kesehatan Tzu Chi. (kiri).
        - Para kerabat, keluarga, dan tetangga pun turut mengantar kepergian Husnul yang akan menjalani                              pemeriksaan kesehatan (screening) di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng, Jakarta Barat.  (kanan)

Begitu sampai di mulut rumah, beberapa tetangga yang masih kerabat Husnul langsung mengerumuni kami. Kondisi rumah dan lingkungan tempat tinggal Husnul memang sangat memprihatinkan. Berdinding bilik, dan hanya sebagian ruangan saja yang lantainya disemen. Sisanya masih berlantai tanah. Di rumah yang sangat sederhana dan tak begitu besar inilah Jaja dan Nana beserta keenam anak mereka tinggal. Sebuah tungku yang terbuat dari tumpukan bata merah terlihat di depan serambi rumah yang juga berfungsi sebagai dapur. Meskipun telah mendapatkan kompor dan tabung gas elpiji dari pemerintah, tapi Nana memilih menggunakan kompor tradisional ini. “Takut, lagipula kalo pake kayu nggak perlu beli,” katanya beralasan. Jadi bukannya kedua orangtua Husnul tak sayang padanya jika tak membawa Husnul ke rumah sakit, tapi kemiskinanlah yang membuat kedua orangtuanya seolah tak berdaya untuk menyembuhkan putrinya.

Tapi bukan tanpa usaha pula Jaja dan Nana menyikapi ini. Dua kali Jaja pernah mendaftarkan putrinya dalam pengobatan gratis untuk pasien bibir sumbing. Dua kali mencoba, dua kali pula semuanya kandas. “Yang pertama itu dah sempat dibius segala, tapi datang dokter spesialis anak yang bilang kalau Husnul ada penyakit paru-paru jadi ditunda dulu,” terang Jaja. Yang kedua, kegagalan justru terjadi lantaran masalah administrasi. “Waktu itu yang datang (mau memberi bantuan) bilang langsung aja ke rumah sakit nggak usah bawa surat-surat, langsung operasi. Tapi begitu datang, saya ditanyain KTP, KK, dan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). Dikasih waktu sampe jam 11, padahal lokasinya jauh. Jadi nggak keburu,” keluh Jaja.

Dan kali ini, Jaja dan Nana menaruh harapan besar agar putrinya bisa dioperasi dalam baksos kesehatan Tzu Chi. “Mudah-mudahan bisa operasi ya, biar cantik,” kata Maryamah, sang nenek berdoa. Oleh Acun dijelaskan bahwa kedatangan mereka ke RSKB Cinta Kasih Tzu Chi adalah untuk melakukan pemeriksaan kesehatan Husnul terlebih dahulu. “Nanti diperiksa dulu dan dicek darah. Nanti kalo ada kendala lain ditunda, semua itu tergantung dokter, kalau dokter bilang bisa, ya bisa,” kata Acun.

foto  foto

Ket: -Dokter memeriksa kondisi bibir sumbing Husnul. Menurut dokter, kondisi Husnul terbilang parah dan            memerlukan beberapa kali operasi. Untuk tahap awal, rencananya dokter akan mengoperasi bagian            luar bibir Husnul. (kiri).
        - Eva Wiyogo, relawan Tzu Chi memberikan dorongan semangat dan perhatian kepada Husnul yang tampak           pendiam dan pemalu. "Kamu harus percaya diri, nggak usah minder," kata Eva.  (kanan)

Tak Sabar Menunggu “Hari”
Tepat pukul 12.00, kami pun tiba di RSKB Cinta Kasih Tzu Chi. Ruang aula lantai 3 yang dijadikan tempat pemeriksaan sudah tampak lengang. Hanya 1-2 pasien saja yang tersisa. Eva Wiyogo, relawan Tzu Chi menyambut Husnul yang ditemani ibu dan neneknya untuk menjalani pemeriksaan. Pertama kali yang dilakukan Eva adalah membuat Husnul merasa nyaman dan percaya diri. “Kamu nggak boleh pemalu, pede aja ya. Nanti kalo dah dioperasi juga cantik,” hibur Eva. Untuk pertama kalinya, kami pun bisa melihat Husnul tersenyum.

“Kamu lagi sakit atau punya sakit paru-paru nggak?” kata Eva menebak. Eva merasakan detak jantung Husnul begitu kencang saat memegang punggung Husnul. Husnul yang pemalu itu pun mengangguk. Atas saran dokter, siang itu pula dilakukan rontgen paru-paru. Beruntung, hasilnya cukup menggembirakan. “Bagus, kamu bisa dioperasi, tapi bagian luarnya saja dulu ya, untuk bagian dalam (penanganan gusi –red) itu harus menunggu lagi,” kata dokter. Wajah Husnul, Nana, dan Maryamah pun tersenyum. Siang itu, sebuah harapan kembali terbuka. Bukan hanya bagi Husnul, tapi juga bagi seluruh anggota keluarganya. “Harapan saya kalau dah sembuh, bisa cantik lagi,” kata sang nenek. Sementara ibunya berharap jika telah pulih dan normal seperti anak-anak lainnya, Husnul mau untuk bersekolah lagi. “Ya biar percaya diri aja, kan kasihan kalau masih terus seperti ini kondisinya. Gimana nantinya kalau besar nanti,” kata Nana prihatin setengah berdoa.  

 
 

Artikel Terkait

Menjadi Orang Tua Teladan yang Berbakti Pada Orang Tua

Menjadi Orang Tua Teladan yang Berbakti Pada Orang Tua

18 Desember 2017
Orang tua selalu berharap anaknya bisa menjadi anak yang baik, berbakti, pintar, dan bijaksana. Lalu apakah sebagai seorang anak, apakah orang tua sudah menjadi anak yang berbakti dan anak yang baik untuk ayah dan ibu masing-masing? Perayaan Hari Ibu di TK Cinta Kasih Tzu Chi pada Jumat, 15 Desember 2017 mengingatkan setiap anak untuk berbakti pada orang tua.
Memupuk Benih Baik dengan Berdana

Memupuk Benih Baik dengan Berdana

07 Juli 2015

Satu bulan lebih bencana telah berlalu, Nepal yang kini telah memasuki fase pemulihan masih tetap membutuhkan uluran bantuan dari para donatur untuk membantu memulihkan Nepal. Oleh karena itu penggalangan dana peduli Nepal terus dilakukan oleh Yayasan Buddha Tzu Chi. 

Sebuah Cahaya Pelita

Sebuah Cahaya Pelita

10 Oktober 2011 Para relawan yang ingin membantu kegiatan Baksos Kesehatan di Padang ini berkumpul di Bandara Soekarno - Hatta pada jam 9 pagi lalu berangkat ke Padang pada pukul 11.20 WIB. Satu jam lima menit lamanya perjalanan untuk dapat sampai di Bandara International Minangkabau, Padang.
Setiap manusia pada dasarnya berhati Bodhisatwa, juga memiliki semangat dan kekuatan yang sama dengan Bodhisatwa.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -