Sehat Badan, Sehat Lingkungan

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Hadi Pranoto
 
 

fotoNuriati dan Ngu Suei dengan mengendarai motor mengambil dan mengumpulkan sampah-sampah daur ulang milik relawan Tzu Chi dan warga lainnya di sekitar Jelambar, untuk dikumpulkan di rumahnya sebelum diambil mobil daur ulang Tzu Chi.

Hujan gerimis yang membasahi hampir seluruh wilayah Jakarta, tidaklah menyurutkan niat Nuriati Jusrawati dan rekannya Ngu Suei untuk melakukan tugas rutin mereka. Ya, setiap hari Rabu, kedua relawan Tzu Chi ini memang punya tugas unik, menjemput “emas”. Dengan berbekal karung besar dan sepeda motor bebek, keduanya meluncur membelah jalan raya, menyusuri gang demi gang untuk menjemput “emas-emas” itu.

Mengubah Sampah Menjadi Emas
“Emas” yang dimaksud bukanlah emas yang sering dijadikan perhiasan, tapi emas ini adalah sampah-sampah daur ulang yang jika dikumpulkan dan diolah dengan benar akan memiliki nilai jual atau berharga seperti layaknya sebuah emas. Ya, Tzu Chi memang memiliki moto: “Mengubah sampah menjadi emas, dan emas menjadi cinta kasih”.

Hal inilah yang mendorong para relawan Tzu Chi, termasuk Nuriati dan Ngu Suei untuk mengumpulkan, memilah, dan memanfaatkan sampah-sampah daur ulang. Tidak hanya mengumpulkan dari tetangga dan lingkungan tempat tinggal mereka, Nuriati yang sejak tahun 2006 bergabung di Tzu Chi ini juga mengambil dan mengumpulkan sampah-sampah daur ulang dari beberapa toko dan rumah di wilayah Jelambar dan sekitarnya. “Donatur (daur ulang) saya sekarang dah ada 12 orang lebih. Mulai dari rumah tangga, pemilik toko, sampai ke warnet dan rental-rental,” terang Nuriati.

foto  foto

Ket : - Menyusuri lorong demi lorong dilakukan Nuriati dan Ngu Suei demi mengumpulkan sampah daur ulang             dari warga di sekitar tempat tinggalnya. (kiri)
       - Lili yang sejak tahun 2000 membuka usaha (play station) ini mengaku mulai tergerak untuk             menyumbangkan sampah daur ulang ke Tzu Chi pada dua tahun silam. (kanan)

Mengumpul dari Pengumpul
Tempat pertama yang disambangi Nuriati dan Ngu Suei adalah sebuah sebuah perusahaan ekspedisi yang berada di Jl. Jelambar Baru No. 36, Jakarta Barat. Begitu motor yang dikendarai Nuriati tiba di depan, sang pemilik dengan sigap langsung mengambil karung-karung berisi sampah plastik maupun kardus dan membawanya keluar. Dalam hitungan menit, dua buah karung besar itu berpindah ke tangan Ngu Suei.

Liana, sang pemilik perusahaan ekspedisi yang juga relawan Tzu Chi ini pun kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya. “Dulu sampah dibuang-buang aja. Sekarang dah nggak, saya bilangin ke teman-teman untuk kumpulin sampah daur ulangnya, dan akan saya ambil jika sudah penuh,” katanya. Wanita yang pernah bekerja di Jepang ini bahkan terbilang ”nekad” melobi para pemilik toko di sekitar tempat usahanya untuk mengumpulkan sampah daur ulang. “Untuk mengurangi polusi, agar lingkungan kita bersih dan untuk sumbang DAAI TV juga,” katanya beralasan. Dalam seminggu, cukup banyak sampah yang terkumpul di tempat Liana, dan tugas Nuriatilah untuk menjemputnya dan mengumpulkan di rumahnya bersama sampah-sampah lainnya untuk diambil mobil daur ulang Tzu Chi seminggu sekali.

foto  foto

Ket : - Seminggu sekali, Nuriati dan Ngu Suei mengambil sampah dari rumah para donaturnya. (kiri).
         - Teras rumah Nuriati selalu penuh dengan sampah. Namun ia dan keluarganya tak merasa terganggu             karena sampah-sampah ini tidak berbau (kering).   (kanan)

Setelah mengucap salam dan berterima kasih, Nuriati dan Ngu Suei pun melanjutkan tugas mereka. Dengan dua karung di tangan kanan dan kiri Ngu Suei, Nuriati tetap lincah mengendarai sepeda motornya menuju rumahnya. Lima menit perjalanan, tibalah mereka di rumah. Kedua karung sampah itu pun segera ditaruh dan disusun bersama tumpukan sampah lainnya di depan rumah Nuriati.

Tugas belum selesai. Nuriati kembali men-starter motornya, dan Ngu Suei pun tetap setia di bangku belakang. “Sasaran” mereka kali ini adalah sebuah rental play station yang banyak dikunjungi anak-anak dan remaja. “Di tempat ini banyak gelas-gelas plastik dan kardus minuman,” kata Nuriati dan diamini Ngu Suei. Sama seperti di tempat sebelumnya, begitu motor berhenti, Lili – pemilik rental – segera masuk ke dalam. Tak berapa lama, Lili telah membawa sekarung besar berisi gelas-gelas plastik bekas minuman para pengunjungnya. Di sampingnya juga telah disiapkan setumpuk dus tempat minuman. “Kalau dulu sampah ini saya buang begitu aja, biar pemulung yang ambil. Tapi, belakangan saya lihat kalau di Tzu Chi (dari siaran DAAI TV), sampah-sampah ini bisa digunakan untuk membantu orang-orang yang sakit dan kurang mampu.

foto  foto

Ket : - Dengan sepeda motor, keduanya lincah menyusuri jalan. "Tidak berat, kan ini sampah-sampah plastik,"             terang Nuriati. (kiri).
        - Setiap hari Rabu, mobil daur ulang Tzu Chi mengambil sampah daur ulang dari rumah Nuriati. (kanan)

Lili yang membuka usaha sejak tahun 2000 ini mengaku mulai tergerak untuk menyumbangkan sampah daur ulang ke Tzu Chi sejak dua tahun silam. Waktu itu, Lili yang satu wihara dengan Nuriati merasa tertarik dengan cerita-cerita Nuriati selepas mengikuti kegiatan-kegiatan sosial di Tzu Chi. “Saya kalau ikut kegiatan (Tzu Chi) kan nggak bisa, jadi ya lewat cara seperti ini saya berpartisipasi. Nggak bisa sumbang tenaga, ya sumbang ini aja,” jelas Lili, “lagipula kalau dijual uangnya nggak seberapa, kalau dikumpulkan oleh Tzu Chi kan uangnya jadi lebih banyak untuk dapat dipakai untuk membantu sesama.”

Lili pun tidak merasa telah merampas rezeki para pemulung yang biasa memungut sampahnya. “Rezeki orang kan ada masing-masing. Dibuang kemana pun, yang penting sampah ini bisa dimanfaatkan banyak orang dan juga turut berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan,” tegas Lili.

Bukan Malu, Tapi Bangga
Sebagai relawan daur ulang, Nuriati yang sejak 4 tahun silam aktif di Tzu Chi ini tidak merasa malu jika harus terlihat mengambil dan membawa sampah daur ulang ke rumahnya. “Bukan malu, tapi justru bangga. Bahkan, banyak tetangga yang karena tahu saya mengumpulkan sampah daur ulang untuk Tzu Chi, mereka juga ikut partisipasi. Kalau saya pas lagi nggak ada, mereka langsung masukin aja ke pagar rumah saya,” jelas Nuriati.

Ibu dua anak ini juga tidak keberatan dan merasa risih dengan banyaknya sampah yang menggunung di teras rumahnya. “Nggak mengganggu. Sampah-sampah ini nggak bau karena kan semuanya sampah kering: kertas, botol plastik dan kardus. Saya nggak masukin sampah yang basah,” terangnya. Suami dan kedua anaknya pun seolah memahami keinginan istri dan ibu mereka, “Suami dan anak-anak nggak keberatan.”

Di usianya yang telah menginjak 54 tahun, Nuriati merasa bahwa kegiatan daur ulang ini juga sangat baik untuk kesehatannya. “Ketimbang di rumah nggak ngapa-ngapain, mendingan juga seperti ini, ada olahraganya, ada keluar keringat. Ketimbang duduk dan diam saja badan malah jadi sakit,” ungkapnya. Entah sampai kapan Nuriati akan terus mengumpulkan sampah daur ulang, menjadi orang yang turut andil dalam pelestarian dan menjaga lingkungan, sekaligus berpartisipasi membantu orang lain yang membutuhkan. “Pokoknya selama saya masih sehat, saya akan terus (pergi) daur ulang,” tegas Nuriati.

  
 
 

Artikel Terkait

Raut Wajah yang Polos dan Bahagia

Raut Wajah yang Polos dan Bahagia

08 Januari 2014 Relawan Tzu Chi komunitas He Qi Barat Hu Ai Kebon Jeruk dan Hu Ai Cengkareng kembali melakukan kunjungan kasih ke Komunitas Anak Langit di tepian Sungai Cisadane.
Berlatih Menyebarkan Kebaikan

Berlatih Menyebarkan Kebaikan

17 Januari 2020

Kelas Budi Pekerti Tzu Chi Pekanbaru yang diadakan pada 5 Januari 2020 terasa berbeda dari biasanya karena diadakan di luar ruangan. Kesempatan itu mereka gunakan untuk membagikan dui lian di daerah Perumahan Jondul, Kota Pekanbaru.

Kehidupan masa lampau seseorang tidak perlu dipermasalahkan, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalankan kehidupannya saat ini.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -