Semangat Cinta Kasih Waisak

Jurnalis : Metta Wulandari, Teddy Lianto, Fotografer : Anand Yahya, Metta Wulandari
 
 

foto
Prosesi peringatan Hari Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia berlangsung khidmat, Minggu (12/5/13) sore.

Salah satu hal yang melatar belakangi terbentuknya Yayasan Buddha Tzu Chi adalah adanya cinta kasih yang luar biasa besarnya. Namun dengan cinta kasih saja belumlah cukup apabila semangat dan niat untuk membantu sesama tidaklah ada. Semangat untuk menyebarkan cinta kasih itulah yang dimiliki oleh Tzu Chi, sejak Tzu Chi terbentuk hingga usianya ke-47, semangat menyebarkan cinta kasih Tzu Chi bagaikan bola salju di mana sekali ia digelindingkan semakin lama akan semakin bertambah besar.

 

Semangat cinta kasih ini juga terbawa hingga Indonesia yang begitu nampak dalam perayaan Waisak yang dilaksanakan pada minggu ke-2 bulan Mei (12/5/13) malam kemarin. Begitu banyak peserta yang menghadiri acara peringatan Waisak, Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia ini. Terhitung sebanyak 3500 peserta berbaris rapi di lapangan teratai untuk mengikuti prosesi pemandian Buddha rupang. “Total peserta 3500 (panitia dan peserta). Murid-murid Pesantren Nurul Imam juga hadir sebagai panitia, membantu kelancaran prosesi acara,” ujar Suriadi Shixiong.

Lebih lanjut, Suriadi Shixiong sedikit memberikan penjelasan mengenai formasi barisan yang membentuk daun bodhi yang merupakan simbol pencapaian penerangan sempurna oleh Sang Buddha. “Formasi daun bodhi hanyalah simbol. Intinya ialah, kita mengimbau relawan untuk membawa keluarga mereka datang membentuk barisan daun bodhi tujuannya tidak lain adalah bahwa kita harus banyak menjalin jodoh baik dengan masyarakat umum, sehingga barisan relawan Tzu Chi semakin panjang dan penggalangan dimulai dari keluarga sendiri. Seperti apa yang diimbau oleh Master Cheng Yen,” jelasnya.

Dalam minggu sebelumnya, semangat cinta kasih juga telah disebarluaskan ke seluruh masyarakat dengan mengadakan kegiatan Open House Tzu Chi yang diadakan setiap Sabtu dan Minggu selama bulan Mei. Dalam open house, para peserta disuguhi film animasi tentang perjuangan Mahabiksu Jian Zhen dalam memperjuangkan tekadnya, film animasi ini diputarkan dengan tujuan untuk mengingat ikrar untuk bertekad menggalang lebih banyak bodhisatwa dunia yang telah diukir oleh Tzu Chi Indonesia pada peresmian Aula Jing Si. Dalam menggalang bodhisatwa sendiri sangatlah susah seperti perjalanan Biksu Jian Zhen menuju Jepang yang terus terkendala tetapi berkat tekadnya yang kuat perjalanan dapat dilalui dengan baik.

foto  foto

Keterangan :

  • Beberapa murid SD Sekolah Tzu Chi membantu mempersiapkan keperluan acara seperti ikut membantu merangkai bunga dan menghias meja (kiri).
  • Mulai awal Februari lalu, setiap hari Sabtu dan Minggu beberapa murid SD Sekolah Tzu Chi belajar untuk ikut membersihkan Jing Si Books & café (kanan).

Para anak-anak sekolah Tzu Chi Indonesia juga turut membantu persiapan terlaksananya acara waisak ini. Waktu yang biasanya mereka habiskan untuk menonton televisi atau berjalan-jalan dengan keluarga ke mall sudah tidak begitu menarik. “Biasanya kalau jalan-jalan ke mall paling hanya dengan orang tua dan adik, tetapi di sini kita bisa berjalan-jalan sekitar Aula Jing Si dengan teman-teman, Shigu  dan Shibo. Hal ini jauh lebih menggembirakan daripada pergi ke mall,” cerita Zoti dengan gembira.

Zoti Kurnia Zou merupakan murid kelas 4 SD Sekolah Tzu Chi. Zoti dan teman-temannya membantu para Shigu dan Shibo dengan sangat gembira. Zoti mengatakan jika dirinya merasa gembira karena setiap minggu ia dapat berbuat kebajikan dan bersumbangsih untuk banyak orang. Sejak minggu pertama bulan Februari 2013 mulai pukul 10 pagi hingga 12 siang mereka membantu membersihkan Jing Si Books & Café. Bertepatan dengan hari waisak ini mereka juga lebih memilih untuk membantu mempersiapkan keperluan kegiatan, “Kebetulan ada kegiatan ini, mereka pun ikut membantu mendekor ruangan, merapikan tempat duduk dan menyiapkan meja-meja untuk minuman para relawan, menghias bunga, mengirimkan barang-barang Jing Si book & café, ke stan di aula Ci Bei Da Ting,” jelas Tsai Peishan, guru pembimbing murid-murid sekolah Tzu Chi.
 
Semangat Muda
Winarti Shijie merupakan satu di antara 3500 peserta yang mengikuti prosesi pemandian rupang Buddha ini. Dalam usianya yang telah menginjak usia 80 tahun, dia tetap ingin ikut dalam barisan dan bersabar menunggu giliran memandikan rupang Buddha. Alasannya pun sangat sederhana, “Karena saya masih kuat untuk berdiri,” ujarnya. Relawan dari Tangerang ini sengaja mempersiapkan diri dari jam 2.30 siang untuk berangkat menuju Aula Jing Si. Selepas prosesi, Winarti bersama dengan beberapa relawan Tzu Chi Tangerang segera mencari tempat duduk setelah hampir 2 jam berdiri. Secara singkat ia menceritakan bahwa dalam keluarganya hanya dia seorang diri yang ikut dalam acara Waisak ini, hal itu karena sang suami telah tiada dan kedua anaknya merupakan seorang Katholik. Dengan usianya yang sudah tidak muda lagi, semangat yang dimiliki oleh Winarti sungguh sangat masih muda. “Nggak mau kalah sama anak muda,” begitu ucapnya diiringi tawa.

foto  foto

Keterangan :

  • Dalam usianya yang telah menginjak usia 80 tahun, Winarti (tengah) Shijie tetap ingin ikut dalam barisan dan bersabar menunggu giliran memandikan Buddha rupang (kiri).
  • Walaupun susah untuk berjalan, Oma Yetty (depan) masih bersemangat untuk ikut dalam prosesi pemandian Buddha rupang (kanan).

Semangat cinta kasih lain juga ditunjukkan oleh Yeni The Shijie, relawan Tzu Chi Biak yang datang dan ikut dalam barisan formasi daun Bodhi. Dirinya tergerak untuk datang ke Jakarta khusus mengikuti prosesi Waisak Tzu Chi. Istri dari Susanto Pirono Shixiong ini merupakan satu-satunya relawan Tzu Chi Biak yang menyempatkan hadir dan ikut dalam Waisak. “Mewakili Biak untuk datang ikut dalam prosesi dan ingin belajar dari apa yang dilakukan oleh Tzu Chi Jakarta karena nanti kita (KP Biak) juga akan melakukan prosesi Waisak pada 18 Mei 2013 mendatang,” terangnya. Dirinya juga mengemukakan bahwa Waisak Tzu Chi memang berbeda karena selain memperingati tiga peristiwa penting (kelahiran Pangeran Sidharta, Pangeran Sidharta mencapai penerangan sempurna, dan Sang Buddha mencapai Parinibhana) tapi juga memperingati Hari Ibu Internasional dan Hari Tzu Chi Sedunia. “Waisak ini mengingatkan kita bahwa kita tidak hanya harus membalas jasa Sang Buddha, tapi juga membalas jasa orang tua kita dan juga membalas jasa semua makhluk,” ungkap Yeni Shijie. “Semoga semangat Tzu Chi Jakarta bisa kami bawa ke Biak juga, agar Biak lebih banyak menggalang relawan lagi,” harapnya.

Ikut Bersama Menyambut Waisak
Euphoria perayaan Waisak yang diadakan Tzu Chi tidak hanya dirasakan oleh para relawan. Euphoria ini juga dirasakan oleh masyarakat umum yang memadati Tzu Chi Center. Salah satunya adalah Ong Ing King yang mengetahui perayaan waisak ini melalui cucunya yang bersekolah di Sekolah Tzu Chi PIK. “Cucu saya tiga-tiganya sekolah di sini (Sekolah Tzu Chi Indonesia), makanya saya mendukung mereka dengan ikut dalam kegiatan yang diadakan oleh Tzu Chi,” ucapnya. Selain berbincang mengenai perayaan waisak, ia juga berbicara mengenai bagaimana cucunya bisa menerapkan budaya humanis dalam kehidupan sehari-hari. “Sekolah Tzu Chi bisa menerapkan budaya humanis buat cucu saya, anaknya makin sayang orang tua. Waisak di Tzu Chi juga bagus karena selain merayakan Waisak, ada juga Hari Ibu di mana kita harus ingat pada jasa orang tua.”

Berbeda dengan Ong Ing King yang telah mengenal Tzu Chi, oma Yetty (75) justru belum mengenal Tzu Chi namun dia bersedia untuk datang membawa keluarganya untuk melaksanakan prosesi pemandian Buddha rupang. Rohana, anak oma Yetty, menjelaskan bahwa sebelumnya keluarga mereka belum pernah ikut dalam perayaan Waisak di tempat lain. “Kalau Waisak, biasa kita cuma sembayang di rumah, tidak pernah ke Wihara. Ini karena undangan dari saudara, makanya kita mau coba untuk ikut dan ternyata acaranya sangat bagus,” ucapnya.

Melihat ribuan orang berkumpul dan bersama berdoa dengan perasaan gembira, semoga dapat membuat semakin banyaknya semangat cinta kasih yang akan menyebar di masyarakat.

  
 

Artikel Terkait

Tzu Ching Camp: Momen yang Paling Berharga

Tzu Ching Camp: Momen yang Paling Berharga

10 Juni 2013
Untuk pertama kalinya, selama 21 tahun hidup di dunia ini, saya mengatakan: “Mama, aku sayang mama. Papa, aku sayang papa”, itu merupakan momen paling berbahagia dalam hidupku. Seketika itu juga, batu yang besar dan berat dalam hatiku berubah menjadi sekelompok awan putih yang terbang bebas di langit biru.
Ada Banyak Pelajaran Yang Bisa Diambil dari Setiap Kunjungan Kasih

Ada Banyak Pelajaran Yang Bisa Diambil dari Setiap Kunjungan Kasih

07 Februari 2024

Hujan yang mengguyur Jakarta pagi itu, tidak menyurutkan niat para relawan Tzu Chi mengunjungi salah satu penerima bantuan Tzu Chi, Ng Sjui Moi (73) di wilayah Jembatan Besi, Jakarta Barat.

Kaya Budaya, Satu Bangsa

Kaya Budaya, Satu Bangsa

30 Oktober 2017

Untuk memperkenalkan kenakeragaman budaya bangsa Indonesia, Taman Kanak-kanak (TK) Tzu Chi Indonesia mengadakan kegiatan Indonesia Heritage Week yang diadakan dari tanggal 23–27 Oktober 2017. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan budaya Indonesia, mulai dari makanan, kesenian, dan seni budaya khas Indonesia lainnya.

Giat menanam kebajikan akan menghapus malapetaka. Menyucikan hati sendiri akan mendatangkan keselamatan dan kesejahteraan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -