Sepuluh Tahun Kami Tidur dalam Ketakutan, Alhamdulillah Kini Sudah Bisa Bermimpi Indah

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Arimami Suryo A
Senyum bahagia dan lepas dari Suwendi dan juga para relawan dalam momen serah terima kunci rumah Program Bebenah Kampung Tahap 6 di Kamal Muara, Jakarta Utara, Kamis 10 Juli 2025.

Di Kamal Muara, Jakarta Utara, tepatnya di RW 04, satu demi satu rumah tak layak huni yang dulunya reyot, bocor, dan penuh ketidaknyamanan perlahan berubah wajah. Seperti pada Kamis 10 Juli 2025, bertambah lagi enam rumah yang telah selesai dibedah dan diserahkan kepada warga. Enam keluarga tersebut menerima kunci rumah baru mereka, hasil dari Program Bebenah Kampung Tahap 6 yang digagas oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.

Suwendi salah satu penerima bantuan bedah rumah tahap 6 ini masih ingat jelas bagaimana hari-hari panjang dilaluinya dalam kecemasan dan ketakutan. Pasalnya, rumah kayu panggung warisan orang tua yang telah berdiri lebih dari lima dekade itu dulu bentuknya rasanya sudah tidak bisa dikatakan sebagai rumah.

Rumah itu warisan orang tua, telah berdiri selama lebih dari 50 tahun. Dua dekade terakhir, kondisinya semakin mengkhawatirkan. Dinding-dinding rapuh. Tiang-tiang patah. Atap bocor. Dan yang menakutkan, sarang tawon vespa sebesar kepala manusia menggantung di atas atap, persis di atas tempat keluarga itu tidur.

Kokom Komariah mencoba kran air baru yang sudah berfungsi dengan baik di rumah barunya. Sementara Suwendi semangat memasang kompor gas yang juga baru didapatnya dari relawan.

Para relawan dan mahasiswa Tzu Chi University turut hadir menyemarakkan suasana dan membantu Suwendi menyusun perabotan yang baru saja diberikan untuk melengkapi rumahnya.

“Damkar saja nggak berani naik,” kenang Suwendi. “Akhirnya sarang itu rontok sendiri karena angin kencang dan hujan.”

Tak hanya tawon. Rumah itu juga menjadi tempat beranak-pinak bagi tikus juga nyamuk, karena kondisi yang selalu basah, lembab, bercampur lumut sepanjang musim. Ketika musim hujan datang, air merembes dari segala arah. Keluarga Suwendi tak jarang harus tidur berbasah-basah di atas kasur yang lembap karena atap bolong. Sementara baskom ditaruh di mana-mana untuk menampung tetesan air dari langit-langitnya.

“Sekarang kasurnya sudah dibuang karena sudah hancur,” terang Kokom Komariah, istri Suwendi.

Rumah Tempat Menakutkan
Makanya, rumah bukanlah tempat yang aman bagi Suwendi. Sebaliknya, rumahnya dulu adalah sumber kecemasan, terutama saat hujan dan angin kencang datang. “Kalau lagi kerja, saya sering nelpon tetangga. Nanya rumah aman nggak? Takut rubuh. Rumah sudah miring banget. Untung ada tembok tetangga yang nahan.

Banjir pun menjadi langganan. Meski rumahnya rumah panggung, permukaan air terus naik karena tumpukan sampah di rawa bawah rumahnya terdorong air yang juga selalu naik. Tiang-tiang rumah yang ditanam di rawa itu juga cepat rapuh, apalagi dihantam air asin. Suwendi sudah berkali-kali menggantinya, tapi tetap saja patah.

Di kamar mandi reyot inilah, Kokom dulu sudah tiga kali terperosok karena kayu yang sudah berlumut dan lapuk.

Potret rumah lama Suwendi yang sudah tak layak disebut rumah karena sudah tak layak huni karena lapuk, bocor, dan membahayakan keselamatan keluarga.

Kokom juga sudah tak terhitung berapa kali mengeluh karena ia sudah berkali terperosok di rumahnya sendiri, tapi Suwendi tahu ia tak bisa berbuat banyak. Mereka bukan hanya tidak punya dana, tapi mereka juga tak punya siapa-siapa lagi untuk dimintai tolong. Ia hanya seorang pekerja kasar, kadang ikut proyek bangunan, kadang kembali melaut sebagai nelayan musiman. Tak ada penghasilan tetap, sehingga tak ada menjamin hidupnya.

“Ya mau gimana? Kami cuma bisa bertahan.”

Saking lapuknya lantai rumah, relawan Tzu Chi yang datang untuk survei rumah pun pernah terperosok, jeblos. Salah satu tim proyek pun pernah jatuh berkali-kali saat mencoba mengukur struktur rumah lapuk itu. Bahkan kamar mandi pun jadi tempat paling berbahaya karena lantainya bolong, hanya beralas papan tipis yang sudah lapuk.

Rumah Nyaman, Lebih dari Impian
Semua berubah ketika rumah Suwendi menjadi salah satu penerima bantuan Program Bebenah Kampung Tahap 6 dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Rumah lama mereka dibongkar. Rawa di bawahnya diuruk. Fondasi diperkuat. Rumahnya full dibangun ulang, yang kali ini jauh lebih kokoh dan ditinggikan, menghindari banjir yang sewaktu-waktu datang.

Prosesnya pembangunannya juga cepat, hanya dua bulan. Tapi bagi Suwendi, hasilnya betul-betul seperti mukjizat. “Saya nggak nyangka bisa sebagus ini. Mimpi pun nggak pernah. Sekarang udah bisa tidur tenang. Udah gak takut hujan.”

Rumahnya kini bersih, tidak lembab, bebas dari sarang tawon, dan bahkan dilengkapi dengan kasur empuk. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, anak bisa tidur tanpa digigit nyamuk atau basah karena bocor.

Kini rumah pasangan Suwendi dan Kokom jauh lebih kokoh. Mereka tak lagi khawatir akan hujan, angin kencang, atau lantai yang ambruk di tengah malam.

ketika ditanya apa ada yang kurang? Kokom dengan mantap menjawab, “Enggak ada yang kurang sama sekali. Alhamdulilah ini lebih dari yang kami impikan.”

“Dulu saya malu kalau keluarga dari kampung (Sukabumi) mau ke sini. Mereka pikir kan tinggal di Jakarta pasti rumahnya gedongan kan. Sementara kan rumah kami dulu reot,” ucap Kokom menahan air mata. “Kalau sekarang saya sudah bisa undang mereka, ‘Ayo, mampir rumah saya!’”

Rasa syukur itu tak bisa ditahan. Suwendi paham betul bahwa, bantuan ini datang dari ketulusan dan kerja keras banyak relawan dan uluran tangan banyak donatur.

“Kalau disuruh balas, saya nggak sanggup. Tapi saya selalu doakan relawan Tzu Chi sehat semua. Ini bantuannya bukan cuma rumah, ini menyelamatkan hidup kami, keluarga berkekurangan.

Kini, Suwendi ingin ikut membantu kalau bisa. Ia ingin membalas, bukan dengan uang, tapi dengan tenaga dan waktu, seperti para relawan yang dulu tak kenal lelah mengukur, membangun, dan menguatkan fondasinya.

“Saya orang susah. Tapi saya tahu rasanya dibantu. Semoga ke depan ada kesempatan, saya juga pengen bantu orang lain.”

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Sepuluh Tahun Kami Tidur dalam Ketakutan, Alhamdulillah Kini Sudah Bisa Bermimpi Indah

Sepuluh Tahun Kami Tidur dalam Ketakutan, Alhamdulillah Kini Sudah Bisa Bermimpi Indah

11 Juli 2025
Dulu tinggal di rumah reyot yang kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan, Suwendi kini akhirnya bisa bernapas lega setelah rumahnya dibangun kembali oleh Tzu Chi Indonesia.
Menyayangi diri sendiri adalah wujud balas budi pada orang tua, bersumbangsih adalah wujud dari rasa syukur.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -