Suara Kasih: Berdoa dengan Hati Tulus dan Bersikap Mawas Diri

Jurnalis : DAAI News, Fotografer : DAAI News
 

Judul Asli:

Berdoa dengan Hati Tulus dan Bersikap Mawas Diri

Mensyukuri ketenteraman yang dimiliki serta menjalin jodoh baik
Menampilkan kebajikan dan keindahan Taiwan
Insan Tzu Chi mengadopsi bayi pengungsi yang selamat
Berdoa dengan hati yang tulus dan bersikap mawas diri

Begitu tiba di Taoyuan, saya melihat semua relawan berbaris dengan sangat rapi. Saya merasa berterima kasih kepada relawan dokumentasi yang selalu merekam keindahan seperti itu. Setiap orang bekerja sama dengan tulus dan dengan niat yang baik. Kita juga harus berterima kasih kepada relawan ladang berkah (kebersihan) dan tim konsumsi. Aula Jing Si kita bisa begitu bersih berkat kontribusi para relawan ladang berkah. Kita juga harus berterima kasih kepada tim konsumsi yang selalu menyiapkan makanan bagi kita dalam setiap kegiatan besar.

Dalam organisasi ini, begitu banyak relawan yang berkontribusi dengan cinta kasih. Hari ini kita semua berkumpul bersama. Perjalanan saya kali ini adalah dalam rangka Pemberkahan Akhir Tahun gelombang kedua. Dalam setiap kegiatan, saya melihat semua orang sangat rapi dan memiliki cinta kasih yang sama. Saya telah melihat kebajikan dan keindahan di Taiwan. Taiwan sungguh sangat memiliki berkah. Keindahan dan kebajikan di Taiwan telah membuat orang lain merasa kagum. Setiap hari, kita bisa melihat Bodhisatwa dunia berkontribusi melalui tindakan nyata.

Melalui Kitab Sejarah Tzu Chi, kita bisa melihat pada bulan Januari 2013, para pengungsi dari Suriah terus menyelamatkan diri ke Yordania. Hingga kini, perang di Suriah masih belum berakhir. Setiap hari, banyak keluarga yang kehilangan orang yang dicintai. Kondisi masyarakat yang tidak damai seperti itu berasal dari pikiran manusia. Sejak dua tahun yang lalu, para pengungsi Suriah mengungsikan diri ke Yordania. Kadang kala, saat insan Tzu Chi dari Yordania kembali ke Taiwan, dengan mata berkaca-kaca mereka menceritakan bagaimana para pengungsi melarikan diri dari Suriah. Sebagian pengungsi membawa keluarga mereka melarikan diri di tengah tembakan peluru dan nyaris tertembak. Namun, warga yang tertembak lebih banyak daripada yang berhasil melarikan diri. Jadi, para pengungsi melarikan diri dengan mempertaruhkan nyawa.

Kali ini, seorang anggota komite dari Yordania kembali ke Taiwan untuk menceritakan kondisi di sana. Sesungguhnya, dia bukanlah warga Yordania. Dia adalah warga Palestina. Lebih dari 40 tahun yang lalu, dia juga adalah seorang pengungsi yang melarikan diri ke Yordania demi mendapatkan perlindungan di sana. Karena itu, dia pun menetap di Yordania. Akan tetapi, ibunya tinggal di Australia. Beberapa tahun yang lalu, dia pergi ke Australia untuk mengunjungi ibunya. Sang ibu hidup sendirian di sana dan insan Tzu Chi-lah yang merawatnya. Insan Tzu Chi di Australia juga selalu memberi perhatian rutin bagi lansia yang hidup sendirian dan orang yang kurang mampu.

Sang putri yang berkunjung dari Yordania merasa bahwa di dunia ini mana mungkin ada organisasi yang begitu baik dan bersedia dalam jangka panjang merawat orang-orang yang tak memiliki hubungan apa pun dengan mereka. Karena itu, dia sangat terharu dan bertanya kepada insan Tzu Chi, “Apakah di Yordania ada Tzu Chi?” Insan Tzu Chi pun menjawab,  “Kami mempunyai seorang relawan bernama Ji Hui di Yordania.”

Sekembalinya ke Yordania, dia pun mulai mencari tahu dan berhasil menemukan Relawan Ji Hui.  Ji Hui menceritakan kepadanya bahwa Tzu Chi berasal dari Taiwan, dimulai oleh 30 orang ibu rumah tangga yang menyisihkan 50 sen ke celengan bambu setiap hari. Ji Hui banyak bercerita tentang Tzu Chi kepadanya. Insan Tzu Chi bersumbangsih tanpa pamrih. Insan Tzu Chi mengeluarkan uang sendiri dan berkontribusi dengan sukarela.

Meski Ji Hui banyak bercerita kepadanya, tetapi dia belum begitu mengerti. Beberapa hari kemudian,  sebuah hotel besar di Yordania terkena ledakan bom serta mengakibatkan banyak  korban yang meninggal dan terluka. Relawan Ji Hui segera mengumpulkan semua insan Tzu Chi di sana untuk mencurahkan perhatian kepada para korban. Mereka pergi ke rumah sakit untuk mencurahkan perhatian, mendampingi para korban yang terluka, dll. Dalam kunjungan itu, wanita itu juga ikut mengulurkan sepasang tangannya untuk menghibur para korban yang tidak memiliki hubungan apa pun dengannya. Ketika memeluk para korban yang terluka, dalam hati dia merasa, “Meski orang-orang ini tidak memiliki hubungan dengan saya, tetapi saya juga bisa mengasihi mereka. Ketika mencurahkan perhatian kepada mereka, saya juga merasakan cinta kasih mereka. Rasanya sangat nyaman.” Karena itu, mulai saat itu,  dia bergabung menjadi relawan.

Kali ini,  wanita itu juga memberi pendampingan bagi para pengungsi dari Suriah. Dalam kepulangan ke Taiwan kali ini, dia berbagi sebuah kisah dengan saya. “Ada seorang ibu hamil yang melarikan diri ke perbatasan Lebanon. Seluruh tubuhnya penuh dengan luka tembak dan terus mengeluarkan darah. Begitu berhasil menyeberangi perbatasan, dia tersungkur dan langsung meninggal. Dokter dari UNICEF yang bertugas di perbatasan mempunyai rumah sakit khusus bagi para pengungsi. Para anggota medis menemukan ibu hamil ini. Akibat pendarahan serius, sang bayi yang dikeluarkan lewat pembedahan mengalami pembengkakan.”

Dokter segera melakukan pembedahan bagi ibu hamil tadi di saat yang genting itu untuk mengeluarkan bayi dalam perutnya. Akan tetapi, tubuh sang bayi telah membengkak. Mereka segera memasukkan sang bayi ke inkubator.

Para dokter menjaga sang bayi selama beberapa hari. Selama 3 hari, tidak ada satu orang pun yang datang untuk mengadopsi sang bayi. Kebetulan putri relawan Ci Li ini telah menikah selama belasan tahun, tetapi belum memiliki anak. Dia sangat menginginkan seorang anak, maka dia pun melakukan prosedur resmi untuk mengadopsi bayi itu. Ketika menyerahkan bayi itu, sang dokter berkata, “Selamat, bayi ini merupakan anugerah Allah untuk Anda.” Demikianlah, bayi ini berhasil diselamatkan di tengah kondisi yang penuh pertumpahan darah.

Singkat kata, semua itu disebabkan oleh hati manusia yang tidak selaras. Ketahuilah bahwa masyarakat sungguh membutuhkan keamanan dan ketenteraman. Untuk itu, dibutuhkan keselarasan hati manusia. Jika hati manusia bisa selaras, maka masyarakat baru bisa damai dan tenteram. Bodhisatwa sekalian, di tahun yang baru ini saya berdoa semoga setiap orang hidup aman dan tenteram serta penuh dengan berkah dan kebijaksanaan. Untuk mengembangkan berkah dan kebijaksanaan, diperlukan tindakan nyata. Selain itu, kita juga harus berdoa dengan hati yang tulus semoga dunia ini dapat aman dan tenteram. Kita juga harus tulus berdoa bagi arah hidup dan tujuan kita di masa depan. Dengan banyaknya orang yang berdoa bersama, maka kekuatan doa kita akan semakin besar.

Jadi, saya berharap setiap orang dapat senantiasa bersyukur atas keamanan dan keselamatan kita di masa lalu. Kita juga harus membangkitkan ketulusan hati dan sikap mawas diri untuk menyambut kehidupan yang cemerlang di masa depan. Saya berdoa dengan tulus bagi kalian semua. Semoga di tahun yang baru semua hal berjalan sesuai harapan.  (Diterjemahkan Oleh: DAAI TV)

 
 

Artikel Terkait

"Kami Sedang Melakukannya"

06 Desember 2010 Tzu Chi dalam kegiatan sosialisasi pelestarian lingkungan pada tanggal 14 November 2010 di Sekretariat RW 008 Taman Aries sambil membawa barang-barang yang bisa didaur ulang. Ini adalah kesempatan warga untuk  mengetahui apa saja yang bisa mereka lakukan demi bumi, di mulai dari rumah sendiri.
Lebih Dekat dengan Tzu Chi

Lebih Dekat dengan Tzu Chi

02 Juni 2009 Dalam kegiatan ini, selain Stan Penjualan Produk Jing-Si Books & Café, juga diadakan pameran poster kegiatan Tzu Chi dan Stan DAAI TV. Dari Stan DAAI TV ini, diharapkan masyarakat dapat mengenal lebih dekat DAAI TV, dan pengunjung yang ingin bersumbangsih sebagai pendukung siaran TV yang benar, bajik dan indah ini, dapat mendaftarkan diri menjadi “Sahabat DAAI TV”.
Celengan Bambu Pulang ke Rumah

Celengan Bambu Pulang ke Rumah

31 Maret 2009 Menabung dalam celengan bambu bukan hanya bermanfaat bagi orang lain, namun juga bagi kita yang melakukannya. Menurut Hong Tjhin, CEO DAAI TV Indonesia, dalam agama Buddha yang dianutnya, diyakini ada 3 akar yang menyebabkan manusia melakukan perbuatan jahat, yaitu ”keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin”.
Dalam berhubungan dengan sesama hendaknya melepas ego, berjiwa besar, bersikap santun, saling mengalah, dan saling mengasihi.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -