Suara Kasih: Bulan Penuh Berkah dan Bakti

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Bulan Tujuh Imlek: Bulan Penuh Berkah dan Bulan Bakti

Membangkitkan kebijaksanaan agar memiliki pandangan dan pengetahuan benar
Mengasihi semua makhluk dengan menjalani pola hidup vegetaris
Mengenang asal mula upacara Ullambana
Bulan 7 Imlek adalah bulan penuh berkah dan bulan bakti

Kita yang berada di Taiwan harus bersyukur setiap hari. Meskipun cuaca sangat panas, tetapi Taiwan adalah pulau kecil yang dikelilingi oleh laut. Meski cuacanya sangat panas, tetapi masih ada angin sejuk yang berembus.  Sementara itu, di tempat lain, cuaca yang sangat panas telah berubah menjadi gelombang panas yang sangat serius. Hal yang paling mengkhawatirkan adalah kurangnya sumber daya air. Jadi, saya harap kalian semua dapat  menghargai sumber daya air dan hidup lebih sederhana.

Bulan ketujuh Imlek akan segera tiba, sebagian besar warga etnis Tionghoa melakukan sembahyang Ulambana. Dari mana tradisi ini berasal? Sebenarnya, semua ini berasal dari cerita pada zaman Buddha. Cuaca di India pada masa itu sangat panas. Pada saat musim panas, banyak cacing, ular, dan serangga kecil lainnya akan keluar dari sarang. Anggota Sangha pada zaman itu biasanya bertelanjang kaki. Buddha khawatir saat para murid-Nya keluar dari wihara untuk menerima dana makanan, mereka akan menginjak dan melukai serangga atau terluka oleh sengatan sekelompok serangga. Oleh karena itu, demi keamanan para murid-Nya, Buddha menetapkan saat musim panas di India, yakni dimulai dari dari tanggal 15 bulan 4 Candrasangkala sebagai masa varsa (masa para biksu berdiam di suatu tempat untuk melatih diri-Red). Selama masa varsa, para anggota Sangha harus berkumpul bersama. Mereka tidak keluar untuk menerima persembahan dan membabarkan Dharma. Selama masa itu, raja, menteri, dan para umat perumah tangga akan datang memberi persembahan makanan agar para anggota Sangha dapat melatih diri dengan tenang. Oleh karena itu, selama tiga bulan itu, dari bulan 4 hingga tanggal 15 bulan 7 Candrasangkala ditetapkan sebagai masa varsa.

Selama tiga bulan itu, semua murid Buddha berkonsentrasi  mendengarkan ajaran Buddha dan menenangkan hati untuk melatih diri. Ada orang yang menenangkan diri untuk merenungkan dari mana kehidupan mereka berasal. Ini membuat mereka teringat pada orang tua mereka. Salah satunya adalah Maudgalyayana. Beliau teringat perbuatan sang ibu semasa hidup yang tidak menghormati Tiga Permata serta dipenuhi ketamakan, kebencian, dan kebodohan. Beliau mengkhawatirkan ibunya yang entah terlahir di mana setelah meninggal. Pada saat bermeditasi, beliau melihat ibunya berada di alam setan kelaparan. Ibunya berperut busung, lehernya kecil, berleher sangat kecil, dan keempat anggota geraknya sangat kurus.

Beliau sungguh tidak tega melihatnya. Bagaimana caranya menolong sang ibu? Maudgalyayana yang terkenal terkenal akan kesaktiannya, memiliki kekuatan batin paling unggul segera membawa semangkuk nasi untuk ibunya. Setelah ibunya menerima nasi itu dan membuka mulut untuk memakannya, api tiba-tiba menyembur dari mulutnya. Semangkok nasi putih itu pun berubah menjadi arang dan tidak bisa dimakan lagi.

Maudgalyayana merasa sangat sedih melihatnya. Beliau tiba-tiba berpikir, “Hanya Buddha yang bisa membantuku.” Beliau segera keluar dari meditasinya dan pergi menghadap Buddha serta memohon Buddha untuk menyelamatkan ibunya. Buddha berkata, “Karma buruk makhluk hidup sulit untuk diubah.”  “Kekuatan-Ku seorang tidak cukup  untuk menyelamatkannya.” “Kekuatanmu seorang juga tidak cukup untuk menyelamatkannya.” “Kita membutuhkan kekuatan banyak orang.” “Manfaatkanlah waktu selama masa varsa ini untuk menghimpun kebajikan para praktisi dan melimpahkan jasa bagi ibumu.” Setelah mendapat petunjuk dari Buddha, pada tanggal 15 bulan 7 Candrasangkala, Maudgalyayana menyiapkan banyak sekali persembahan untuk para praktisi yang melatih diri. Hasilnya, setelah beberapa bulan melatih diri dan mendengar Dharma,kekuatan kebajikan dari semua praktisi itu sungguh membebaskan ibu Maudgalyayana dan banyak makhluk lainnya yang menderita di alam setan kelaparan. Demikianlah asal mula upacara Ullambana pada tanggal 15 bulan 7 Imlek. Namun, kisah ini terus menyebar dan semakin terdistorsi hingga menjadi upacara sembahyang untuk leluhur dan memberikan persembahan kepada para setan gentayangan.

Banyak orang menganggap bulan ini adalah bulan yang tidak baik. Ini tidak benar. Bulan 7 Imlek adalah bulan penuh berkah dan bulan penuh sukacita bagi Buddha karena banyak praktisi yang menyelami Dharma dan tercerahkan. Karena itu, Buddha merasa sukacita. Upacara Ullambana juga disebut upacara untuk “menolong yang digantung terbalik”. Sebenarnya, untuk sungguh-sungguh  melimpahkan jasa bagi leluhur, kita harus menciptakan berkah dan pahala. Dalam Buddhisme, semua manusia yang meninggal dunia akan mengalami kelahiran kembali. Jadi, menyembelih hewan untuk dijadikan persembahan atau membakar kertas sembahyang, sesungguhnya sama sekali tidak bermanfaat bagi para leluhur kita.

Keyakinan yang didasari kebijaksanaan mengajarkan kita untuk menghormati kehidupan. Jangan hanya melakukan ritual pelepasan satwa. Semoga semua orang bisa lebih melindungi makhluk hidup. Semua jenis hewan yang ada di bumi memiliki habitatnya masing-masing. Janganlah kalian menangkap mereka untuk dijadikan hewan peliharaan. Jadi, pertama, kita harus melindungi makhluk hidup; kedua, kita harus mengembangkan kebijaksanaan dan tidak membakar kertas sembahyang. Membakar kertas sembahyang akan menghasilkan emisi karbon dan mencemari udara. Hal ini juga merupakan bentuk pemborosan. Kita hendaknya memiliki keyakinan yang didasari kebijaksanaan.

Insan Tzu Chi di seluruh Taiwan sudah mulai mensosialisasikan  pola makan vegetaris dan mengimbau orang-orang bahwa meski tidak membakar kertas sembahyang, kita tetap bisa hidup aman dan tenteram. Asalkan hati kita damai dan tenang, secara alami hidup kita juga akan tenteram. Jika hati kita dipenuhi keraguan, kecurigaan, dan pandangan sesat, maka kita akan berpikiran negatif dan berpikir yang bukan-bukan saat bertemu masalah. Intinya, pikiran kita harus tenang dan lurus, niat kita harus murni. Dengan keyakinan yang benar dan murni, barulah kita bisa sungguh-sungguh membangkitkan cinta kasih untuk memedulikan semua hal di dunia, menghormati kehidupan, melindungi semua makhluk hidup,dan menjaga lingkungan kita. Inilah kebijaksanaan yang sesungguhnya. (Diterjemahkan Oleh: Karlena Amelia )

 
 

Artikel Terkait

Cinta Kasih dalam Hati Membuat Kita Serasa Satu Keluarga

Cinta Kasih dalam Hati Membuat Kita Serasa Satu Keluarga

18 September 2013 Kegiatan pembinaan yang bertemakan budi pekerti dipandang sebagai sebuah wahana untuk mengajarkan anak-anak tentang budi pekerti, yang mengutamakan sopan-santun dalam pergaulan sehari-hari, dan dalam gambaran besarnya, mensosialisasikan budaya humanis Tzu Chi.
Suara Kasih : Jalan Penuh Cinta Kasih

Suara Kasih : Jalan Penuh Cinta Kasih

06 Januari 2011 Dengan berjalan di arah yang benar, kita dapat membentangkan jalan penuh cinta kasih dan terus melangkah maju dengan mantap.  Dengan menyayangi diri sendiri dan orang lain, maka orang lain pun akan menghormati dan menyayangi kita.
Perlu Kesadaran Dalam Memanfaatkan Lingkungan

Perlu Kesadaran Dalam Memanfaatkan Lingkungan

17 Januari 2014 Saat malam tiba, paket bantuan Tzu Chi pun sudah siap diberikan. Dan tepat pada pukul tujuh malam sebanyak 800 warga korban kebanjiran dari tujuh RT di Kelurahan Cipinang Melayu sudah berbaris untuk mengambil barang bantuan.
Gunakanlah waktu dengan baik, karena ia terus berlalu tanpa kita sadari.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -