Suara Kasih : Cinta Kasih dalam Misi Kesehatan

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Mengembangkan Cinta Kasih
dalam Memikul Tanggung Jawab Misi
 

Tim medis bekerja sama untuk menyelamatkan kehidupan
Melindungi kehidupan dengan hati Buddha
Menghadapi berbagai rintangan demi mengikuti pelatihan
Menjalankan misi dan tugas rumah tangga secara bersamaan

 

Pada Pemberkahan Akhir Tahun setiap tahun, saya sangat gembira melihat para insan Tzu Chi yang telah dilantik. Seorang dokter kita, dr. Chen membagikan kisahnya.

“Sebelumnya saya bekerja di rumah sakit lain selama hampir 27 tahun. Sebelum mengikuti pelatihan, saya adalah orang yang tidak sabaran. Karena telah menjadi supervisor selama bertahun-tahun, saya selalu memaksakan standar kerja saya pada bawahan dan menaruh tuntutan yang tinggi pada mereka. Jadi, adakalanya saya menjadi sedikit galak. Akibatnya, banyak orang merasa tidak nyaman dan mengundurkan diri. Setelah bekerja di Rumah Sakit Tzu Chi Taipei lebih dari 1 tahun dan setelah menerima pelatihan, saya pun menelepon rekan kerja saya dulu dan meminta maaf kepada mereka sambil meneteskan air mata,” kata dr Chen.

”Saya sangat tersentuh karena saya mencapai hari ini dengan tidak mudah. Setiap kali mengikuti kegiatan relawan, di rumah pasti terjadi suatu masalah. Meski telah bekerja di sini selama 4 tahun, saya tidak berani mengikuti pelatihan karena saya merasa sangat sibuk dengan masalah-masalah keluarga. Saat pertama kali mengikuti kelas pelatihan, saya masih ingat dengan jelas bahwa saat itu saya dipenuhi sukacita dalam Dharma. Namun, saat akan kembali ke rumah, mertua saya menelepon dan berkata bahwa dua anak saya mengalami demam tinggi,” terangnya.

”Saya bertahan hingga kelas pelatihan terakhir dengan susah payah. Saya pun sungguh merasa bersalah karena saat saya mengikuti pelatihan itu, anak bungsu saya hampir harus dirawat di rumah sakit. Setiap kali saya mengikuti kegiatan, di rumah pasti terjadi masalah. Saya tidak berani bertanya pada anak saya apakah saya adalah ibu yang baik karena saya merasa saya bukan ibu yang baik. Saya tidak pernah ada saat mereka butuhkan,”  lanjut dr. Chen.

”Saya menjalani pelatihan dengan penuh kesulitan. Dengan adanya pencapaian hari ini, saya yakin ini adalah awal dari tanggung jawab yang baru. Saya harus lebih banyak belajar dari para relawan senior agar dapat memerhatikan keluarga dan menjadi relawan secara bersamaan. Sejak menjalani pelatihan tahun lalu, saya jadi mudah menangis. Sebelumnya saya bekerja di rumah sakit lain selama 20 tahun. Saat bekerja di sana, saya merasa telah melakukan hal yang tepat setiap hari. Namun, di dalam hati saya selalu merasa ada yang kurang. Saya masih ingat tiga tahun lalu, saya berkunjung ke Griya Jing Si untuk bertemu dengan Master. Setelah itu, saya berkata pada diri sendiri bahwa saya telah menemukan apa yang saya cari selama ini.”

“Karena itu, setelah bekerja di Tzu Chi, saya memutuskan untuk mempercepat langkah dan segera menjalani pelatihan. Saya percaya bahwa segala latihan yang saya dapat selama 20 tahun terakhir hanyalah sebuah persiapan untuk bersumbangsih di bawah bimbingan Master. Saya rasa kini saya telah siap. Silakan katakan apa yang bisa saya bantu, dan saya akan melakukannya. Terima kasih,” aku dr Chen.

”Tadi kita telah melihat para anggota komite dan Tzu Cheng yang baru dilantik hari ini berikrar di depan Master bahwa mereka akan memiliki hati Buddha, menjalankan tekad Guru, dan mengikuti langkah Master. Sebelumnya misi kesehatan Tzu Chi berada di bawah pimpinan dr. Lin. Kini RS Tzu Chi Taipei telah berusia 5 tahun. Kita seharusnya telah tumbuh besar dan banyak belajar. Karena itu, kita harus turut mengemban tanggung jawab dan rajin bekerja agar harapan Master terhadap kita dapat cepat tercapai,” kata dokter kepala rumah sakit.

Saya sungguh tersentuh dan bersyukur. Kalian semua sungguh memahami hati saya. Karena itu, saya sungguh merasa beruntung. Pada seragam setiap anggota komite yang dilantik hari ini tersemat sebuah tulisan yang berbunyi, “Hati Buddha dan tekad Guru.” Inilah semangat yang harus dimiliki oleh setiap orang. Kita harus memiliki hati Buddha yang penuh cinta kasih dan welas asih. Semoga kita dapat mengemban misi Tzu Chi dengan tanpa pamrih dan dengan hati penuh cinta kasih dan welas asih. Dengan berpegang teguh pada tekad awal, suatu saat kita pasti mencapai kebuddhaan. Karena itu, saya berharap setiap orang dapat memiliki hati Buddha dan menjalankan tekad Guru.

Sesungguhnya, kita memiliki hati yang sama. Tadi saya mendengar kalian saling berbagi bahwa kalian bersedia memikul tanggung jawab. Selain bekerja di rumah sakit, saya berharap kalian juga dapat mengemban misi amal, pendidikan, dan budaya kemanusiaan secara bersamaan. Contohnya, salah satu dokter di Rumah Sakit Tzu Chi Taipei. Setelah berpartisipasi dalam baksos kesehatan di Sichuan, Tiongkok, ia sangat tersentuh dan bertekad mendedikasikan dirinya. Karena itu, setelah kembali ke Taiwan, ia segera mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan komite.

Saya berharap kalian dapat mengikuti lebih banyak kegiatan agar dapat merasakan bahwa sumbangsih kita sungguh bermakna. Jika kita hanya mendedikasikan diri untuk misi kesehatan tanpa mengemban misi-misi lainnya, maka yang kita lakukan hanyalah menjadi dokter dan menyelamatkan kehidupan. Meski menyelamatkan kehidupan sangat penting, namun kebijaksanaan jauh lebih penting.

Untuk menumbuhkan kebijaksanaan, kita harus memperdalam makna hidup kita. Meski tak dapat menentukan berapa lama kita hidup, namun kita dapat menentukan seberapa besar makna hidup kita. Ini berada di dalam kendali kita. Di masyarakat, kita tak dapat hidup tanpa pelayanan medis karena setiap orang akan mengalami fase lahir, tua, sakit, dan mati. Kita mungkin bisa hidup tanpa bidang lain, namun tidak tanpa pengobatan, karena saat sakit, kita memerlukan pengobatan. Sakit adalah penderitaan terbesar dalam hidup. Saat sakit, kita memerlukan dokter yang berhati Buddha dan perawat yang berhati Bodhisatwa.

”Awalnya, saya tidak tahu bahwa saya menderita diabetes,” kata salah satu pasien. Saat itu ia sangat lemah hingga tak dapat berdiri. Ia bahkan tidak dapat duduk di kursi roda. Lalu, ia tak sadarkan diri. Jika dibandingkan dengan duhulu, kini kondisinya jauh lebih baik. Sebelumnya, lukanya sangat parah. Saya melihat foto lukanya yang sebelumnya, sungguh sangat parah.

”Beberapa pasien yang datang terlambat terpaksa kami amputasi. Namun, kami berusaha untuk mengamputasi sesedikit mungkin agar mereka lebih memiliki kesempatan untuk berjalan dengan normal,” kata seorang dokter. Sungguh sebuah keajaiban. Pasien itu bisa berjalan. Sebelumnya ia tak pernah berjalan seperti ini. ”Lebih dari 3 tahun saya tak dapat berjalan. Terima kasih banyak kepada dr. Hung dan dr. Huang dari RS Tzu Chi yang membuat saya kini dapat berjalan kembali,” kata pasien itu.

”Keberhasilan ini tercapai berkat kerja sama seluruh tim medis. Terima kasih kepada lebih dari 300 pasien yang kami rawat selama 5 tahun ini. Selamanya mereka adalah guru kita. Kita telah banyak belajar dari penyakit mereka. Melihat mereka pulih dan dapat berdiri kembali, kami menyadari bahwa amputasi dan operasi bukanlah satu-satunya cara mengobati diabetes. Saya merasa saya telah melakukan hal yang sudah seharusnya saya lakukan,” kata dr. Hung bersama dr. Huang. ”Untuk menjalankan sebuah operasi amputasi, sangatlah mudah bagi seorang dokter dan hanya memerlukan waktu 1 jam, namun penderitaan yang dialami pasien akan bersifat seumur hidup,” tambahnya.

Lihatlah dr. Hung dan dr. Huang yang penuh welas asih  dan tidak tega melihat penderitaan orang lain. Mereka berusaha semaksimal mungkin untuk merawat pasien diabetes tanpa harus mengamputasi mereka. Berkat bantuan mereka, sekitar 300 pasien yang pada awalnya harus diamputasi, kini tak perlu lagi diamputasi.

Lihatlah nenek di atas panggung yang telah berusia 80-an tahun. Ia sangat berterima kasih kepada dr. Huang yang telah merawatnya tanpa harus mengamputasi kakinya. “Ibu saya sangat berterima kasih kepada dr. Huang karena telah membantu merawat kakinya yang telah kaku dan dingin. Saya sungguh berterima kasih kepada dr. Huang yang telah memberikan kesempatan kedua kepada ibu saya,” kata salah seorang anak nenek itu.

Setiap kali melihat para dokter dan perawat dari berbagai departemen bekerja sama siang dan malam untuk melindungi kehidupan, saya sungguh berterima kasih. Terima kasih atas sumbangsih kalian yang penuh cinta kasih. Sungguh, rasa terima kasih saya tak habis diungkapkan dengan kata-kata. Intinya, saya sungguh berterima kasih dan mendoakan kalian. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Rumah Botol, Saksi Cinta Kasih Tzu Chi

Rumah Botol, Saksi Cinta Kasih Tzu Chi

30 Desember 2016

Sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan, relawan Tzu Chi cabang Sinar Mas Xie Li Kalimatan Timur 1 secara rutin melakukan pengumpulan sampah botol dan gelas plastik di sebuah pondok yang secara khusus dibangun untuk pengelolaan sampah dan diberi nama Rumah Botol.

Satu Mata Kembali Melihat, Satu Keluarga Bersukacita

Satu Mata Kembali Melihat, Satu Keluarga Bersukacita

15 Juni 2020
Relawan He Qi Tanggerang melakukan kunjungan kasih ke rumah Madi di Desa Beberan, Kec. Ciruas, Kab. Serang, Banten (11/06/2020). Madi adalah pasien operasi katarak dalam Baksos Kesehatan Tzu Chi ke 128 yang diadakan 8 bulan lalu. Selain untuk mengetahui kondisi mata kiri Madi saat ini, relawan juga memberikan satu paket bantuan sembako kepada keluarga Madi guna meringankan beban mereka di tengah pandemi Covid-19 ini. 
Berbagi Sembako untuk Warga Teluk Naga

Berbagi Sembako untuk Warga Teluk Naga

07 Maret 2024

Komunitas Relawan Tzu Chi dari Inti Bangun Sejahtera (IBS) menyerahkan bantuan paket sembako untuk 200 warga Teluk Naga, Tangerang, Banten, pada Sabtu (2/3/24).

Meski sebutir tetesan air nampak tidak berarti, lambat laun akan memenuhi tempat penampungan besar.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -