Suara Kasih: Jalan Bodhisatwa

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News

Judul Asli:

 

Jalan Bodhisatwa yang Tiada Titik Akhir

 

Membalas budi luhur orang tua dengan berbakti dan berbuat baik
Bertekad untuk menapaki Jalan Bodhisatwa
Semangat tidak kendur meski menghadapi banyak rintangan
Senantiasa memutar roda Dharma tanpa henti

”Terima kasih kepada langit dan bumi. Terima kasih kepada ibu dan ayah. Terima kasih kepada semua orang yang telah memberikan segalanya.” Itulah kata-kata dari sekelompok Bodhisatwa Lansia yang berterima kasih kepada langit dan bumi, berterima kasih kepada ibu dan ayahnya. Bagaimana cara mengungkapkan terima kasih? Baik sebagai Lansia maupun anak muda, kita harus berterima kasih kepada orang tua. Bagaimana cara berterima kasih kepada mereka? Saat orang tua masih ada, kita harus segera berbakti kepada mereka. Jika mereka telah tiada, kita tetap harus berbakti.

Kalian mungkin akan bertanya, “Bagaimanakah caranya?” Sangat mudah. Badan kita ini adalah pemberian orang tua, karena itu kita harus menggunakannya dengan baik. Bagaimana cara kita memanfaatkannya? Kita bisa mewakili orang tua menciptakan pahala. Saat menapaki Jalan Bodhisatwa berarti kita tengah membalas budi orang tua. Ini juga termasuk berbakti. Jadi, jalan Bodhisatwa tak hanya bermanfaat bagi diri kita sendiri. Berhubung sudah membangun tekad, kita harus mempertahankannya dari kehidupan ke kehidupan. Masih ada banyak hal yang menunggu untuk kita lakukan. Perjalanan yang harus kita tempuh juga masih sangat panjang. Kita harus tahu bahwa tiada titik akhir dalam Jalan Bodhisatwa. Bodhisatwa selalu membimbing semua makhluk dari kehidupan ke kehidupan.

 

Dalam Kitab Jataka banyak dibabarkan kisah perjalanan Buddha dari kehidupan ke kehidupan dalam menyelamatkan semua makhluk. Tak peduli lahir di alam mana, Buddha selalu menyelamatkan semua makhluk. Suatu kali, saat melihat seorang tua yang menerima hukuman untuk menarik sebuah kereta yang panas membara, Bodhisatwa merasa tak sampai hati. Karena itu, Bodhisatwa pun berkata, “Pak tua, gerobak ini sangat sulit untuk ditarik. Anda terlihat menariknya dengan susah payah. Biarlah Aku membantu engkau.”

 

Saat penjaga neraka melihat hal itu, dia menghampiri Bodhisatwa dan berkata,“Anak muda, kamu sungguh tak tahu diri. Kamu sendiri berada di alam neraka, namun masih membantu orang tua ini menarik kereta yang panas membara. Apakah penderitaan yang kamu rasakan masih tidak cukup? Mengapa kamu masih membantu orang lain menarik kereta?”

Bodhisatwa menjawab, “Aku rela menanggung penderitaanku. Aku tak sampai hati melihat orang tua ini menderita. Karena itu, aku rela menggunakan sisa kekuatanku untuk membantu orang ini menarik keretanya.” Hati Buddha sangat penuh welas asih. Meski lahir di alam neraka yang penuh penderitaan ataupun di alam binatang, Beliau selalu memanfaatkan setiap kehidupan untuk membimbing semua makhluk. Kini kita telah terlahir sebagai manusia, bertemu ajaran Buddha, dan berusaha menapaki Jalan Bodhisatwa. Karena itu, kita harus menghargai jalinan jodoh yang baik ini. Kita harus menghargainya. Bodhisatwa memiliki cinta kasih penuh kesadaran. Karena itu, Bodhisatwa harus menjalin jodoh baik dengan semua orang tanpa membedakan apakah orang tersebut adalah orang yang kita sukai atau tidak. Kita harus berpikir bahwa semua orang berjodoh dengan kita. Selain itu, kita juga harus mengajak para tetangga untuk bergabung dengan kita agar saat melakukan sesuatu, semua menjadi lebih efisien. Saat semuanya berkumpul menjadi satu, pekerjaan pun menjadi lebih ringan. Dengan demikian, kita juga lebih mudah memerhatikan relawan lain.

Tadi kita telah mendengar kisah anggota Tzu Cheng. Saya sangat tersentuh mendengarnya. Lihatlah, mereka saling memerhatikan dengan penuh kehangatan. Berhubung ada 4 orang relawan Tzu Cheng yang jatuh sakit, para anggota Tzu Cheng pun bekerja sama dan membentuk tim untuk mendampingi dan menjaga mereka secara bergilir. Sungguh penuh kehangatan. Mereka adalah teladan bagi keluarga Tzu Chi. Mereka adalah teladan terbaik dalam memerhatikan sesama. Kehidupan manusia sungguh tidak kekal. Terlebih lagi, ini adalah hukum alam. Setiap orang akan mengalami proses tua dan sakit. Contohnya, kini saya juga merasa badan ini telah menua dan banyak penyakit. Karena itu, saya terus berkata tiada waktu lagi. Jika mengingat sebelumnya, saat menaiki anak tangga di Banqiao, kedua kaki saya berjalan terhuyung dan tidak stabil. Saya akan gemetaran jika harus berhenti sesaat. Karena itu, saya harus berjalan lebih cepat, namun langkah saya tidak stabil.

Saat itu, saya terus merasa kesehatan saya sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Sesungguhnya, selama beberapa tahun ini, setiap kali berdiri di sini, saya selalu berpikir berapa tahun lagi saya bisa bediri di sini. Berapa kali lagi saya bisa berdiri di sini untuk melantik anggota Komite Tzu Chi? Saya memiliki pemikiran seperti itu. Setiap kali saat berdiri di atas panggung, saya bisa melihat barisan relawan yang panjang dan rapi. Satu per satu relawan menghampiri saya untuk menerima angpau berkah dan kebijaksanaan. Entah masih berapa tahun saya bisa membagikan sendiri angpau berkah dan kebijaksanaan ini secara langsung kepada para murid saya.

Melihat barisan insan Tzu Chi yang begitu rapi, saya sungguh merasa berapa lama lagi saya bisa melihat mereka. Bahkan relawan dari luar negeri pun sangat tertib dan rapi. Mereka sama seperti insan Tzu Chi Taiwan. Selama lebih dari 40 tahun, kalian terus mendampingi langkah-langkah saya.

Bodhisatwa sekalian, di dalam dunia Tzu Chi, setiap orang hendaknya selalu bersyukur dan penuh dengan sukacita karena telah bergabung dengan Tzu Chi. Misi Tzu Chi membutuhkan sumbangsih dari banyak orang. Dengan adanya banyak relawan, barulah kita bisa mengembangkan misi hingga ke banyak negara dan tak hanya di Taiwan saja. Untuk mengembangkan misi ke banyak negara, Tzu Chi membutuhkan kontribusi semua orang, dan tak boleh kurang seorang pun. Berkat adanya banyak Bodhisatwa di dalam organisasi kita ini, barulah kita bisa bersumbangsih demi ajaran Buddha dan demi semua makhluk. Semoga ajaran Buddha bisa tersebar ke seluruh dunia. Untuk menyelamatkan dunia, kita membutuhkan ajaran Buddha yang mengandung kebijaksanaan dan prinsip kebenaran.

Dalam era sekarang,saya berharap kalian bisa membabarkan kebijaksanaan Buddha dan menyebarkan benih cinta kasih ke seluruh dunia. Setiap tahun saat relawan Tzu Chi kembali ke Taiwan untuk dilantik, saya selalu berharap mereka dapat menginspirasi lebih banyak orang. Semoga kalian bisa mempelajari sejarah Tzu Chi. Semakin lama mengikuti saya, kalian akan lebih banyak melihat dan memahami filosofi Tzu Chi. Saat berbagi pengalaman dengan orang lain, berarti kita tengah mewariskan semangat. Setiap orang harus bersatu hati dan bekerja sama. Dengan bersumbangsih, barulah bisa menjalin jodoh baik dengan orang lain. Jika berhenti melakukan kegiatan Tzu Chi, maka jiwa kebijaksanaan kita juga tak akan berkembang dan tak bisa mendekatkan diri dengan masyarakat. Karena itu, kita tak boleh berhenti dalam memutar roda Dharma ini. Setelah bergabung dengan Tzu Chi, kita harus berikrar menjadi Bodhisatwa dari kehidupan ke kehidupan. Diterjemahkan oleh: Karlena Amelia.


Artikel Terkait

Kisah Haru dari Sebuah Paket Bantuan

Kisah Haru dari Sebuah Paket Bantuan

19 Mei 2020

Relawan Tzu Chi dari komunitas He Qi Barat 2 menyalurkan bantuan 27 paket sembako kepada 18 keluarga penerima bantuan jangka panjang Tzu Chi dan 9 orang anak asuh.  Bantuan ini untuk meringankan beban mereka akibat dampak pandemi Covid-19. Penyaluran paket sembako ini menggunakan transportasi ojek online, sehingga bantuan tersalurkan, pengemudi ojek mendapat penghasilan.

Ajang pembinaan diri bagi Tzu Ching

Ajang pembinaan diri bagi Tzu Ching

09 Oktober 2013 Dalam setiap kegiatan Tzu Chi, para relawan selalu menerapkan budaya humanis dalam berinteraksi dengan sesama. Sangatlah baik bila budaya humanis Tzu Chi tersebut bisa dibawa pulang ke rumah masing-masing.
Apa yang kita lakukan hari ini adalah sejarah untuk hari esok.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -