Suara Kasih: Kebahagiaan ketika Memberi

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Merasakan Kebahagiaan ketika Memberi

Mari bantu korban gempa di Cile. Bagaimana perasaanmu saat berdana? Sangat senang dapat membantu orang lain. Ini adalah Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi di Shanlin, Kaohsiung. Setiap hari, sebelum mulai bekerja semua orang berkumpul bersama untuk berdoa bersama dengan tulus. Mereka semua adalah warga Perumahan Cinta Kasih.

 

Teringat bencana Topan Morakot tahun lalu, kerusakan yang ditimbulkan juga sangat parah. Karenanya, insan Tzu Chi membangun Perumahan Cinta Kasih di Shanlin. Sebelum proyek tersebut dimulai, Tzu Chi mengajak warga untuk berpartisipasi agar mereka dapat memiliki pekerjaan sekaligus membangun rumah mereka sendiri dengan meratakan jalan, membersihkan lingkungan, dan menata pemandangan.

Saat itu, insan Tzu Chi di 52 negara turut menggalang dana dengan turun ke jalan-jalan dan mengunjungi rumah demi rumah maupun toko-toko dengan penuh rasa hormat. Inilah Bodhisattva yang menghimpun tetes demi tetes cinta kasih banyak orang dan menanamkan butir demi butir benih cinta kasih di hati mereka.

Kita pun telah melihat kondisi di Filipina. Filipina sering dilanda bencana seperti topan dan hujan lebat. Selain itu, bencana akibat ulah manusia pun kerap terjadi. Salah satunya adalah bencana kebakaran. Kebakaran ini terjadi di bulan Januari dan menghanguskan lebih dari 300 rumah.

Menurut salah satu korban sebelum kebakaran terjadi, ia mendengar orang bertengkar. Ada sebuah keluarga bertengkar karena sesuatu. Mereka berkelahi dan saling melempar barang. Lampu minyak pun turut dilempar sehingga menyebabkan kebakaran.  

Kebakaran terjadi, karena ada keluarga yang bertengkar. Dari pertengkaran mereka saling melempar barang. Lampu minyak pun turut dilempar sehingga menyebabkan kebakaran.  

 

Kondisi daerah tempat tersebut juga memiliki bangunan yang tidak memenuhi syarat. Rumah-rumah hanya dibangun dengan kardus bekas, papan, atau lempengan seng. Asalkan memiliki dinding dan atap, ia dapat disebut rumah. Karenanya, di daerah itu saat satu bagian rumah terbakar, api akan cepat menyebar.

Sering kali ketika mendengar berita bencana, insan Tzu Chi segera meninjau lokasi. Saat kepulan asap masih terlihat, insan Tzu Chi sudah tiba di lokasi untuk melakukan survey kepada berapa jumlah rumah yang terbakar dan apa yang warga butuhkan. Mereka segera menyiapkan barang bantuan dan mengantarkannya.

Di Filipina saat membagikan bantuan, insan Tzu Chi berinteraksi dengan warga dengan cara yang baik dan berbagi tentang prinsip-prinsip kebajikan untuk menenangkan batin mereka. Mereka pun menceritakan asal mula Tzu Chi yang dimulai dari masa celengan bambu. Mereka juga bercerita mengenai bencana-bencana seperti yang terjadi di Haiti, sekaligus memutarkan video.

Melihatnya, para warga turut menitikkan air mata. Mereka pun tersentuh oleh cinta kasih insan Tzu Chi. Budaya humanis yang dimiliki insan Tzu Chi dalam menjalankan misi amal sungguh meresap ke dalam hati mereka. Dalam ladang batin mereka telah tersebar benih-benih cinta kasih. Saat cinta kasih terbangkitkan, mereka juga dapat sedikit bersumbangsih. 

 

Insan Tzu Chi di 52 negara turut menggalang dana dengan turun ke jalan-jalan dan mengunjungi rumah demi rumah maupun toko-toko dengan penuh rasa hormat. Inilah Bodhisattva yang menghimpun tetes demi tetes cinta kasih banyak orang.

Kita pun mendengar seorang korban berkata, Sejujurnya, saya tidak punya uang sepeser pun sehingga harus meminjam dari teman saya. Dengan begini, saya baru dapat membantu orang-orang yang menderita di Haiti. Hati saya, pikiran saya, jiwa saya, berdoa bagi korban bencana di Haiti, terutama yang tertimbun reruntuhan.

Mereka mendonasikan uangnya. Meski hanya satu peso, yakni kurang dari 80 sen NT (Rp240), ini merupakan wujud cinta kasih mereka. Seorang korban kebakaran bahkan berkata bahwa satu peso yang ia danakan tak berarti apa-apa dibanding bantuan yang ia terima dari Tzu Chi. Namun, ia ingin turut mengulurkan cinta kasih. Mereka merasa gembira. Inilah Bodhisattva yang mewariskan kebijaksanaan, mengetuk hati manusia yang diliputi kegelapan, sekaligus menghibur dan membimbing mereka untuk tidak terus mengeluh karena masih banyak orang yang lebih menderita, masih banyak orang yang mengalami bencana yang lebih berat.

 

 

Menyadari hal ini, mereka pun membuang segala keluhan dan kebencian. Ini adalah pelita kebijaksanaan yang menyinari orang-orang yang menderita dan menerangi jalan yang gelap. Insan Tzu Chi tersebar di seluruh dunia. Insan Tzu Chi di Amerika Serikat juga sering mengunjungi daerah tertinggal untuk membagikan alat tulis atau membantu biaya sekolah anak-anak.

Baru-baru ini, insan Tzu Chi berkunjung ke sekolah mereka dan berbagi tentang bencana di Haiti. Bahkan orang tua dari keluarga kurang mampu juga membawa anak-anak mereka untuk berdana. Meski yang mereka danakan sangat sedikit, yakni 20 sen , 50 sen, atau 1 dolar AS, setidaknya mereka berkesempatan berbuat baik. Karenanya, mereka sangat berterima kasih.

Kondisi yang sama juga terjadi di Australia. Ada seorang penerima bantuan Tzu Chi yang menyumbangkan 1 dolar Australia dan berkata, “Jika semua orang menyumbangkan 50 sen, jumlah yang terkumpul juga sangat banyak.” 50 sen atau 1 dolar tetap sangat berharga. Saya sering mengatakan hal ini sejak dulu. Jika semua orang menyumbangkan satu dolar,akan terkumpul sekitar tiga juta dolar.

Lihatlah, bukankah ini merupakan kebijaksanaan? Mereka telah memahami prinsip kebenaran ini. Karenanya, mereka bersedia untuk berdana. Inilah cinta kasih tanpa pamrih dan kebijaksanaan.

Bodhisattva sekalian, insan Tzu Chi harus membimbing semua makhluk demi meringankan penderitaan mereka dan memberikan kebahagiaan. Bagi mereka yang menderita, kita berusaha meringankan penderitaan mereka dan memberikan kebahagiaan dengan memberi mereka kesempatan berdana, karena memberi lebih bahagia daripada menerima.

 

Kita jangan meremehkan perbuatan baik yang kecil, Jangan pula berbuat kejahatan sekecil apa pun. Jangan berpikir itu hanya perbuatan kecil. Janganlah kita melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan karena menganggapnya hanya kejahatan kecil. Meskipun hanya perbuatan buruk yang kecil, janganlah kita lakukan. “Apakah kebajikan kecil yang kita lakukan akan berpengaruh?” Jangan pula berpikir demikian. Perbuatan baik yang kecil ini pun berpengaruh. Kebajikan kecil dari semua orang bagaikan tetesan air yang membentuk sungai dan butiran padi yang memenuhi lumbung. Kita hendaknya tak meremehkan hal ini.

Jadi, kita hendaknya senantiasa menjaga hati kita. Ketika timbul sebersit niat baik, segeralah bersumbangsih. Ketika sebersit kebencian timbul, hendaknya segera dibuang atau ia akan makin bertambah di kemudian hari. Api kebencian ini akan membawa penderitaan yang tak terbayangkan. Setitik api dapat membakar padang yang luas. Jadi, kita harus memiliki kebijaksanaan untuk mengatasi ketidakseimbangan batin. Akhir kata, kita harus senantiasa bersungguh-sungguh. Penderitaan di dunia berawal dari kegelapan batin, sebersit kebencian dapat membawa bencana. Menghimpun tetesan berkah dan menumbuhkan cinta kasih, merasakan kebahagiaan ketika memberi.  

Diterjemahkan oleh: Erni & Hendry Chayadi
Foto: Da Ai TV Taiwan

 

Artikel Terkait

Setetes Darah Menyelamatkan Kehidupan

Setetes Darah Menyelamatkan Kehidupan

24 Mei 2022

Relawan Tzu Chi Palembang, tepatnya di Xie Li Radial kembali mengadakan donor darah yang bekerjasama dengan PMI Kota Palembang dan Kelenteng Tridharma Ciu Pek Keng.

Belajar Merawat Bumi Sejak Dini

Belajar Merawat Bumi Sejak Dini

25 Maret 2015
Untuk menanamkan sikap peduli pada lingkungan, maka harus kita mulai sejak dini. Dari sinilah kita dapat belajar bagaimana cara merawat, menjaganya agar bumi dapat memberikan pengaruh yang baik bagi kehidupan manusia. Untuk menanmkan sikap peduli terhadap lingkungan, Yayasan Buddha Tzu Chi Tanjung Balai Karimun mengajak orang untuk menjaga bumi kepada anak-anak Kelas Budi Pekerti yang dilaksankan pada hari Minggu, 15 Maret 2015.
Wisata ke Aula Jing Si

Wisata ke Aula Jing Si

13 Januari 2015 Namun berbeda dengan kali ini, relawan mengajak mereka berkunjung ke Aula Jing Si Indonesia, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Ini lantaran sebagian besar dari para pasien sangat jarang keluar dari tempat tinggal mereka, terkecuali menjalankan pengobatan di rumah sakit.
Bila sewaktu menyumbangkan tenaga kita memperoleh kegembiraan, inilah yang disebut "rela memberi dengan sukacita".
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -