Suara Kasih: Menyadarkan Hati Manusia

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
.
 

Judul Asli:

 

Pentingnya Menyadarkan Hati Manusia

      

Bencana kekeringan mengakibatkan warga kelaparan
Menghemat sumber daya alam dengan sungguh-sungguh
Mengalahkan nafsu keinginan sehingga mampu membantu sesama
Mengurangi nafsu keinginan dan senantiasa mewariskan kebajikan

“Ini pertama kalinya saya membantu menata lokasi pameran foto. Semoga melalui pameran ini orang-orang bisa lebih memahami Tzu Chi,” kata salah seorang relawan, “saya berharap lebih banyak warga Jepang mengetahui bahwa ada sebuah organisasi yang bersumbangsih tanpa pamrih bagi mereka.” ”Perhatian dan kehangatan yang dicurahkan oleh Tzu Chi pada saat itu telah memberi dukungan dan keberanian yang sangat besar bagi para korban bencana,” kata salah seorang warga lainnya. 

Kini adalah saatnya bagi kita untuk sadar. Kita telah melihat bahwa di Jepang orang-orang telah mulai diajak untuk sadar bahwa bencana yang melanda sangat menakutkan. Untuk itu, insan Tzu Chi juga diundang untuk menggelar pameran foto tentang kondisi saat terjadi bencana. Semoga pascabencana kali ini, warga Jepang bisa segera tersadarkan dan tidak terus terbuai untuk terus mengejar keuntungan. Dahulu mereka hanya fokus mengejar keuntungan dan bukan ketenteraman. Kita hendaknya bekerja sama untuk membawa kedamaian dan ketenteraman bagi masyarakat serta belajar bagaimana cara menyelaraskan hati manusia. Inilah pendidikan yang terpenting. Menjalani kehidupan dengan langkah mantap dan menyelaraskan hati manusia adalah pelajaran yang terpenting. 

Kita dapat melihat di Asia Tengah ada sebuah negara kecil yang bernama Kirgizstan. Di negara yang sangat kecil itu, ada orang yang hidup bergantung pada air hujan selama dua puluh tahun. Mereka menampung air hujan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk menimba air, mereka harus berjalan sejauh 7 kilometer. Bodhisatwa sekalian, bukankah kita harus menghargai sumber daya air? 

Saya sungguh telah melihat para Bodhisatwa di Taiwan memiliki kesadaran lingkungan yang tinggi. Banyak Bodhisatwa yang begitu menghargai sumber daya air. Kita sering melihat insan Tzu Chi yang menggunakan air yang sama untuk beberapa kepentingan yang berbeda. Akan tetapi, masih ada banyak orang masih hidup dalam ketersesatan sehingga memboroskan banyak air dan listrik.  

Tahun ini, saya terus mensosialisasikan pola makan cukup 80 persen kenyang dan menggunakan 20 persennya untuk membantu orang lain. Selain pola makan cukup 80 persen kenyang, sesungguhnya kita juga harus hemat dalam menggunakan segala sesuatu. Kita harus hidup lebih hemat dan menggunakan hasil yang sudah dihemat untuk membantu orang lain. Inilah cara kita menumbuhkan moralitas, mengasihi bumi, dan menghargai sumber daya alam. Dengan demikian,kita bisa memberi manfaat bagi masyarakat. Inilah hal yang terpenting pada masa sekarang ini. 

Bukankah tadi kita sudah melihat relawan daur ulang di Jiaoxi, Yilan? Kita dapat melihat para relawan di posko daur ulang sudah mulai memilah barang daur ulang sebelum matahari terbit. Mereka sudah datang pagi-pagi sekali. “Selamat pagi, semuanya,” kata salah seorang relawan. “Selamat pagi,” jawab relawan yang tengah melakukan daur ulang. “Mengapa pagi-pagi sudah ada banyak orang yang datang untuk melakukan daur ulang?” ”Karena kami yang tinggal di pedesaan semuanya harus bercocok tanam. Mereka berkata bahwa dengan datang lebih awal, setelah pulang dari sini, mereka masih ada waktu untuk bercocok tanam,” jawab relawan daur ulang tersebut. Ada Bodhisatwa Lansia yang bahkan mengajak cucunya ke sini.” 

“Jadi, para relawan daur ulang di sini sudah mulai bekerja sejak pukul 3 subuh,” tanya relawan. “Kami mulai pada pukul 3.30 subuh. Sekitar pukul 3 hingga 3.30 subuh, setiap orang sudah mulai berkumpul di sini. Para nenek sangat memanfaatkan waktu. Mereka berkata bahwa karena sudah berusia lanjut, mereka harus memanfaatkan waktu yang ada. Mereka enggan beristirahat. Karenanya, mereka meminta kami untuk memulainya pagi-pagi sekali,” jawab relawan daur ulang. 

Mereka sudah berlomba pada pagi-pagi sekali. Mereka sangat giat dan bersemangat serta menganggap posko daur ulang sebagai ladang pelatihan. Setiap kali melihat program Da Ai TV tentang Bodhisatwa daur ulang, saya selalu merasa sangat tersentuh. “Oh, saya melihat permata,” kata salah seorang relawan yang tengah mengumpulkan sampah daur ulang di jalanan. “Kak Liu Mian, Anda sudah melakukan daur ulang begitu lama, bagaimana pendapat Anda tentang kegiatan ini?” Tanya seorang reporter Da Ai TV. “Dahulu sebelum melakukan daur ulang, saya tidak menyadari betapa banyak sampah yang sudah kita ciptakan. Tahukah Anda bahwa ini adalah kewajiban dan tanggung jawab kita? Saya merasa bahwa kegiatan daur ulang sangat diperlukan di bumi ini,” jawab Liu Man. “Jadi, maksud Kak Liu Mian adalah setiap orang memiliki tanggung jawab untuk melindungi bumi ini?” ”Ya. Saya merasa kita harus memerhatikan bumi bagai memerhatikan keluarga kita,” jawab Liu Man. 

Meski harga tanah di sana sangat tinggi, mereka tetap melakukan daur ulang. Meski hanya memiliki tenda kecil di sebuah lahan parkir, mereka tetap melakukan daur ulang dengan penuh kesungguhan hati. Mereka menata barang daur ulang dengan sangat rapi. Ini semua menunjukkan bahwa mereka sangat menghargai sumber daya alam dan menyayangi bumi pertiwi. Kita juga dapat melihat Bodhisatwa Lansia di Taoyuan yang telah berusia 77 tahun. Setiap hari, sebelum matahari terbit, dia sudah pergi ke pasar untuk mengumpulkan barang daur ulang. “Kak, Anda mau kemana pagi-pagi begini?” tanya reporter Da Ai TV. “Saya mau mengumpulkan plastik. Nyonya, saya datang mengambilnya,” kata relawan yang tengah mengumpulkan sampah daur ulang di pasar. “Silakan. Tetapi, hari ini saya tidak ada waktu untuk memilahnya,” jawab si pemilik toko. 

“Tidak apa-apa. Biar saya yang memilahnya. Saya sangat berterima kasih kepada Master Cheng Yen yang telah ‘mendaur ulang’ diri saya sehingga saya bisa bergabung dengan keluarga besar Tzu Chi. Jika tidak, saya tidak bisa apa-apa. Saya sangat gembira karena bisa menjadi relawan di sini. Saya akan terus melakukan daur ulang selama masih hidup dan sehat,” kata relawan tersebut. 

 

Kontribusi Nenek Yue Ying sungguh membuat orang tersentuh. Dia dan suaminya bersama-sama melakukan daur ulang. Para Bodhisatwa Lansia sangat memanfaatkan waktu karena waktu adalah ladang pelatihan untuk mengembangkan jiwa kebijaksanaan. Karena itu, di mana pun berada, kita harus memanfaatkan waktu untuk melatih diri. Ada pula seorang Bodhisatwa Lansia di Taichung. Nenek tersebut sudah berusia 72 tahun. Dia sungguh menjalani kehidupan yang sangat sulit. Dia sudah menjanda sejak berusia 30 tahun dan memiliki tiga orang anak. Dia mengandalkan sepasang tangannya untuk mencuci baju demi menafkahi tiga orang anaknya. Dia selalu merasa bahwa saat anak-anaknya masih kecil, banyak orang yang membantunya. Dia selalu berterima kasih kepada masyarakat yang sudah menguluran tangan untuk membantunya. Kini dia sangat ingin membalas budi masyarakat. Karena itu, dia terus memikirkan bagaimana cara membalas budi masyarakat. Dia berkata bahwa beruntung ada kegiatan daur ulang sehingga dia ada kesempatan untuk membalas budi masyarakat dan melindungi bumi. Lihatlah jari-jarinya pun sudah berubah bentuk.  

”Dahulu saya mencuci baju hingga tidak ada kuku. Jari-jari saya juga bengkak dan terasa sangat sakit,” kata Nenek Yue Ying. “Mengapa kini kukunya berwarna hitam?” Tanya reporter Da Ai TV. “Karena saya melakukan daur ulang,” jawabnya. Dia tidak pernah mengeluh atas kehidupannya. Dia sudah bekerja keras sejak muda. Banyak orang yang berkata bahwa setiap kali bertemu dengannya, sang nenek selalu tersenyum. Karena itu, saya selalu berkata bahwa senyuman adalah yang paling indah. Meski tangannya sudah berubah bentuk dan menjadi kasar karena bekerja keras, namun tangannya adalah tangan terindah. Selama hidupnya, dia bekerja keras demi keluarganya dan masyarakat. Kini dia bekerja untuk melindungi bumi, bersumbangsih bagi masyarakat, serta menciptakan berkah bagi dunia. Dia adalah Bodhisatwa Lansia yang mengagumkan serta patut kita hormati dan sayangi. Singkat kata, kini kita sungguh harus turut bersumbangsih bagi sesama. Bisa bersumbangsih adalah berkah. 

Kita juga dapat melihat sekelompok mahasiswa dari Taipei. Saat melihat Bodhisatwa Lansia memberi penjelasan tentang konsep daur ulang, mereka semua sangat terkesan. Mereka sendiri saja tidak tahu, bagaimana sang nenek bisa tahu begitu banyak? Jadi, tidak mengenal huruf tidak apa-apa, yang penting adalah memahami kebenaran. Dengan memahami prinsip kebenaran, kehidupan kita akan bebas dari hambatan. Jika kita berpendidikan tinggi, tetapi tidak memahami kebenaran, maka setiap jalan kehidupan kita akan penuh dengan hambatan.  

Singkat kata, kita harus menjadi teladan nyata untuk membimbing generasi muda. Hal ini sangatlah penting. Baiklah. Saya sangat berterima kasih karena adanya begitu banyak Bodhisatwa yang telah menjadi teladan nyata dalam mengemban Empat Misi Tzu Chi dan Delapan Jejak Dharma. Setiap orang telah berusaha maksimal, giat, dan bersemangat dalam mengemban misi. Saya berterima kasih kepada kalian. Diterjemahkan oleh Laurencia Lou.

 
 

Artikel Terkait

Suara Kasih: Kehidupan yang Paling Tenteram

Suara Kasih: Kehidupan yang Paling Tenteram

01 Juni 2012 Lihatlah, hingga kini masih ada insan Tzu Chi di beberapa negara yang memperingati tiga hari besar di bulan Mei. Contohnya, insan Tzu Chi di Meksiko juga menggelar upacara pemandian rupang Buddha dengan sangat rapi.
Suara Kasih : Berterima Kasih kepada Bumi

Suara Kasih : Berterima Kasih kepada Bumi

09 Agustus 2012 Kita harus lebih berterima kasih kepada ibu pertiwi. Empat unsur alam yang selaras bisa mendukung bumi dalam menyediakan berbagai tanaman pangan dan sumber daya alam yang berlimpah kepada manusia. Ini semua bergantung pada kondisi iklim.
Komunikasi Harmonis dalam Keluarga

Komunikasi Harmonis dalam Keluarga

16 Maret 2015 Selain itu, dalam acara ini juga ditampilkan ilustrasi seorang anak yang tega menelantarkan orang tua mereka sendiri yang sudah tidak berdaya dimakan usia dan terjangkit berbagai penyakit. Melalui ilustrasi ini, para orang tua dan anak-anak diajak kembali mengakrabkan diri masing-masing, meluangkan waktu kebersamaan lebih erat lagi satu sama lain dalam suasana  yang lebih kekeluargaan, lebih rukun, lebih harmonis.
Kita sendiri harus bersumbangsih terlebih dahulu, baru dapat menggerakkan orang lain untuk berperan serta.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -