Suara Kasih : Senantiasa Giat Melatih Diri

Jurnalis : Da Ai News, Fotografer : Da Ai News
 

Judul Asli:

Mengembangkan Welas Asih 
Saat Melihat Penderitaan
 

Membangun sekolah demi mendidik generasi muda
Membebaskan sesama dari penderitaan dan memberi mereka harapan
Senantiasa mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan
Hendaknya semua orang mengembangkan Jalan Mahayana

Bencana akibat kondisi iklim yang ekstrem sungguh membuat manusia menderita. Warga di Amerika Selatan kembali tertimpa bencana. Ini adalah daerah Guatemala di Amerika Tengah. Luas wilayahnya 3 kali lebih besar daripada Taiwan, namun didominasi pegunungan. Mata pencaharian warga setempat adalah bertani dan hasil panen mereka bergantung pada kondisi cuaca. Pada tahun 2009, terjadi bencana kekeringan yang mengakibatkan warga setempat gagal panen. Kenaikan harga barang yang melonjak makin membuat kehidupan warga setempat semakin sulit. Inilah gambar kehidupan warga Guatemala.

Semua orang merasa khawatir akan kondisi ini. Kenaikan harga barang bagaikan “tsunami yang tak terlihat”. Hal ini sungguh mencemaskan. Insan Tzu Chi di Guatemala hanya sedikit, namun mereka harus memerhatikan banyak orang. Mereka mengadakan baksos kesehatan 3 kali setahun, juga mengunjungi warga yang kurang mampu. Saat berkunjung, mereka menemukan banyak keluarga yang hidup dalam kondisi serba sulit dan kebanyakan para wanita yang mencari nafkah bagi keluarganya. Contohnya seperti Cristina. Ia sungguh hidup dalam kesulitan. Putrinya menderita cacat mental, sedangkan putranya yang berusia 22 tahun mengalami kelumpuhan otak. Putranya itu hanya dapat berbaring di ranjang, bahkan makan pun harus disuapi. Namun, Cristina merawat anak-anaknya dengan sangat baik sehingga tubuh mereka terlihat sangat bersih.

Kita dapat melihat kesungguhan hatinya dalam merawat putranya tersebut. Putra bungsunya berusia 7 tahun. Dulunya ia memiliki seorang putra yang berusia 15 tahun. Putranya yang normal dan sehat ini bekerja sebagai kondektur bus. Kondisi setempat tak terlalu aman dan sering terjadi perampokan. Suatu kali, terjadi perampokan di dalam bus dan dalam kondisi genting, bus ini diledakkan dengan bom. Akibatnya, satu-satunya anak yang menjadi tulang punggung keluarga pun tewas pada usia 15 tahun.

Lihatlah, harapannya kini tertumpu pada putranya yang berusia 7 tahun. Jika ia tak mendapat pendidikan yang baik, bagaimana masa depannya kelak? Pendidikan sangatlah penting. Insan Tzu Chi di Guatemala sangat memerhatikan pendidikan anak-anak. Biaya pendidikan anak-anak terasa sangat berat bagi para orang tua di Guatemala. Sesungguhnya, mereka dibebaskan dari uang sekolah oleh pemerintah, namun peralatan tulis, seragam, dan lain-lain harus disiapkan sendiri. Karena itu, kebanyakan orang tua membiarkan anak-anaknya tinggal di rumah karena kekurangan biaya. Ini adalah siklus yang buruk.

Selama beberapa tahun ini, insan Tzu Chi memerhatikan anak-anak setempat. Mereka meminta para orang tua agar mengizinkan anak-anaknya bersekolah. Insan Tzu Chi akan menyediakan peralatan tulis serta seragam dan keperluan lainnya. Para orang tua tahu bahwa pendidikan akan membebaskan mereka dari kemiskinan. Karenanya, mereka mengumpulkan dana untuk membeli sebuah lahan guna membangun sekolah. Awalnya, sebuah organisasi amal di Kanada bersedia membantu pemerintah  menanggung 50 persen biaya pembangunan sekolah. Namun, saat pembangunan mulai berjalan dan batu bata telah diletakkan, mereka kekurangan dana dan organisasi amal tersebut tak mampu membantu lagi. Pemerintah pun tak dapat berbuat apa-apa. Lalu, Tzu Chi melanjutkan proyek ini. Dalam waktu setengah tahun, gedung sekolah selesai dibangun. Anak-anak pun dapat mulai bersekolah. Semua orang merasa sangat gembira. Kini, jumlah siswa di sekolah tersebut telah bertambah 2 kali lipat. Ketika ditanya, anak-anak menjawab bahwa keinginan mereka adalah bersekolah dan memakai seragam sekolah. Lihatlah, bertemu dengan insan Tzu Chi membuat hidup mereka penuh harapan.

Singkat kata, dalam membebaskan sesama dari penderitaan, welas asih kita terus berkembang. Dalam menghadapi segala perubahan, kebijaksanaan kita bertumbuh. Setiap negara memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Namun, insan Tzu Chi mampu beradaptasi dan memberi manfaat di negara mana pun.

Saya sering berkata saat melihat penderitaan, kita harus mengembangkan welas asih. Dengan adanya hati Bodhisatwa, kita dapat merasakan penderitaan orang lain. Karena itu, welas asih kita terus berkembang dan kita tak tega melihat penderitaan sesama. Untuk membantu korban bencana maupun orang-orang yang membutuhkan, kita harus memiliki kebijaksanaan.

Dalam menyalurkan bantuan, kita akan menghadapi banyak kesulitan. Namun, di tengah perubahan itulah kebijaksanaan kita bertumbuh. Dengan memiliki welas asih dan kebijaksanaan, kita dapat menjadi Bodhisatwa dunia dan dunia ini adalah ladang pelatihan  bagi kita. Tanpa adanya penderitaan, kewelasasihan kita tak dapat berkembang dan tanpa rintangan, kebijaksanaan kita tak dapat bertumbuh. Jadi, kita harus senantiasa bersyukur dalam menjalani hidup setiap hari dan menggunakan kebijaksanaan dalam menghadapi segala perubahan.

Bukankah di dalam Sutra Makna Tanpa Batas dikatakan bahwa kebijaksanaan seorang Bodhisatwa terang bagaikan matahari dan bulan dan dapat dimanfaatkan dalam segala kondisi? Lihatlah bumi ini. Bukankah manusia bercocok tanam sesuai dengan musim? Hal ini juga membutuhkan kebijaksanaan. Contohnya seperti seorang tukang kebun. Ia harus menanam benih dengan jarak yang tepat. Jika terlalu rapat, tanaman tak akan bertumbuh dengan baik. Jika tanaman tumbuhnya agak berdekatan, kita harus mengubah posisinya sehingga mereka mendapat ruang yang cukup dan dapat bertumbuh dengan subur. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa sebagai Bodhisatwa dunia, kita harus mampu menghadapi segala perubahan dan senantiasa giat melatih diri.

Bagi praktisi Buddhis aliran Hinayana, semoga bersedia membuka hati untuk mempelajari Jalan Mahayana. Hendaknya semua orang  dapat bersumbangsih di tengah masyarakat dan mengembangkan Jalan Mahayana. Inilah kebijaksanaan Buddha dalam membimbing umat manusia. Buddha adalah guru yang membimbing kita ke jalan yang benar. Akhir kata, kita harus lebih giat lagi. Diterjemahkan oleh: Lena

 
 

Artikel Terkait

Layanan Kesehatan di Pondok Pesantren

Layanan Kesehatan di Pondok Pesantren

12 Maret 2019

Bakti sosial kesehatan rutin di Pondok Pesantren Nurul Iman, Parung, Bogor kali ini jatuh pada 3 Maret 2019. Sebanyak 77 relawan He Qi Barat 2 dan 71 tim medis (dokter, perawat, dan apoteker) hadir melayani 1.284 santri maupun para guru dan pengurus pondok pesantren yang memeriksakan kesehatan mereka.

Pentingnya Mengendalikan Kemarahan

Pentingnya Mengendalikan Kemarahan

15 Januari 2016

Minggu, 10 Januari 2016 Kelas budi pekerti Xaio Tai Yang Tzu Chi Tanjung Balai Karimun kembali di gelar dengan tema “Tidak Marah-marah.” Sebanyak 42 anak kelas budi pekerti Xiao Tai Yang sangat antusias mengikuti kegiatan yang diadakan di kantor Tzu Chi Tanjung Balai Karimun ini.

Mendalami Ajaran Jing Si Melalui Celengan Bambu

Mendalami Ajaran Jing Si Melalui Celengan Bambu

01 November 2021

Sebanyak 64 celengan terhimpun dalam kegiatan penuangan Celengan Bambu Tzu Chi di Aula Jing Si, Tzu Chi Bandung pada kamis, 28 Oktober 2021

Jangan menganggap remeh diri sendiri, karena setiap orang memiliki potensi yang tidak terhingga.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -