Sukacita di Usia Senja

Jurnalis : Yuliati, Fotografer : Yuliati, Teddy Lianto

doc tzu chi

Setiap bulannya relawan Tzu Chi melakukan kunjungan kasih ke rumah Siti Waspiah yang berjodoh dengan Tzu Chi sejak 2011 silam.

“(Sekarang) sering dengerin radio. Ada sandiwara, segala berita paling demen. Tadinya pakai batu (baterai –red) nggak mau bunyi, mau dibuang (akhirnya) dibenerin bapaknya Panji, terus ini pakai listrik. Jadi ramai,” ujar Siti Waspiah gembira.

Kebahagiaan nenek usia 80 tahun ini bukan tanpa alasan. Pasalnya di usia senjanya ini, ia seperti mengalami titik balik kehidupan. Siti Waspiah yang akrab disapa Bu Dul hidup seorang diri sejak anaknya, Siti Rahayu meninggal pada tahun 2005 silam. Selama itu pula ia hanya bisa bergantung pada orang yang baik padanya untuk memberi makan sehari-harinya. Terlebih Bu Dul juga sering sakit. Beruntung ada Ferdinand Timotius Hariyadi (57 tahun) dan istri yang membantu merawat Bu Dul sepeninggal Siti Rahayu. Bu Dul memang memiliki menantu dan cucu, namun mereka kurang peduli.

Panji, sapaan Timotius yang tinggal berjarak 1 km dari rumah Bu Dul setiap harinya membawakan makanan untuknya. Selain mengantarkan makanan, Panji juga membersihkan rumah, mencuci piring, membelikan air untuk mandi, dan lain-lain. Bu Dul yang kondisi fisiknya makin renta tidak mampu untuk menghidupi dirinya sendiri. Jika Panji dan keluarganya sedang berada di luar kota, Panji pun menitipkan sejumlah uang kepada tetangga Bu Dul untuk membelikan makanan setiap harinya. Rutinitas ini dilakoninya hingga sekarang.

Siti Waspiah tinggal seorang diri di rumahnya yang sudah rapuh dan tidak layak huni yang beralamat di Tegal Alur, Jakarta Barat.

Ferdinand Timotius Hariyadi yang akrab disapa Panji setiap harinya mengurus Siti Waspiah dengan membawakan makanan, membersihkan rumah, mencuci piring, dan lain-lain.

Apa yang dilakukan Panji dan keluarganya bukan tak berdasar. Pentingnya mempraktikkan cinta kasih lah yang menjadi pedoman baginya. “Awalnya karena rasa kasian. Lama kelamaan saya sendiri berpikir bahwa cinta kasih harus diwujudkan dalam keadaan nyata,” ujar Panji. Panji pun seperti keluarga sendiri pengganti putri Bu Dul.

Melakukan kebajikan memang banyak yang tidak suka. Panji pun merasakan hal ini. Kasih sayangnya kepada Bu Dul mendapatkan celaan dari tetangga-tetangganya melihat kondisi kehidupan Panji sendri bukan tergolong keluarga berada. “Saya dan keluarga punya tekad, kita emban amanahnya Almarhumah (Siti Rahayu) sampai sekarang masih terus (membantu) walaupun sebenarnya kendalanya banyak sekali,” katanya. “Yang penting kita bantu sebisanya, semampunya, seadanya,” tandasnya tersenyum.

Kondisi tempat tinggal Bu Dul yang sangat sederhana tidak memiliki banyak perabot rumah tangga. Lebih dari itu, Bu Dul juga tidak memiliki fasilitas kamar mandi. Jika ingin buang air besar ia lakukan di tempat terbuka sekitar rumahnya. Panji pun selalu mencarikan pasir untuk menghilangkan bau kotoran tersebut.

Mendapatkan Keluarga Baru

Hingga pada tahun 2011, jalinan jodoh baik Bu Dul dengan Tzu Chi telah matang. Relawan Tzu Chi yang saat itu sedang melakukan kunjungan kasih di salah satu penerima bantuan yang tak jauh dari tempat tinggal Bu Dul mendapatkan kabar bahwa ada seorang renta yang sedang sakit. “Saya kunjungi ada sakit gatel, campur-campur,” ucap Sutrisno, relawan Tzu Chi. Dari situlah relawan mulai membawakan obat dan memberikan perhatian setiap bulannya melalui kunjungan kasih. Selain pendampingan dari relawan, Bu Dul juga menerima bantuan biaya hidup dari Tzu Chi.

Salah satu relawan Tzu Chi, Sutrisno membantu mengecat rumah baru Siti Waspiah bersama relawan lainnya.

Setelah rumah siap dihuni, relawan membawakan ranjang dan perabotan rumah tangga lainnya. Johnny Candrina (dua dari kanan) bersama relawan Tzu Chi lainnya bergotong royong memasang ranjang untuk Siti Waspiah.

Melihat kondisi Bu Dul yang tidak memiliki fasilitas MCK, relawan juga berinisiatif membantu membuatkan fasilitas ini. Juga memberikan bantuan pompa air, sehingga Panji tidak perlu membeli air setiap harinya.

Di samping itu, tempat tinggal Bu Dul kian hari kian mengalami kelapukan dan tidak layak huni. Bocor, bolong, bahkan rumah Bu Dul itu hanya tersisa ruangan yang tidak luas akibat amukan si jago merah. Relawan pun mengajukan bantuan untuk bedah rumah. Gayung bersambut, berkat jalinan jodoh baik, rumah Bu Dul pun dibangun di belakang tempat tinggalnya yang mulai rapuh tersebut.

“Kondisi waktu itu sudah mulai hujan, jadi kita merasa seandainya terjadi rumah ambruk kasian juga. Kita menghargai nyawa, akhirnya mengajukan (bantuan bedah rumah) itu dan disetujui,” kata Johnny Chandrina, relawan Tzu Chi.

Usai pembangunan rumah, relawan memberikan bantuan isi perabotan rumah tangga seperti: Kasur, lemari, meja, kursi, TV, dan pakaian. Relawan juga membawa tongkat baru untuk Bu Dul untuk mengganti tongkat lamanya yang sudah usang. “Kemarin kita (relawan) kasih bantuan TV, ranjang itu hasil dari depo pelestarian Tzu Chi. Semua kita perbaiki dan kasih ke dia. Ini juga bentuk sumbangan cinta kasih banyak orang,” ujar Johnny. Cinta kasih yang dipancarkan kepada Bu Dul tentu memberikan energi kebahagiaan bagi Bu Dul. Tak heran setiap relawan datang berkunjung, Bu Dul menyambut dengan penuh sukacita. “Seneng bener dibangunin (rumah). Alhamdulilah. Saya enggak punya anak enggak punya cucu. Hujan gede sudah bersih,” ungkap Bu Dul yang tinggal di Tegal Alur, Jakarta Barat ini.

doc tzu chi

Dalam kegiatan kunjungan kasih yang digelar pada tanggal 19 Februari 2017, relawan Tzu Chi juga membawakan nasi tumpeng untuk merayakan kehidupan baru nenek usia 80 tahun ini.

Di usianya yang mulai senja ini, Siti Waspiah merasakan sukacita karena sudah tidak khawatir akan hujan dan lapuknya rumah miliknya.

“Ini mungkin suatu kebahagiaan dia di hari tua. Kita enggak tahu apakah dia hidup bisa berapa bulan, berapa tahun minimal sekarang sudah tidak was-was dari hujan dan angin,” ucap Johnny. “Kepengen rumah sudah tercapai, Bu Dul untuk menenangkan diri,” timpal Tris tersenyum. “Saya rasa dia bahagia,” tukas Johnny.

Apa yang disampaikan relawan Tzu Chi pun diiyakan Panji. Ia mengatakan, “Dalam sisa umurnya, saya nggak tahu sampai kapan, dia sudah dibuat senang dan bahagia.” Panji berharap kondisi Bu Dul jauh lebih baik dari sebelumnya. Tak henti-hentinya ia mengucap syukur kepada Tzu Chi. “Sangat bersyukur dan terima kasih kepada relawan Tzu Chi dan yayasan (Buddha Tzu Chi),” ucap pria yang sehari-hari menjadi tukang vermak ini. Ke depan, Panji akan terus mengurus keperluan Bu Dul layaknya keluarganya sendiri seperti yang selama ini telah ia lakukan. “Saya dengan memberikan sedekah ala kadarnya enggak nyangka ternyata membawa berkah untuk keluarga saya,” ungkapnya. Panji pun melakukan dengan penuh sukacita mengamalkan cinta kasih dan memberi dengan ikhlas.

Editor: Metta Wulandari


Artikel Terkait

Tzu Chi Biak Membangun Rumah Pak Bunci

Tzu Chi Biak Membangun Rumah Pak Bunci

04 April 2017 Sabtu, 1 April 2017, untuk pertama kalinya Tzu Chi Biak meresmikan Rumah Cinta Kasih. Rumah tersebut adalah sebuah rumah milik Daniel Rumadas (65) yang dibangun kembali karena kondisi yang sudah tidak layak huni.
Sukacita di Usia Senja

Sukacita di Usia Senja

22 Februari 2017

Kebahagiaan nenek usia 80 tahun di Tegal Alur, Jakarta Barat ini bukan tanpa alasan. Pasalnya di usia senjanya ini, ia seperti mengalami titik balik kehidupan. Siti Waspiah yang akrab disapa Bu Dul hidup seorang diri sejak anaknya, Siti Rahayu meninggal pada tahun 2005 silam. Beruntung ada Ferdinand Timotius Hariyadi (57 tahun) dan istri yang membantu merawat Bu Dul sepeninggal Siti Rahayu.

Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -