Tak Kenal Maka Tak Sayang (bagian terakhir)

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto

fotoSaat pembagian suvenir, Sugianto Kusuma, Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia juga berkesempatan menjelaskan secara sekilas filosofi celengan bambu Tzu Chi kepada Jufril Siry, Kepala Sekolah SMAN 1 Padang.

Sebuah Pelajaran Berharga
Tak hanya Ernella, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Padang, Jufril Siry juga turut unjuk bicara sore hari itu, ”Kami datang ke Jakarta dalam rangka melihat secara langsung aktivitas yayasan yang sungguh luar biasa ini yang mengedepankan dan mengamanahkan cinta kasih sesama manusia.” Dalam kunjungan itu, ia mendapatkan gambaran nyata bahwa kepedulian terhadap sesama manusia adalah sebagai usaha bersama dalam memerangi kemiskinan dan kebodohan.

 

“Dengan kehidupan seperti itu, Insya Allah mudah-mudahan. Kita hidup di dunia ini dengan damai dan sejahtera. Inilah yang dipelopori oleh Yayasan Buddha Tzu Chi di tempat kita berada sekarang,” katanya.  Dalam kesempatan itu, ia pun bertekad untuk mempelopori kegiatan-kegiatan seperti ini dan berharap kota Padang ke depan akan menjadi kota yang damai, sejahtera, hidup teratur dan berbudi pekerti yang baik.

”Dengan kita berkunjung pada hari ini kita membekali diri kalau diijinkan oleh Tuhan yang Maha Esa akan mendapatkan kampus baru yang diberikan oleh hasil kegiatan yayasan Buddha Tzu Chi mengumpulkan recehan-recehan dari kantong-kantong yang peduli kepada sesama. Dan dengan uang itulah gedung SMA 1 di kampus Belanti dibangun,” kata Jufril Siry.

Menurutnya lagi, ”Sebagai orang yang sudah merasakan, keluarga SMA Negeri 1 sudah merasakan baktinya yayasan kita ini dan tentunya menjadi tanggung jawab moral keluarga besar SMA 1 untuk bisa berbuat yang sama bahkan diusahakan untuk bisa lebih kepada sesama lainnya.” Lantas Jufril Siry pun bertekad untuk menghimpun dana dengan celengan bambu membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan di daerah lain.

”Dalam kunjungan ini kami mendapatkan pelajaran yang berharga, di balik penderitaan ada hikmahnya. Di balik kampus kita kemarin rubuh oleh gempa di balik itu rupanya Allah Tuhan yang Maha Kuasa memberikan pelajaran yang sangat berharga. Karena mungkin selama kita kurang peduli kepada sesama,” katanya lagi.

foto  foto

Ket : - Sebagai kenang-kenangan dan ungkapan terima kasih, Yunazar Manjang selaku Ketua Komite Sekolah           SMAN 1 Padang memberikan sebuah suvenir dari SMAN 1 Padang kepada Liu Su Mei, Ketua Yayasan            Buddha Tzu Chi Indonesia (kiri)
        - Sapto (urutan ke-5 dari kiri dan berdasi) dengan saudara-saudaranya sekampung halaman dari SMA             Negeri 1 Padang memperagakan bahasa isyarat tangan Satu Keluarga. (kanan)

Pertemuan Murid dan Guru   
Dunia itu selebar daun kelor, sebuah ungkapan lain yang sering kita lontarkan pada saat kita bertemu dengan seorang teman lama yang lama tak jumpa. Itulah pula yang terjadi pada Sapto, guru teknologi informasi SMP Cinta Kasih Tzu Chi saat guru-guru SMA Negeri 1 Padang berkunjung ke sekolahnya. Di awal wawancara, Sapto mengucapkan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk mendampingi saudara-saudaranya dari Minangkabau.

Surprise saja sebenernya, karena bertemu dengan orang-orang saya (saudara sekampung halaman),” kata Sapto. Saat itu mereka berbicara, berkenalan dan kemudian saling bertukar pikiran. ”Yang lebih surprise, di antara mereka ternyata ada guru saya waktu bersekolah di SMK 1 Padang. Kita sharing cerita pengalaman. Ternyata pak Jufril yang kepala sekolah SMA Negeri 1 Padang itu mantan guru BP saya waktu di SMK,” tambahnya.   

Ucapan Sapto pun menerawang jauh ke belakang. Saat dahulu di SMK 1 Padang, ia sangat jarang berbuat masalah, maka ia pun jarang menghadap ke guru BP. Tak heran, Sapto pun tak begitu mengenal Jufril Siry. ”Dan beliau mengenal saya kebetulan, Alhamdulillah. Akhirnya saya jadi lebih dekat dan bisa sharing. Dengan guru-guru yang lain juga,”  katanya lagi.

Berdasarkan penuturan Sapto, Jufril Siry juga mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya tentang Tzu Chi dan bagaimana ia sampai bisa bergabung di dalamnya. Sapto pun bercerita panjang lebar kepada Jufril Siry bagaimana ia awalnya masuk dan punya image yang sama dengan mereka yang belum mengenal Tzu Chi.

foto  foto

Ket : - Sebelum pulang dan kembali ke penginapan, para guru ini juga mensempatkan diri berkunjung ke Posko Daur             Ulang, para guru ini mendapatkan penjelasan tentang Ulang Tzu Chi. (kiri).
         - Didampingi oleh seorang staf Posko Daur Ulang, para guru ini mendapatkan penjelasan tentang             bagaimana posko beroperasi sehari-harinya. (kanan)

”Benar kata beberapa orang teman, anggapan mereka sama dengan saya awalnya. Namanya Yayasan Buddha Tzu Chi, mungkin mengajarkan soal agama,” pungkasnya. Tetapi saat ia sudah bekerja satu dua bulan, satupun tak pernah ada yang berbicara soal agama. ”Justru yang dominan masalah kegiatan keislaman seperti Pesantren Kilat, Isa Miraj, dan lain sebagainya,” ujarnya yakin.

Ahui Shixiong, relawan Tzu Chi Padang yang ikut dalam rombongan juga mengatakan bahwa tujuan dari kunjungan hari ini adalah agar para guru dan relawan Tzu Chi yang ikut dapat lebih memahami Tzu Chi. ”Inikali menurut guru sangat memuaskan,” katanya. Dari kunjungan ini, Ahui pun berharap ke depannya, selain dapat membantu masyarakat Padang sendiri, nantinya juga masyarakat Padang dapat membantu saudara-saudara kita di daerah lain yang tertimpa bencana.

Happy Ending
Di akhir pertemuan, Jufril Siry dan Yunazar Manjang mewakili SMA Negeri 1 Padang memberikan kenang-kenangan kepada Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia yang diterima langsung oleh Liu Su Mei dan Sugianto Kusuma, Ketua dan Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.  Sebelum berkeliling dan melihat-lihat posko daur ulang Tzu Chi, para guru Sekolah Cinta Kasih, para guru SMA Negeri 1 Padang, dan para relawan Tzu Chi bersama-sama melakukan pertunjukkan bahasa isyarat tangan yang berjudul Satu Keluarga. Usai berkunjung ke posko daur ulang, bus berwarna biru langit yang membawa rombongan pun kemudian meninggalkan kompleks Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng. Lambaian tangan para relawan Tzu Chi pun mengiringi keberangkatan mereka. Tak kenal maka tak sayang, makin kenal tentu makin sayang.

  
 

Artikel Terkait

Keharmonisan dalam Bingkai Keberagaman

Keharmonisan dalam Bingkai Keberagaman

29 Juni 2018
Relawan Tzu Chi Tebing Tinggi mengunjungi relawan Laut Tador dalam rangka silaturahmi Idul Fitri, Minggu, 24 Juni 2018. Sebanyak 30 relawan beserta beberapa Bodhisatwa cilik disambut dengan rangkulan yang hangat oleh relawan komunitas Laut Tador. 
Ulurkan Tangan dengan Kesukacitaan

Ulurkan Tangan dengan Kesukacitaan

13 Agustus 2010 “Kalau saya dapat menyimpan bau itu di dalam toples dan membawanya ke sini, saya yakin Anda semua akan kehilangan selera makan,” kata Stephen Huang di akhir acara Ramah Tamah Komisaris Kehormatan Tzu Chi, di Novotel, 6 Agustus 2010 lalu.
PAT 2022: Tekad Teguh Tak Tergoyahkan

PAT 2022: Tekad Teguh Tak Tergoyahkan

15 Desember 2022

Untuk tampil dalam Persamuhan Dharma, para penyelam Dharma menghabiskan waktu untuk latihan selama tujuh bulan. Di samping harus menghapal lirik, gerakan, dan formasi, juga dibutuhkan tekad dan niat yang kuat agar dapat terus latihan hingga hari persamuhan tiba. 

Beriman hendaknya disertai kebijaksanaan, jangan hanya mengikuti apa yang dilakukan orang lain hingga membutakan mata hati.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -