Tonggak Budaya Humanis di STABN Sriwijaya

Jurnalis : Sutar Soemithra , Fotografer : Anand Yahya
 

fotoBiksu Dhyanavira Mahasthavira memberkati lokasi pembangunan gedung aula STABN Sriwijaya. Gedung 3 lantai tersebut terdiri dari laboratorium Dharma, perpustakaan, dan ruang serba guna.


Delapan sekop yang diikat pita warna merah dan adonan semen telah siap. Tamu kehormatan yang terdiri dari relawan Tzu Chi, biksu, Dirjen Bimas Agama Buddha Departemen Agama RI, dan ketua Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN) Sriwijaya pun telah memakai sarung tangan warna putih. Sesuai aba-aba pembawa acara Rudi Suryana, mereka kemudian menaruh sebuah bata secara bersama-sama. Masing-masing menyekop adonan semen dan meletakkannya di atas bata. “Sekop pertama semoga hati manusia suci, sekop kedua semoga masyarakat aman dan tenteram, dan sekop ketiga semoga dunia bebas dari bencana,” kata Rudi mengucapkan makna setiap sekopan mengiringi penyekopan.

Aula Tiga Lantai
Tanggal 28 Agustus 2009, Tzu Chi mulai menanamkan benih cinta kasihnya di kampus yang berada di Jl. Engineering Pagarhaur, Kampung Tegal RT 02/01, Desa Pagedangan, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, yang ditandai dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung aula 3 lantai yang biaya pembangunannya dibantu oleh Tzu Chi. Gedung tersebut kelak akan dipergunakan untuk laboratorium Dharma (lantai 1), perpustakaan (lantai 2), dan ruang serbaguna (lantai 3).

Hong Tjhin, relawan Tzu Chi, menceritakan awal mula kerja sama Tzu Chi dengan STABN Sriwijaya, “Waktu itu kita mulai dengan survei, kondisi (STABN) masih sangat memprihatinkan. Sekitar 100 lebih mahasiswa-mahasiswi yang ternyata bukan hanya menggunakan ruang kelas yang sangat terbatas –baru (sekitar) 2 (atau) 3 ruang kelas yang jadi, atapnya masih belum tertutup, pembangunan masih berjalan tapi dipaksakan untuk menggunakan ruang kelas. Selain digunakan untuk ruang kelas, mereka juga tidur di ruang kelas tersebut pada waktu malam, dan menggunakan kamar mandi dan memasak menggunakan ruangan ini.”

foto  foto

Ket : -Menurut Hong Tjhin, proses pembelajaran budaya humanis akan berhasil dengan baik jika para mahasiswa           belajar dengan fasilitas yang memadai. (kiri)
       - Wakil Ketua Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia, Sugianto Kusuma bersama CEO DAAI TV Indonesia           bersama-sama meletakkan batu pertama secara simbolis sebagi tanda dimulainya pembangunan gedung           aula STABN Sriwijaya, Tangerang.  (kanan)

Salah seorang mahasiswi semester 3 jurusan Dhammacariya (Pendidikan Agama Buddha), Tri Murdiyaningsih menuturkan, “Dulu gudang (harus) dibersihkan (dulu) sama anak-anak agar bisa dipakai untuk kegiatan belajar-mengajar. Dulu waktu ini (gedung baru –red) belum dibangun, waktu hujan bocor semua. Lantai-lantai basah. Kita melepas sepatu agar tidak kotor lagi.”  

Setahun lalu Hong Tjhin bersama relawan Tzu Chi yang lain melakukan survei terhadap sejumlah Sekolah Tinggi Agama Buddha di Indonesia, terutama di sekitar Jakarta untuk mendapatkan bantuan dari Tzu Chi. “Kita sudah survei, tapi yang paling memprihatinkan memang STABN Sriwijaya,” jelas Hong Tjhin. “Kondisi ini tidak kondusif terhadap pembelajaran materi yang dibicarakan. Kalau kita berbicara suatu budaya humanis yang mestinya ada dalam setiap pembelajaran agama Buddha, apalagi kebanyakan dari mereka akan menjadi guru agama Buddha, bagaimana mereka bisa belajar dengan baik apabila kondisi kehidupan mereka juga masih memprihatinkan,” tambah Hong Tjhin.

Kerjasama Tzu Chi dengan dunia pendidikan Buddhis berawal dari simposium budaya humanis yang pernah diadakan oleh Tzu Chi yang mengundang para praktisi pendidikan Buddhis. Dalam simposium tersebut, para praktisi pendidikan Buddhis merumuskan bahwa salah satu permasalahan mendesak dan penting dalam pengajaran pendidikan humanis adalah kurangnya sumber daya manusia. Dan STABN Sriwijaya merupakan salah satu lembaga pendidikan yang akan mencetak tenaga pendidik agama Buddha yang akan tersebar ke seluruh Indonesia.  

foto  foto

Ket : - Ketua Tzu Chi Tangerang, Lu Lien Chu meletakkan batu pertama secara simbolis sebagai tanda dimulainya             pembangunan gedung aula STABN Sriwijaya. (kiri)
          - Relawan Tzu Chi membagikan makanan vegetarian kepada para mahaiswa STABN Sriwijaya. Pola makan            vegetarian telah dijalankan di kampus tersebut sebagai perwujudan cinta kasih kepada semua            makhluk hidup. (kanan)

Ada sebuah ungkapan menarik yang diucapkan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Departemen Agama, Budi Setiawan tentang pentingnya pendidikan dalam pembangunan suatu bangsa, “Kekuatan satu tahun itu berada di musim semi, sedangkan kekuatan satu hari itu berada di pagi hari. Tetapi kekuatan generasi sebuah bangsa itu berada di pendidikan, baik itu pendidikan moral keagamaan maupun pendidikan umum yang diselenggarakan oleh negara.”

Pembelajaran Budaya Humanis
“Selain kita membantu hardware –prasarana gedung sekolah, kita juga punya rencana memperkenalkan, ingin mengajak mahasiswa-mahasiswi termasuk guru-guru yang ada di sini untuk bervegetarian di sekolah. Bukan hanya belajar tentang cinta kasih, tapi juga belajar menghargai makhluk hidup yang lain dengan bervegetarian. Selain bervegetarian, kita juga memperkenalkan budaya humanis,” papar Hong Tjhin.

Budaya humanis tersebut dimasukkan dalam kurikulum berupa pembelajaran 100 menit tiap minggu untuk tiap angkatan, dimulai bulan September 2009 untuk semester 1 dan 3. “Kita harapkan bisa membantu para mahasiswa-mahasiswi lebih jauh dan lebih dalam tentang apa yang diajarkan oleh Sang Buddha,” harap Hong Tjhin. Ia mencontohkan, materi pembelajaran tersebut meliputi bagaimana menjaga kerapian diri, cara duduk, cara makan, bersyukur, cinta kasih, menghormati, dan hidup sederhana.   

 “Bimbingan budaya humanis yang disampaikan dari insan Tzu Chi Indonesia bagi warga kampus (STABN Sriwijaya) sangat berguna bagi keluarga besar kampus (dan) civitas akademika agar memiliki wawasan, bhakti, tanggung jawab, disiplin, (dan) kerja sama tim,” tandas Setia Dharma, Ketua STABN Sriwijaya.

Pendidikan budaya humanis belum secara resmi diajarkan di STABN Sriwijaya, namun sejumlah mahasiswanya telah mengenal dan bahkan telah mulai mempraktikkannya. Pada bulan Agustus 2009 lalu, sejumlah mahasiswa STABN Sriwijaya mengikuti dua acara Tzu Chi yang ditujukan untuk mahasiswa: pertukaran budaya mahasiswa Universitas Tzu Chi Hualien dan Tzu Ching Camp IV. Mereka pulang dari kedua acara tersebut dengan membawa pengetahuan baru siapa itu Tzu Chi dan juga budaya humanis. “(Di acara tersebut) diajari cara berpakaian, cara makan, (dan) cara membersihkan tempat tidur. Dari belajar itu saya bisa menerapkan di asrama,” jelas Tri Murdiyaningsih. Maklum, namanya tinggal di asrama, para penghuninya biasanya kurang memiliki kesadaran untuk membersihkan tempat tidurnya. Tri mencoba menerapkannya untuk dirinya sendiri dulu, baru kemudian ia tularkan kepada teman-teman sesama penghuni asrama.

Gadis asal Temanggung, Jawa Tengah ini mengakui, “(Waktu) saya datang di sini, sikap saya agak ugal-ugalan seperti anak SMA. Kemudian saya belajar dari Tzu Chi juga (selain dari STABN Sriwijaya -red) bisa belajar gimana berpakaian rapi, (etika) makan yang benar, dan menghindari makanan berdaging (vegetarian).” Untuk kuliah pun kini ia selalu berusaha berpakaian rapi sebagaimana layaknya akan menjadi seorang guru.

foto  foto

Ket : -Para relawan Tzu Chi Tangerang memeragakan isyarat tangan dengan tema "Biarkan Cinta Kasih Mengalir"            di depan para tamu undangan dan mahasiswa STABN Sriwijaya, Tangerang, Banten. (kiri)
       - Di sela-sela acara peletakan batu pertama, para biksu memimpin doa untuk para korban topan Morakot di           Taiwan.  (kanan)

Kombinasi Teori dan Praktik
“Bagaimana kita berjalan di jalur yang benar. Tentunya tidak lupa setelah kita memperhatikan diri sendiri (dan) keluarga kita, kita juga harus mengembangkan cinta kasih kita keluar membantu warga-warga yang masih membutuhkan. Semangat bodhisatwa itulah yang ingin kita ajak pada para mahasiswa-mahasiswi,” harap Hong Tjhin.

Pihak kampus pun kini sedang menjajaki kerja sama lebih lanjut dengan Tzu Chi Tangerang untuk melibatkan para mahasiswa dalam kegiatan Tzu Chi, terutama daur ulang sampah. “Dengan adanya (Tzu Chi) secara fisik, saya yakin Tzu Chi bisa membawa hal yang nyata dan baik,” kata Puriati, Kabag Keuangan STABN Sriwijaya, yakin.

Ilmu agama Buddha yang dipelajari para mahasiswa STABN Sriwijaya memang harus diimbangi dengan praktik nyata di bidang kemanusiaan agar lebih mendalami esensinya. “Kita bukan hanya belajar saja, tetapi (juga) melihat, melakukan, mengerti, menghayati, dan praktik, itu merupakan salah satu jalan paling efektif dan efisien (untuk) benar-benar mendalami kebijaksanaan dan cinta kasih,” kata Hong Tjhin menjelaskan. Kemudian ia memperkuat ucapannya dengan mengutip kata-kata Master Cheng Yen, “Belajar tentang Dhamma, apabila kita bisa mengambil yang sederhana dan sepotong Dhamma, tetapi mengerti, meresapi, dan mempraktikkannya, itu lebih bermakna. Dengan demikian kita bisa mendapatkan manfaat dari akar kebajikan yang sejati.”

 
 

Artikel Terkait

Penantian Nasril yang Terwujud pada Baksos Tzu Chi Padang

Penantian Nasril yang Terwujud pada Baksos Tzu Chi Padang

27 Februari 2017

Bakti sosial (baksos) pengobatan katarak dan bibir sumbing yang baru saja digelar Tzu Chi Padang rupanya sudah dinantikan betul oleh Nasril (63), warga Kecamatan Lubuk Begalung, Padang. Dua tahun yang lalu mata kiri Nasril dioperasi, kini Ia kembali mendapat kesempatan kedua.

Belajar Melestarikan Lingkungan

Belajar Melestarikan Lingkungan

12 Oktober 2018
Kelas budi pekerti untuk anak-anak Rusun II Cinta Kasih Tzu Chi Muara Angke yang rutin diadakan setiap bulannya kembali dilaksanakan pada 7 Oktober 2018. Bertemakan Pelestarian Lingkungan, anak-anak dibimbing untuk senantiasa sadar akan kebersihan dan tidak membuang sampah sembarangan. 
Pekan Amal Tzu Chi 2018: Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui

Pekan Amal Tzu Chi 2018: Sekali Mendayung, Dua Tiga Pulau Terlampaui

23 April 2018
Anne Djasa, Dewi Janti, dan beberapa temannya memborong berbagai kebutuhan pokok di Pekan Amal Tzu Chi. Bukan untuk keperluan pribadi, bahan-bahan pokok yang dibeli itu mereka salurkan ke panti jompo. Bagaikan peribahasa sekali mendayung dua tiga tiga pulau terlampaui. Dalam satu kali berbuat kebaikan, mereka sekaligus memberikan manfaat ke banyak tempat.
Seulas senyuman mampu menenteramkan hati yang cemas.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -