Tzu Shao Summer Camp 2013

Jurnalis : Nuraina (Tzu Chi Medan), Fotografer : Amir Tan (Tzu Chi Medan)
 
 

foto
Di akhir pekan, tepatnya hari di mana anak-anak akan bertemu dengan Shigong Shangren (Master Cheng Yen). Mereka sudah harus bangun walaupun hari masih subuh karena mereka akan menuju ke Griya Jing Si dengan menggunakan bus untuk mengikuti ceramah master.

Dengan berpegang pada semangat “Berbelas kasihan tanpa syarat dan mengasihi insan lain bagi diri sendiri” dari Master Cheng Yen dan filosofi pendidikan “Dengan manusia sebagai landasan, tulus, benar, yakin dan jujur”, maka diadakanlah  Tzu Shao Summer Camp ini yg didukung oleh pusat belajar bahasa Universitas Tzu Chi di Hualien.  Tzu Shao Summer Camp dimulai dari tanggal 23 Juni 2013 sampai dengan 6 Juli 2013, diikuti 80 peserta: 33 orang Tzu Shao Jakarta, 10 orang Tzu Shao Medan, 3 orang Tzu Shao Pekan Baru, 25 orang anak yang berprestasi dari sekolah Cinta Kasih Jakarta, 4 orang Da Ai Mama dari jakarta, 2 orang Da Ai Mama dari Medan,  2 orang guru Sekolah Cinta Kasih Cengkareng Jakarta, dan 1 orang 3 in 1 dari medan.

Dua hari sebelum camp berlangsung di Hualien, para Bodhisatwa cilik ini diajak mengunjungi beberapa tempat di Taipei. Kunjungan pertama ialah ke Da Ai TV Guandu, di sana anak-anak melihat bagaimana proses penyiaran dan cara menjadi seorang penyiar. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Memorial Ciang Kai Sek dan gedung 101 yang merupakan gedung tertinggi di Taipei. Di ketinggian lantai ke 89, anak-anak dapat melihat pemandangan kota Taipei dan anak-anak semakin terpesona karena  dari ketinggian 382 m, di mana ketika itu cuaca mendung,  anak-anak dapat melihat gerombolan awan yang menari-nari melewati gedung  101, dan ini merupakan perjalanan terakhir di hari ini.

Tur Budaya menjadi agenda hari kedua di Taipei. Dengan penuh semangat anak-anak berkunjung ke museum miniatur dan ke Museum of world religions. Meskipun cuaca sangat panas,  tetapi tidak mempengaruhi antusiasme anak-anak yang ingin mengetahui lebih  banyak tentang apa saja yang ada di dalam musium. Ketika memasuki museum, anak-anak merasa bangga ketika melihat adanya replika candi Borobudur dalam museum of world religions. Untuk itu kita sebagai anak bangsa harus lebih menghargai keindahan dan kekayaan alam Indonesia, karena bangsa lain begitu terpesona dengan keindahan alam Indonesia. Selanjutnya setelah dari museum, rombongan menuju ke stasiun kereta api guna membawa anak-anak ke kampung halaman batin di Hualien. Sesampainya di Hualien, anak-anak diantar ke tempat penginapan selama camp yaitu di asrama bagi Akademi Ilmu Kemanusiaan dan ilmu Sosial Universitas Tzu Chi.

Keesokan harinya anak-anak harus mengikuti tes lisan (oral test) sebagai penentu kelas mandarin berdasarkan kemampuan masing-masing. Setelah itu anak-anak diajak berkeliling untuk mengenal lingkungan asrama. Selesai dari berkeliling, acara pembukaan camp dibuka oleh kepala sekolah Cang. Setelah itu anak-anak berkunjung ke Da Ai TV  Hualien. Di sini anak-anak dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok bergiliran menjadi penyiar dan kelompok yang lain melihat proses perekamannya. Semua staf di Da Ai TV Hualien begitu ramah dan begitu kekeluargaan sehingga tak terasa hari sudah menjelang sore dan rombongan harus kembali ke asrama.

foto  foto

Keterangan :

  • Tzu Shao Summer Camp dimulai dari tanggal 23 Juni 2013 sampai dengan 6 Juli 2013 di Taiwan dengan jumlah peserta 80 peserta (kiri).
  • Setelah bertemu dengan Shigong Shangren , anak-anak menuju ke Rumah Sakit Tzu Chi untuk menjadi relawan menghibur pasien yaitu dengan memberikan beberapa pertunjukan (kanan).

Setelah beberapa hari dilalui dengan sukacita, hari ini adalah hari pertama anak-anak mengikuti kelas mandarin. Awalnya anak-anak tidak begitu semangat karena membayangkan kalau belajar mandarin itu pasti membosankan. Tetapi diluar dugaan, ternyata guru-guru di Hualien mempunyai cara mengajar yang kreatif, setiap kelas diajarkan dengan cara yang berbeda-beda. Untuk kelas pemula hari pertama diajari dengan menggunakan gerakan. Terlihat anak-anak mengikuti dengan semangat. Demikianlah suasana belajar untuk hari-hari berikutnya yang dimulai jam 9 pagi dan berakhir jam 12 ini. Dimana setiap harinya setelah selesai kelas mandarin akan diisi dengan berbagai kegiatan: permainan bola basket ala Tzu Chi, Chinese painting, belajar tarian tradisional Taiwan, kungfu, berbagai permainan yang membutuhkan kerjasama kelompok, belajar membuat makanan vegetaris yang sehat, prakarya dari bahan clay, membuat gelang  dari benang, membuat topeng, membuat kantong wewangian berbentuk kue Cang.

 Selain kegiatan diatas, anak-anak juga dibawa berkunjung ke Universitas Tzu Chi, di sini dijelaskan jurusan pendidikan yang bisa diambil di Universitas Tzu Chi dan anak-anak diperkenalkan tentang silent mentor (orang yang sudah meninggal dan mendonorkan tubuhnya untuk dijadikan penelitian di Universitas kedokteran Tzu Chi) dan anak-anak juga dibawa untuk melihat tempat penyimpanan abu dari silent mentor.

Di akhir pekan, tepatnya hari di mana anak-anak akan bertemu dengan Shigong Shangren (Master Cheng Yen). Mereka sudah harus bangun walaupun hari masih subuh karena mereka akan  menuju ke Griya Jing Si dengan menggunakan bus untuk mengikuti ceramah master. Perasaaan menegangkan nampak di wajah anak-anak karena anak-anak takut melakukan kesalahan yang dapat membuat kecewa Shigong Shangren. Ketika tiba di tujuan dan Shigong Shangren memasuki ruangan, nampak betapa agungnya sosok Shigong Shangren, dengan tenang Shigong Shangren mendengar sharing dari berbagai relawan, ada sharing dari dokter, perawat, relawan dan juga sharing dari anak Sekolah Cinta Kasih Cengkareng.

foto  foto

Keterangan :

  • Hari pertama anak-anak mengikuti kelas mandarin. Awalnya anak-anak tidak begitu semangat karena membayangkan kalau belajar mandarin itu pasti membosankan. Tetapi diluar dugaan, ternyata guru-guru di Hualien mempunyai cara mengajar yang kreatif, setiap kelas diajarkan dengan cara yang berbeda-beda (kiri).
  • setiap harinya setelah selesai kelas mandarin akan diisi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat (kanan).

Dedeh Juwita Sari, salah satu anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi mengatakan,“Saya dulu tinggal di lokasi yang kumuh yaitu di bantaran Kali Angke dan sepertinya tidak ada harapan atau tidak ada gambaran bagaimana ke depannya saya bisa sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, tapi semenjak Tzu Chi membangun Perumahan Cinta Kasih dan Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, barulah ada titik terang di kehidupan saya, saya sangat Gan En kepada Shigong Shangren dan para relawan Tzu Chi yang begitu baik dan mempunyai cinta kasih yang universal membangun Perumahan Cinta Kasih dan juga Sekolah Cinta Kasih. Saya bertekad akan belajar dengan sungguh-sungguh dan saya akan mengambil jurusan perawat, sehingga nantinya kalau di Indonesia dibangun Rumah Sakit Tzu Chi maka saya akan menjadi suster di Rumah Sakit Tzu Chi”. Selain sharing dari Dedeh,  Robi Setiawan dan Nila Rahma Afriani menyerahkan kepada Shi Gong hasil karya anak-anak sekolah Cinta Kasih berupa Logo Tzu Chi yang dibuat dari bahan daur ulang yaitu koran bekas. Kemudian Cynthia memberikan kartu ucapan yang dibuat anak-anak camp kepada Shigong Shangren serta Jefri Viryadi Tanamir memberikan Xiang Shi Dou kepada Shigong Shangren. Master nampak begitu gembira melihat anak-anak Indonesia dan Shi Gong berpesan kepada anak-anak agar rajin belajar dan belajar dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati.

Setelah bertemu dengan Shigong Shangren, anak-anak menuju ke Rumah Sakit Tzu Chi untuk menjadi relawan menghibur pasien yaitu dengan memberikan beberapa pertunjukan. Sehari setelah bertemu dengan Shigong Shangren,  bertepatan dengan hari Minggu, hari ini anak-anak akan berkunjung ke kuil jepang,  Lim Tien San yaitu melihat berbagai karya dari kayu gaharu peninggalan dari masa penjajahan, dan kemudian menuju  ke danau Li Yu, disini anak-anak dapat bersepeda ria ataupun naik sepeda perahu.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, summer camp sudah mau berakhir. Setelah begitu banyak pengalaman dan ilmu yang didapat, mendorong anak-anak mengukir tekad di lubuk hatinya yaitu mereka akan selalu mengingat dan menjalani apa yang Shigong Shangren harapkan dan bila ada jodoh dan kesempatan, mereka akan pulang kembali ke kampung halaman batin.

Sebelum anak-anak kembali ke Indonesia, diadakan acara perpisahan dimana anak-anak memberikan persembahan buat guru-guru berupa nyanyi, tari, isyarat tangan atau pun drama berdasarkan tiap-tiap kelas mandarin. Suasana sungguh mengharukan, beberapa guru tidak bisa menahan air mata, ini menunjukkan bahwa sudah terjalin hubungan yang begitu akrab antara sesama peserta camp ataupun antara guru dan anak, seperti kata Master Cheng Yen “ Manfaatkanlah waktu dengan baik dan hargai kesempatan yang ada. Kita semua hendaknya bersikap saling bersyukur, menghargai, dan mengasihi antar sesama”.

  
 

Artikel Terkait

50 Paket Beras untuk Warga Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

50 Paket Beras untuk Warga Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

16 Maret 2021

Bantuan beras dari Tzu Chi, Perkumpulan Pengusaha Peduli NKRI, donatur dari organisasi kemasyarakatan, bersama TNI, Polri, dan pemerintah daerah untuk masyarakat yang terdampak ekonominya akibat pandemi Covid-19.

Waisak 2019: Membersihkan Hati Dihari Waisak

Waisak 2019: Membersihkan Hati Dihari Waisak

14 Mei 2019

Pada 12 Mei 2019, Tzu Chi Bandung mengadakan perayaan Tiga Hari Besar: Hari Raya Waisak, Hari Ibu Internasional, dan Hari Tzu Chi Sedunia. Kegiatan ini diikuti oleh 82 relawan Tzu Chi serta 382 peserta.

Berbagi Kasih dalam Pameran Jing Si

Berbagi Kasih dalam Pameran Jing Si

15 Desember 2011 Acara Festival Budaya Buddhis Indonesia yang diadakan di Pluit Village lantai 4 sejak 28 Oktober 2011 hingga 27 November 2011 ini berlangsung meriah. Banyak pihak yang bekerja sama dalam pameran ini seperti Yayasan Perantauan Tebing Tinggi Deli, Perhimpunan Perantauan Pematang Siantar, dan juga Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia.
Kesuksesan terbesar dalam kehidupan manusia adalah bisa bangkit kembali dari kegagalan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -