Ujian Datang Tapi Iman Menguatkan

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari

“Saya mulai depresi tahun 2018 ketika usaha sedang moncer (bersinar), tapi harus saya lepas. Bukan bangkrut karena nggak ada pembeli, bukan gulung tikar gitu. Tapi karena kondisi kesehatan istri saya,” cerita Rohmat Hartono (52) dengan mata menerawang.

Dua tahun lalu, Rubinah (52), istri Rohmat Hartono divonis mempunyai kista di ovariumnya pada 2018. Pengobatan demi pengobatan ia jalani di RSUD Koja, Jakarta Utara. Rubinah juga sempat dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Dari pengobatan tersebut, usus besar Rubinah harus diangkat karena ternyata kistanya menempel di sana. Hasilnya, ia kini harus menggunakan kantong kolostomi untuk keperluan buang air besar dan buang air kecil.

Kondisi kesehatan Rubinah tidak langsung bisa kembali normal seperti sediakala setelah melakukan pengobatan. Dia lebih sering lemas akibat kemo yang sempat ia jalani. Asupan makanannya pun harus sangat dijaga untuk mengembalikan berat badannya. Sebelum sakit, berat badan ibu satu anak itu mencapai 60 kg, namun setelahnya merosot hingga 28 kg saja. Rubinah juga sempat tidak bisa bangun dan hanya tertidur lemah.


Relawan Tzu Chi Komunitas He Qi Timur datang ke kontrakan Rohmat Hartono untuk memberikan bantuan bulanan berupa biaya hidup dan bantuan penggantian biaya pembelian kantong kolostomi untuk istrinya Rubinah, Selasa (1/12/2020).

Rohmat Hartono tak bisa meninggalkan istrinya sendirian. Usahanya berjualan bakso dilepas begitu saja, padahal omset harian saat itu sekitar 500 – 700 ribu rupiah.

“Sejak awal kami usaha berdua, kalau sendiri nggak mampu. Biasanya istri yang belanja ke pasar dan saya yang mengolah di rumah. Kalau semua saya lakukan sendiri, waktunya nggak kekejar,” katanya.

“Lagipula, saya sangat ingat dengan nasihat buyut saya, beliau bilang, ‘kalau kamu ambil anak orang dan kamu jadikan istri, jangan semata-mata menyayangi mereka saat mereka sedang senang, cantik, kondisi baik tapi juga harus menyayangi dalam sedih, duka, atau sakitnya mereka’,” lanjut Rohmat yang hingga kini setia merawat istrinya.

Tak Menyerah Pada Cobaan


Di halaman kontrakan, relawan berbincang dengan Rohmat Hartono.

Selepas usahanya vakum, keluarga kecil ini hanya mengandalkan pendapatan Sriyono Eko Saputro, anak semata wayang mereka untuk menjalani kehidupan. Saat itu, gaji Eko lumayan bisa diandalkan karena ia bekerja di kitchen (bagian dapur) salah satu hotel bintang lima. Namun tetap saja, Rohmat yang biasanya aktif kesana-kemari berjualan dan lainnya, terpaksa diam di rumah. Ditambah lagi saat itu ia tak punya penghasilan. Sebagai kepala rumah tangga, ia mengaku ada tekanan dalam dirinya.

“Saya sempat beli racun tikus buat saya minum. Rasanya otak saya sudah kosong. Sudah gimana ya, namanya orang gelap mata. Tapi dalam saat-saat itu, dalam sepersekian detik untungnya saya masih ingat Tuhan. Astaghfirullah hal adzim ya Allah, itu saya langsung ambil air wudhu dan salat. Saya nangis, ingat sama leluhur, terutama kedua orang tua saya,” ungkapnya menyesal.

Saat Rohmat mulai ikhlas menjalani kehidupan, musibah datang kembali dalam keluarga mereka. Rohmat mengalami kecelakaan pada November 2019. Kaki kanannya terlindas truk tronton.

Pagi itu Rohmat dalam kondisi terburu-buru membeli kantong kolostomi untuk istrinya. Dalam perjalanan pulang, kemalangan datang, ia tersenggol truk trontron. Saat jatuh ia masih bisa menyelamatkan badan dan kepalanya, namun tidak kakinya.

“Saya saat itu langsung pingsan. Saya kaget. Setelah dapat telepon dari kepolisian, saya langsung pingsan di kamar mandi,” ingat Rubinah yang kala itu sedang menunggu suaminya datang untuk mengganti kantong kolostomi. Kabar duka itu langsung membuat Rubinah berpikir suaminya akan pergi meninggalkan keluarga. “Kondisi saya langsung tambah drop,” lanjutnya.


Relawan mendengarkan Rohmat Hartono bercerita tentang perkembangan kondisi kesehatannya dan juga istrinya Rubinah.

Musibah kecelakaan itu yang membuat hidup Rohmat kembali dirasa sangat berat. Ia kembali dilema, depresi, dan menyalahkan dirinya sendiri. “Anak saya juga sangat terpukul sampai dia nangis dan tanya, ‘salah Eko apa ya, Pak?’ Saya jawabnya, ‘Kita sedang diuji, kalau kita bisa lewatin ujian ini, kita menang, ini cobaan’,” ingat Rohmat menasihati anaknya.

Tak lama setelah itu, Eko juga dirumahkan dari pekerjaannya karena pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Keluarga ini seakan kehilangan tumpuan hidup.

“Sekarang Eko kerja di tempat cuci motor, upahnya enam ribu satu motor. Ya kita syukuri saja,” Rohmat bersyukur dan salut pada anaknya yang tak patah semangat.

Keteguhan Rohmat untuk melawan rasa bersalah dan depresi juga banyak diacungi jempol oleh tetangga dan teman-temannya. Semangatnya untuk membawa keluarganya bangkit kembali, membuat seorang temannya memberikan tawaran pekerjaan, yakni berjualan taoge (kecambah) di Pasar Warakas, Tanjung Priuk, Jakarta Utara.

“Saya cuma diminta duduk nampi-nampi taoge karena kalau jalan kan saya masih nggak bisa lancar karena untuk jalan lima meter aja kaki pasti bengkak lagi. Bersyukur banget, baru seminggu ini mulai. Lumayan, sehari dikasih 20 atau 30 ribu. Tergantung juga dari banyaknya taoge yang kejual,” tuturnya dengan sedikit tawa.

Melewati Masa Sulit Bersama


Dua hari sekali, Rohmat mengganti perban di kakinya. Setahun lalu, Rohmat mengalami musibah kecelakaan yang mengharuskan kakinya dipasang pen.

Relawan Tzu Chi yang mendengar cerita keluarga Rohmat ikut salut. Naik dan turunnya kehidupan telah membuat keluarga ini semakin kuat dan saling menyayangi satu sama lain.

“Saya kira itulah namanya orang punya semangat. Jadi bukan hanya menerima, ini juga satu harapan Master Cheng Yen bagi semua yang kita bantu bisa mencontoh hidup seperti Pak Rohmat, dimana ketika menjalani hidup yang tidak menguntungkan – diri sendiri sakit, istri sakit, tapi dia masih mau berusaha dan bekerja menafkahi keluarga dan kehidupan mereka. Ini adalah contoh yang luar biasa,” ungkap Johan Kohar, relawan pendamping Rohmat dan keluarga yang mengunjungi kontrakannya di daerah Tanjung Priok, Selasa (1/12/2020).

Mengenal Tzu Chi di awal tahun 2020 ini membuat Rohmat seperti mempunyai support system. Ia sangat bersyukur karena selain bantuan materi, relawan juga memberikan dukungan, juga motivasi bagi kesehatan mentalnya. Ia mempunyai sandaran dan teman berdiskusi.

“Saya sering mendapatkan telepon dari relawan (Tzu Chi) yang tanya kabar, sharing, kasih motivasi saya untuk merawat istri saya biar cepat sembuh. Itu sangat berharga, sangat luar biasa. Sampai detik ini saya bisa tertawa lagi. Demi Tuhan.. saya sudah bisa lepas tertawa,” ungkap Rohmat diiringi tawa.


Rohmat dan Rubinah bersyukur mendapatkan perhatian yang sangat besar dari relawan Tzu Chi. Dari materi hingga non materi, dukungan dan motivasi untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik.

Pendampingan dan bantuan dari relawan Tzu Chi membuat keluarga Rohmat semakin kuat. Dengan perawatan yang lebih telaten dari Rohmat pula, saat ini berat badan Rubinah mencapai 45 kg. Ia juga sudah terlihat segar dan mampu berjalan-jalan ke depan rumah untuk sekadar menghirup udara segar di pagi hari. Rubinah merasa beruntung mempunyai suami yang sangat menyayanginya, anak yang berbakti, serta relawan yang mendukung mereka.

“Saya bangga punya suami seperti suami saya ini. Dia yang sudah sayang dan merawat saya sejak pertama saya sakit. Dia juga bela-belain rela berkorban untuk mencari sesuap nasi. Sampai sakit seperti ini pun dia tetap berusaha bekerja untuk menghidupi saya. Saya terharu. Jangan sampai ada musibah yang terulang lagi,” kata Rubinah haru.

Di akhir perjumpaan, Johan Kohar berpesan agar keluarga ini tetap mempunyai motivasi yang luar biasa dalam menjalani hidup. Karena walaupun dalam keadaan yang kurang menguntungkan, percayalah bahwa Tuhan Maha Baik, Maha Pengasih, dan selalu menemani kita pada situasi apapun.

“Terutama yang nyata sekarang ada relawan Tzu Chi yang menemani keluarga dalam melewati masa-masa sulit. Ini bukan suatu kebetulan melainkan suatu jalinan jodoh baik,” kata Johan yang disambut ungkapan terima kasih dari Rohmat.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Menebarkan Kasih Kepada Opa Oma

Menebarkan Kasih Kepada Opa Oma

22 Februari 2017
Hujan di hari Minggu, 19 Februari 2017 sejak dini hari tidak menyurutkan langkah 21 relawan Tzu Chi komunitas Kebon Jeruk untuk mengunjungi opa dan oma yang tinggal di Panti Sahabat Baru, Duri Kepa, Jakarta Barat. Kunjungan itu diharapkan dapat mengobati kerinduan opa dan oma kepada sanak dan keluarga.
Mengikis Rintangan Dengan Cinta Kasih

Mengikis Rintangan Dengan Cinta Kasih

07 Juni 2022

Relawan Tzu Chi Medan komunitas Titi Kuning mengunjungi Gan En Hu (penerima bantuan Tzu Chi) Nely dan anaknya Yenny yang menderita penyakit langka Takayasu Arteritis untuk terus memberikan bantuan dan pendampingan.

Tak Merasa Sendirian Karena Mendapat Perhatian Relawan Tzu Chi

Tak Merasa Sendirian Karena Mendapat Perhatian Relawan Tzu Chi

16 Agustus 2022

Bantuan dari Tzu Chi juga perhatian para relawan membuat Wahyudianto (28) tak merasa sendirian. Yudi, begitu ia disapa sudah 17 tahun ini didera rasa sakit yang luar biasa karena penyakit TBC Tulang. Akibat penyakit ini, ia lumpuh. Dan untuk tetap bisa beraktifitas, Yudi pun mesti merangkak.

Luangkan sedikit ruang bagi diri sendiri dan orang lain, jangan selalu bersikukuh pada pendapat diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -