ZSM Day, Menampilkan Kebenaran, Kebajikan, dan Keindahan

Jurnalis : Suyanti Samad (He Qi Timur) , Fotografer : Suyanti Samad (He Qi Timur) James Yip (He Qi Barat 2) Henry Tando (He Qi Utara 1)
Stephen Ang berharap para peserta kamp dapat memahami filosofi budaya humanis Tzu Chi yang lebih dalam lagi.

Terakhir di tahun 2017, Kamp Zhen Shan Mei Indonesia dilaksanakan. Dan setelah pandemi covid-19 ini, tepatnya tahun 2023, Tzu Chi Indonesia kembali mengadakan Kamp Zhen Shan Mei dengan tampilan yang berbeda dari sebelumnya. Dengan membangkitkan kembali semangat relawan Zhen Shan Mei dan mengajak untuk memahami filosofi budaya humanis Zhen Shan Mei mereka dapat mempraktikkan nilai-nilai humanis dalam mendokumentasikan kegiatan Tzu Chi. 

“Setelah insan Zhen Shan Mei memahami filosofi budaya humanis Tzu Chi yang lebih dalam lagi, dapat dipraktikkannya di komunitas masing-masing. Kami sangat berharap kisah-kisah yang mereka tulis, foto dan video dapat menjadi sebuah kisah yang dapat menginspirasi banyak orang,” harap Stephen Ang, koordinator.

Budaya humanis diartikan sebagai keteladanan karakter manusia, keteladanan kebajikan manusia, adalah sesuatu yang dapat diwariskan. Kisah kebajikan harus bisa diwariskan untuk generasi mendatang supaya bisa diikuti menjadi teladan, sehingga orang-orang dapat memelihara nilai-nilai yang baik itu.

Bagi Hendry Chayady, relawan Zhen Shan Mei tidak hanya mengambil foto ataupun gambar, tetapi harus berusaha mengungkapkan kisah-kisah di balik itu, perasaan-perasaan, keharuan-keharuan yang ada.

Memang insan Tzu Chi bersumbangsih tanpa pamrih, namun kisah-kisah ini adalah perjalanan kehidupan kita. “Jangan sampai kita lupa. Jangan kita lupa pada tahun-tahun itu adalah momen-momen saat itu. Jangan kita lupa orang-orang pada saat itu,” Hendry Chayady, salah satu pemateri.

Bagi Hendry Chayady, relawan Zhen Shan Mei adalah orang-orang yang mencatat sejarah. “Bukan hanya ia ambil foto, bukan hanya ia mengambil gambar, tetapi ia harus berusaha untuk mengungkapkan kisah-kisah di balik itu, perasaan-perasaan, keharuan-keharuan yang ada. Dengan demikian, karya-karya itu menjadi hidup.” tambah Hendry.

Keharuman Budaya Humanis
Budaya humanis sangat luas cakupannya, tidak hanya Zhen Shan Mei, tetapi juga terdapat shou yu (isyarat tangan), cha dao (seni meracik teh), cha hua (merangkai bunga) juga merupakan rangkaian budaya humanis.  Lim Airu (67) bersama tim ren wen menampilkan budaya humanis dalam menyeduh teh, merangkai bunga dan isyarat tangan dalam lagu yang berjudul ‘Du Hua Ren Jian’ (Mensucikan Hati Manusia di Dunia).

Tim Ren Wen menampilkan isyarat tangan dalam lagu yang berjudul ‘Du Hua Ren Jian’ (Mensucikan Hati Manusia di Dunia).

“Kita tidak hanya belajar budaya humanis dalam menyeduh teh, ataupun merangkai bunga di Taiwan, selalu menggunakan tema Keharuman Budaya Humanis yang mencakup semua budaya humanis yang benar, bajik dan indah, tetapi terdapat nilai filosofi, yang memiliki makna bahwa dalam kehidupan sehari-hari harus Gan En, Zung Zhong, Ai.” jelas Lim Airu, Fungsional He Xin Isyarat Tangan, dan Misi Pendidikan.

Dalam seni meracik teh jing se (jingsi cha dao) memiliki nilai filosofi adalah tidak melangkahi orang lain, adil dan merata (sama rata dan sama rasa), dan setiap tegukkan memiliki makna yang berbeda yaitu berpikir dengan niat yang baik, bertutur kata yang baik, dan melakukan perbuatan yang baik.

Nilai filosofi yang terkandung dalam seni merangkai bunga (zhen shan mei huo dao) adalah gan en (bersyukur), zung zhong (menghormati), ai (cinta kasih). “Master sering mengingatkan kepada kita, sederhana itu indah. Hal yang dapat kita dapat di Tzu Chi adalah pelajaran menjadi seorang manusia yang berbudaya humanis.” jelas Nancy Tressand.

Jalinan jodoh adanya isyarat tangan adalah berawal pada 23 September 1981 ketika Master Cheng Yen melakukan kunjungan kasih ke salah satu penerima bantuan. Oleh Li Jing-Ying, mengajarkan isyarat tangan (melalui lagu) bagi relawan Tzu Chi “Peran isyarat tangan adalah sebagai sarana komunikasi dengan para penerima bantuan Tzu Chi, pengisi acara, sarana pembabaran Dharma, menjalin jodoh baik dan keindahan budaya humanis.” Terang Nancy.

“Kita relawan Zhen Shan Mei adalah mengabadikan momen kegiatan dalam menulis dan menyerap filosofi dari menuang teh seperti kesabaran. Ada momentum saat menuang teh. Fotografer juga begitu, momentumnya adalah harus menunggu waktu yang pas, tidak asal jepret-jepret, tapi dia harus mendapatkan momentum yang terbaik dan dapat ekspresi tersebut.” tutur Hadi Pranoto.               
 
Lebih lanjut Hadi Pranoto menambahkan, “Keindahan, bisa kita lihat dari merangkai bunga. Dimulai dari bahan-bahan yang belum tertata, tapi dirangkai, diatur, sehingga bisa menjadi sebuah keindahan. Sama seperti tulisan, dari pecahan-pecahan wawancara, kegiatan, disusun dengan foto sehingga bisa menjadi satu keindahan bagi orang yang membaca dan melihatnya.” jelas Hadi Pranoto dengan menghubungkan shou yu, cha dao, cha hua dengan tulisan, foto dan video agar tercipta kebenaran, kebajikan dan keindahan.

Kennardy (23), asal Pekanbaru, kagum melihat penampilan tim ren wen sangat anggun, dan elegan. Ia juga belajar banyak .”Seperti menuang teh, harus dari kiri ke kanan, ternyata ada filosofinya, juga merangkai bunga ternyata ada filosofinya. Saya juga jadi tahu awal jalinan jodoh shou yu. Saya jadi terinspirasi untuk membantu lebih banyak orang terutama orang disabilitas dengan belajar shou yu.” kata Kennardy bertekad untuk menjadi mata dan telinga bagi Master Cheng Yen dengan mendokumentasikan kegiatan-kegiatan Tzu Chi.

Bingkai Ekspresi Kisah Sebuah Foto
Kamp Zhen Shan Mei juga menampilkan hasil karya foto dalam Bingkai Ekspresi Kisah Dibalik Sebuah Foto. Bingkai ekspresi ini juga merupakan sebuah bentuk apresiasi terhadap insan Tzu Chi Indonesia yang sudah bersumbangsih dengan sepenuh hati dalam menebarkan kebaikan.

Mengusung tema Bingkai Ekspresi Kisah Sebuah Foto, pembukaan pameran dibuka dengan pengguntingan pita.

Alunan biola nan indah dibawakan oleh Lieselotte Kayleen.

“Ini adalah momen untuk mengenang mereka (relawan-relawan senior) yang telah bersumbangsih bagi Tzu Chi, inilah bentuk penghargaan dari Tzu Chi Indonesia bagi mereka. Bagi relawan-relawan yang lebih muda, semoga ini dapat menjadi motivasi untuk terus aktif dan giat berkegiatan dan bisa belajar dari contoh-contoh foto ekspresi dalam menghadapi ataupun berinteraksi dengan penerima bantuan ataupun dengan relawan lainnya,” Jelas Hadi Pranoto. Foto dalam Bingkai Ekspresi ini tidak hanya dari relawan Jakarta, tetapi dari seluruh Kantor Penghubung, dikumpulkan, disaring dan akhirnya terpilih.

Tampak peserta dengan serius memperhatikan detil foto dan pesan yang disampaikan setiap foto.

Pameran foto dibuka dengan pengguntingan pita diiringi dengan aluran suara biola nan indah yang dibawakan oleh Lieselotte Kayleen. “Hari ini adalah pameran hasil karya kita semua. Kita tidak lupa hasil karya kita memiliki tujuan, adalah untuk menginspirasi setiap orang yang menyaksikan, walaupun hanya ada kata-kata di bawah foto yang mungkin tidak terlihat. Melihat foto saja, kita sudah tahu kira-kira apa yang akan disampaikan. Semoga Zhen Shan Mei kita, setiap tahun anggota kita bertambah baik di Jakarta, maupun di kota-kota lain.” tutur Agus Rijanto, relawan Zhen Shan Mei senior Indonesia.

Editor: Khusnul Khotimah

Artikel Terkait

Lokakarya Jurnalistik Zhen Shan Mei Biak

Lokakarya Jurnalistik Zhen Shan Mei Biak

06 Oktober 2014 Kebutuhan akan pemahaman tugas dan fungsi relawan Zhen Shan Mei dan didukung dengan antusiasme masyarakat Biak khususnya kalangan pelajar mengenai jurnalisme dan fotografi adalah alasan-alasan yang mendasari diselenggarakannya Lokakarya Jurnalistik relawan Zhen Shan Mei Biak.
Karya Terbaik Zhen Shan Mei Award 2104

Karya Terbaik Zhen Shan Mei Award 2104

27 November 2014 Zhen Shan Mei Award 2014 merupakan ajang penghargaan bagi para relawan Zhen Shan Mei yang mencakup kategori artikel, foto, video, skrip video, dan iklan layanan masyarakat.
Kunang-kunang Zhen Shan Mei

Kunang-kunang Zhen Shan Mei

20 April 2022

Relawan Zhen Shan Mei Tzu Chi Medan mengadakan gathering yang diikuti oleh 41 relawan guna mengumpulkan kembali para relawan yang telah merekam jejak cinta kasih di Tzu Chi Medan.

Jika selalu mempunyai keinginan untuk belajar, maka setiap waktu dan tempat adalah kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -