Dalam suasana hangat, Yoga menjelaskan pentingnya komposisi kamera. Ia juga menunjukkan perbandingan antara foto yang memiliki sentuhan humanis dan yang kurang menyentuh rasa.
Di era digital yang serba cepat, handphone telah menjadi alat yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Selain sebagai alat komunikasi, handphone kini juga berfungsi sebagai kamera yang mumpuni. Dengan teknologi kamera yang semakin canggih, siapa pun bisa menjadi fotografer karena dapat menghasilkan foto berkualitas tinggi menggunakan perangkat yang mudah dibawa dan hampir selalu tersedia.
Pada Minggu, 22 Juni 2025, Kantor Tzu Chi Surabaya menjadi saksi kehadiran 39 peserta dalam Gathering Zhen Shan Mei (relawan dokumentasi Tzu Chi) yang mengangkat tema “Komposisi Fotografi & Etika Fotografi Zhen Shan Mei.”
Sheila, relawan Zhen Shan Mei, membagikan kisah perdananya berkegiatan sebagai dokumentator. Dengan ringan, ia berbagi tips memotret menggunakan handphone yang dapat menangkap momen penuh makna.
Relawan yang hadir berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari Tzu Ching (relawan muda mudi Tzu Chi), Relawan Abu Putih, Relawan Abu-abu logo, hingga Komite. Mereka semua datang untuk belajar bersama mengenai dunia fotografi. Kegiatan ini tidak hanya membahas aspek teknis, tetapi juga menyentuh sisi humanis dalam merekam cinta kasih para relawan.
Dengan penuh perhatian, para relawan mendengarkan materi yang disampaikan oleh Yoga. Dalam paparannya, Yoga menjelaskan tentang komposisi dan etika fotografi dalam konteks kegiatan Tzu Chi. Ia juga membagikan tips dan trik menggunakan kamera handphone, mulai dari pengaturan kamera hingga bagaimana agar lebih peka dalam menangkap momen saat kegiatan Tzu Chi, terutama dalam kunjungan kasih.
“Foto dengan budaya humanis adalah soal mencari momen yang pas. Bukan sekadar kunjungan, tetapi harus ada kasih,” jelas Yoga. Dunia fotografi Tzu Chi bukan hanya soal gambar yang bagus, tetapi juga menyentuh hati.
Suasana dialog terasa hidup saat para relawan bertanya seputar etika memotret dalam kegiatan Tzu Chi mulai dari pentingnya meminta izin hingga bagaimana bersikap saat mengabadikan momen.
Dalam sesi berbagi pengalaman, Sheila salah satu peserta menceritakan kesan pertamanya menjadi relawan Zhen Shan Mei. “Baru pertama ikut, tapi langsung terasa bahwa jadi relawan dokumentasi bukan cuma pegang kamera, tapi juga belajar melihat dengan hati,” ucap Sheila. Ia juga membagikan tips memotret kegiatan Tzu Chi, “Saat memotret harus terus siap siaga, sehingga ketika ada momen yang baik, bisa langsung tertangkap sesuai harapan.”
FX Santoso, yang telah lama menjadi bagian dari tim Zhen Shan Mei, menyadari bahwa fotografi dalam Tzu Chi bukan sekadar merekam jejak, melainkan juga cinta kasih. “Bagi saya, Zhen Shan Mei bukan hanya soal fotografi, tapi merupakan titik awal perjalanan menjadi relawan yang mencatat sejarah cinta kasih lewat foto. Begitu juga bagi anak-anak muda yang hadir hari ini, semoga terus belajar dan mau berbagi, seperti harapan Master Cheng Yen,” tutur FX Santoso.
Di akhir sesi sharing, Budi Bambang tampil dengan antusias mempraktikkan ilmu yang baru saja ia serap. Sebuah momen pembelajaran yang langsung diterapkan.
Berbeda dengan Sophie yang mengawali kiprahnya sebagai relawan di kegiatan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-137 bersama RS Bhayangkara. “Saya bersyukur bisa belajar merekam momen dengan hati. Setiap kali memotret, penting untuk meminta izin kepada orang yang difoto. Hal itu terlihat sederhana, tapi memberikan dampak besar bagi siapa pun yang melihatnya nanti,” ujar Sophie.
Budi Bambang, peserta lainnya, mengungkapkan antusiasmenya terhadap materi yang disampaikan para pembicara. “Materinya sungguh menggugah. Mulai dari bagaimana mengubah foto menjadi cerita yang hidup hingga menangkap sudut-sudut humanis yang bisa berbicara tanpa kata. Lewat foto, kita tidak hanya menangkap objek, tetapi juga rasa, cerita, dan kemanusiaan,” ungkapnya.
Di akhir sesi sharing, Hendra menyampaikan setiap foto harus memiliki cerita. Tanpa perlu dijelaskan, foto tersebut harus mampu menyampaikan cinta kasih relawan. “Di Tzu Chi, kita bukan mencari berita, tetapi mencari cerita,” jelas Hendra. Sebuah kalimat sederhana namun sangat bermakna—benang merah dari pelatihan Zhen Shan Mei selama ini.
Gathering ditutup dengan penuh kehangatan dalam sesi foto bersama antara pemateri dan seluruh peserta sebuah kenangan bersama yang terekam bukan hanya di kamera, tetapi juga di hati.
Pelatihan ini menjadi pengingat bagi seluruh relawan bahwa setiap momen yang diabadikan dengan hati akan menjadi warisan kisah kemanusiaan yang abadi. Zhen Shan Mei bukan sekadar dokumentasi, melainkan penyampai pesan cinta kasih melalui visual dan tulisan. Dalam Gathering Zhen Shan Mei kali ini, para relawan juga diajak untuk belajar menangkap rasa—lebih peka dalam berkegiatan dan tidak hanya mempelajari teknik fotografi semata.
“Sejarah merupakan akumulasi dari setiap momen yang berlalu. Jadi genggamlah setiap momen yang ada untuk membuat sejarah.”
Master Cheng Yen
Editor: Anand Yahya