Mencintai Raisa dengan Ketulusan

Jurnalis : Metta Wulandari, Fotografer : Metta Wulandari, Videografer: Clarissa R.

“Saya sempat sakit hati (saat dirawat di Puskesmas). Karena ada orang lahiran, anaknya ada. Sedangkan (anak) saya nggak ada. Saya lihat orang menyusui, ya saya sakit hati dong. Baru lahiran, anak saya kemana, gitu kan. Saya bangun dari pingsan saya, saya nenggok kanan kiri, nggak ada anak saya. Sedangkan depan saya anaknya lagi menyusui, ada yang lagi nangis. Jadi, aduh anak saya gimana ini,” ungkap Neni Herawati (41) gundah menuturkan kembali kejadian empat tahun silam, sesaat setelah proses kelahiran anak ketiganya.


Raisa Syaqila (tengah) bergembira saat dikunjungi oleh Mindarti Susilo dan Beti Susanti, relawan Tzu Chi He Qi Pusat di tempat tinggalnya di Cipayung, Jakarta Timur, 16 November 2020.

Di usia kehamilan 34 minggu, Neni terpaksa melahirkan anaknya yang kemudian diberi nama Raisa Syaqila, tepat 7 Oktober 2016. Namun bukan hanya prematur 8 bulan, Ica, panggilan sayang Raisa Syaqila kala itu juga langsung didiagnosa dengan down syndrome oleh bidan Puskesmas.

“Waktu dia lahir saya tidak tahu kondisinya, cuma saya denger-denger aja. Ica langsung dikirim ke rumah sakit besar karena kan di Puskesmas perlengkapannya kurang lengkap,” ingat Neni.


Neni Herawati menggendong Raisa Syaqila saat menyambut kehadiran relawan yang mengunjungi rumahnya.

Neni memang belum sadar penuh karena dirinya pun mengalami pendarahan dan dalam kondisi lemah yang tidak memungkinkan. Tanpa seorang ibu, Ica lalu dikirim ke rumah sakit di daerah Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tak lama di sana, Ica didiagnosa dengan penyakit bawaan dari down syndrome, yakni: PJB (penyakit jantung bawaan), laringomalasia (gangguan fungsi menelan), juga atresia dodenum (gangguan pencernaan) dan saat itu Ica harus segera dioperasi.

Kurangnya perlengkapan membuat Ica kembali menerima rujukan, sempat ke rumah sakit di Koja, Jakarta Utara hingga berakhir di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

“Gimana ya, rasanya kayak tertimpa gunung gitu. Nggak karu-karuan. Nyesek. Seperti saya serasa paling susah sendiri, paling terpuruk sendiri, paling sedih sendiri, gitu aja. Gimana ya, saya belum sempet ngeliat wajahnya, apalagi ada berita seperti itu, nangis terus. Nggak bisa tidur,” kenang Neni, “trus perasaan saya, ‘ya Allah, kenapa (nasib anak) saya begini,’ tapi ya memang sudah jalannya.”


Neni Herawati dengan telaten dan penuh kesabaran menyuapkan susu kepada Raisa Syaqila. Hingga usia 4 tahun, refleks menelan Raisa masih belum normal sehingga ia kerap tersedak saat menelan.

Kondisi ekonomi keluarga Neni memang seadanya. Sang suami kala itu masih bekerja sebagai sopir taksi. Sedangkan Neni giat mengambil pekerjaan sebagai asisten rumah tangga (ART) di dua rumah sekaligus untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga dan mempersiapkan bekal bagi kelahiran anak ketiganya. Tapi malang tak dapat ditolak. Walaupun sempat merasa bersalah dan tidak mau menerima, Neni akhirnya mencoba ikhlas setelah ia bertemu dengan Ica, dua minggu setelah dilahirkan.

“Tadinya kan saya nggak ikhlas, saya minta dia sembuh untuk saya, hidup dengan saya. Setelah lihat Raisanya seperti kelelahan gitu harus gonta-ganti oksigen, harus lab lagi, rontgen lagi, saya mulai kasihan. Saya pikir, ‘saya ikhlaskan saja ya Allah, kalau mau diambil, ya silakan. Saya berusaha ikhlas.’ Cuman ya mungkin Tuhan masih mempercayakan dia ke saya. Sampai sekarang alhamdulillah, panjang umur,” kata Neni bersyukur.


Neni Herawati kini merawat Raisa Syaqila dengan sepenuh hati. Ia bersyukur anaknya kini sudah menunjukkan perkembangan yakni sudah bisa merangkak dan berdiri dengan berpegangan.

Bertemu dengan Tzu Chi pada tahun 2017 menjadi berkah tersendiri bagi keluarga Neni. Pasalnya Neni tidak mempunyai keluarga di Jakarta. Ia sejak tahun 1995 sudah merantau ke Jakarta dari kota asalnya, Ciamis, Jawa Barat. Sedangkan sang suami berasal dari Jawa Timur.

“Saya seperti halu (berhalusinasi) sih.. Saya anggap (relawan Tzu Chi) saudara karena saya kan di sini nggak ada siapa-siapa. Jadi seneng ya Allah, nggak punya keluarga tapi seperti punya keluarga lagi setelah ketemu Tzu Chi,” akunya sumringah.

Neni juga berterima kasih kepada Tzu Chi karena bersedia membantu salah satu kebutuhan pokok Ica, yakni susu khusus yang harganya dirasa berat bagi keluarga mereka. Harga susu tersebut dirinci lebih dari 300 ribu per kaleng, isi 400 gram, sedangkan Ica saat ini masih membutuhkan 10 kaleng susu per bulannya. Ibu tiga anak itu juga sudah mencoba memberikan makanan pendamping berupa bubur agar membantu pemenuhan nutrisi sehingga bisa membantu Ica terus tumbuh berkembang.


Neni Herawati sudah menganggap relawan sebagai keluarga sendiri. Ia juga berterima kasih kepada Tzu Chi karena bersedia membantu salah satu kebutuhan pokok Raisa Syaqila.

Alhamdulillah sekarang sudah ada progresnya, cuma memang lambat. Sekarang sudah bisa mbrangkang (merangkak), sudah bisa berdiri-berdiri tapi masih pegangan gitu belum berdiri sendiri. Mudah-mudahan Raisa nantinya bisa mandiri. Kalau kemampuan lain, itu bonus. Yang penting ya itu bisa mandiri dulu. Untuk dirinya sendiri setelah dia besar,” ungkap Neni berharap.

“Kami senantiasa berdoa supaya Raisa bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, sempurna, mandiri, tidak menjadi beban untuk orang tua, dan bagi orang tua tetap mengasihi Raisa dalam keadaan apapun juga. Karena perawatan orang tua itu adalah suatu obat bagi rasa sakit itu sendiri,” kata Mindarti Susilo, relawan pendamping pengobatan Raisa saat mengunjungi kontrakkan Neni di Cipayung, Jakarta Timur, 16 November 2020.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

"Satu Keluarga" Bersama Anak -Anak Santri

08 Mei 2014 Berkah bukan hasil dari bermohon, tetapi harus diciptakan sendiri. Jika dalam hati memiliki cinta kasih, bersumbangsih secara nyata untuk membantu orang yang menderita agar terbebas dari penderitaan dan mendapatkan kebahagiaan, itulah menciptakan berkah bagi orang banyak.
Menyadari Berkah Melalui Kunjungan Kasih

Menyadari Berkah Melalui Kunjungan Kasih

09 Desember 2016

Setiap tiga bulan sekali, Tzu Chi Pekanbaru melakukan kunjungan kasih sekaligus pembagian bantuan ke rumah penerima bantuan atau Gan En Hu. Kunjungan kasih kali ini, Minggu, 4 Desember 2016,  relawan mengawalinya dengan berkumpul di aula untuk mendengarkan Ceramah Master Cheng Yen dan pengarahan budaya humanis.

Cinta Kasih untuk Ceisya

Cinta Kasih untuk Ceisya

19 April 2018
Relawan Tzu Chi Pekanbaru mengunjungi Ceisya yang berusia 3,5 tahun, salah satu Gan En Hu atau penerima bantuan Tzu Chi Pekanbaru pada Minggu, 15 April 2018. Saat relawan datang, Ceisya sedang berbaring bersama kakaknya, Revan (8) dan ibunya, Asrida (33). Ceisya dan kakaknya menyambut relawan dengan gembira.
Dengan keyakinan yang benar, perjalanan hidup seseorang tidak akan menyimpang.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -