Niat untuk Kembali ke Jalan yang Benar

Jurnalis : Elin Juwita (Tzu Chi Tebing Tinggi), Fotografer : Erik Wardi, Lidyawati (Tzu Chi Tebing Tinggi)


Warga binaan melakukan prosesi pemandian Rupang Buddha secara khidmat dengan dibimbing relawan Tzu Chi.

Dalam kehidupan ini sering kita jumpai orang yang tersesat dari jalan yang benar karena lahan batin yang terus ditumbuhi “rumput-rumput liar” sehingga membuat kita tidak bisa melihat arah kehidupan yang benar. Oleh karena itu dibutuhkan Bodhisatwa dunia yang bisa membimbing mereka kembali ke jalan yang benar karena dalam diri setiap orang terdapat sifat hakiki yang murni.

Mempraktikkan Dharma dengan terjun langsung ke tengah masyarakat, memberi perhatian dan membebaskan penderitaan jasmani dan rohani dilakukan relawan Tzu Chi Tebing Tinggi dalam perayaan Waisak kali ini. Minggu pagi, 29 Mei 2019, sebanyak 17 relawan mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tebing Tinggi, Sumatera Utara untuk mengadakan perayaan Waisak dengan warga binaan yang beragama Buddha di sana. Acara yang berlangsung di dalam Cetiya Dharma Agung yang baru diresmikan sebulan sebelumnya (http://www.tzuchi.or.id/read-berita/secercah-cahaya-yang-memberi-harapan/8055) berjalan dengan Hikmat.

 

Sebelum prosesi pemandian Rupang Buddha, relawan memberikan sosialisasi tentang makna dan tata cara Waisak sehingga para warga binaan memiliki pemahaman bahwa yang terpenting dalam pemandian Rupang Buddha adalah menyucikan batin sendiri. 

Sebanyak 29 orang warga binaan yang beragama Buddha terlihat antusias dengan kegiatan tersebut, dimana sebelumnya mereka melakukan persiapan dengan bergotong royong membersihkan Cetiya dan merawat tanaman yang ada di pot bunga. Pada saat relawan Tzu Chi memasuki ruangan Cetiya terasa suasana yang nyaman dan bersih. Mungkin dalam pandangan orang awan, warga binaan yang berada di Lapas memiliki karakter yang menyeramkan, tetapi hal tersebut tidak ditemui relawan disana. Bahkan kehadiran relawan disambut hangat oleh mereka.

Sebelum mengikuti prosesi pemandian Rupang Buddha, warga binaan diberikan sosialisasi terlebih dahulu tentang makna dan tata cara Waisak dan terlihat warga binaan mendengarkan dengan seksama setiap sesi yang disampaikan oleh relawan. “Peringatan Waisak hari ini bermakna sebagai ungkapan untuk merefleksikan diri sebagai pertobatan karena ketika tangan kita menyentuh uap air Dharma, ketika kita memberikan penghormatan dengan tulus, kita juga berusaha menurunkan ego diri kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kita berharap warga binaan disini dapat mengubah hidup mereka untuk menuju kearah yang benar agar mereka tidak melakukan kesalahan yang sama lagi dan jalan kehidupan mereka bisa semakin baik kedepannya,” kata Arifin Wijaya, salah satu relawan yang ikut dalam kegiatan tersebut.

 

Para warga binaan menyatakan pertobatan di depan Rupang Buddha untuk merenungkan apa yang telah mereka lakukan, menyesali perbuatan mereka dan berikrar untuk kembali ke jalan yang benar.

Dua belas orang relawan memulai prosesi pemandian Rupang Buddha dengan memberikan persembahan berupa lilin, air, dan bunga. Selesai persembahan, relawan menuntun warga binaan ke depan meja persembahan untuk melakukan prosesi pemandian Rupang Buddha.

Para warga binaan juga menyatakan pertobatan di depan Rupang Buddha. Mereka dibimbing untuk merenungkan apa yang telah mereka lakukan, menyesali kesalahan mereka, dan berikrar untuk mengubah perilaku serta memulai kehidupan yang baru dan lebih baik. Seperti disampaikan oleh Wahyu, salah seorang warga binaan. Ia berharap dengan melakukan pertobatan bisa kembali ke jalan yang benar dan juga bisa diterima kembali di tengah-tengah masyarakat, khususnya bisa diterima kembali oleh keluarga. “Saya bertobat dan mudah- mudahan Buddha bisa membimbing saya kembali ke jalan yang benar. Saya berharap jangan ada keluarga saya yang mengikuti jejak saya yang mendapatkan hukuman seperti ini. Saya juga berharap ke depannya bisa menjadi orang yang lebih baik,” kata Wahyu, “saya juga belajar tentang kesabaran dalam menghadapi orang-orang dengan segala macam masalah disini.” Wahyu juga bersyukur karena adanya Cetiya ini (tempat ibadah) membuatnya bisa beribadah dengan tenang .

 

Relawan Tzu Chi memberikan perhatian dengan membagikan barang-barang keperluan sehari-hari bagi warga binaan Lapas Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

Selesai acara pemandian Rupang Buddha, warga binaan juga diajak untuk menonton Ceramah Master Cheng Yen dan relawan juga memberikan sharing (pengalaman-pengalaman inspiratif) kepada para warga binaan. Acara diakhiri dengan pembagian paket berupa barang keperluan sehari-hari seperti odol, sabun, sampo, dan handuk kepada warga binaan.

Pembinaan spiritual membutuhkan waktu dan perhatian dari banyak orang. Harapannya semoga setelah mereka bebas, mereka telah menyerap ajaran kebenaran, dan terbuka pintu hati mereka untuk melakukan kebajikan. Namun, mereka juga butuh dukungan dari masyarakat dan keluarga untuk bisa menerima dan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

Editor: Hadi Pranoto


Artikel Terkait

Waisak 2016 : Menjadi Bodhisatwa Dunia

Waisak 2016 : Menjadi Bodhisatwa Dunia

23 Mei 2016

Pada tanggal 07 Mei 2016, Tzu Chi Kantor Penghubung Makassar mengadakan perayaan Waisak 2016. Kegiatan ini memberikan pembelajaran bahwa setiap manusia bisa menjadi Bodhisatwa di dunia.

Doa Menyambut Hari Trisuci Waisak

Doa Menyambut Hari Trisuci Waisak

05 Mei 2017

Setiap tahun menjelang Hari Trisuci Waisak, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia mengadakan ritual Namaskara, atau dalam bahasa Mandarin lebih dikenal Chao Shan. Ritual ini merupakan  penghormatan kepada Sang Buddha dari para Bodhisatwa dengan melangkahkan kaki tiga langkah satu sujud atau dikenal dengan San Bu Yi Bai

Waisak 2025: Kebersamaan Penuh Makna dalam Perayaan Waisak Tzu Chi

Waisak 2025: Kebersamaan Penuh Makna dalam Perayaan Waisak Tzu Chi

11 Mei 2025
Di balik khidmatnya prosesi Waisak dan megahnya formasi, tersembunyi cerita-cerita sederhana akan sukacita perayaan Waisak bersama Tzu Chi. Semua menyuarakan satu semangat: berbagi dan bersatu dalam kasih tanpa pamrih.
Luangkan sedikit ruang bagi diri sendiri dan orang lain, jangan selalu bersikukuh pada pendapat diri sendiri.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -