Suparlan langsung tersenyum saat perawat TIMA Indonesia memerintahkanya perlahan-lahan membuka mata kanan dalam kegiatan Post Op Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-149 di Surabaya.
Sudah tiga tahun ini, Suparlan (47) warga Jl. Rembang Utara, Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya tak lagi bekerja. Bukan tanpa sebab, katarak di kedua matanya menjadi sebuah pukulan yang berat. Pasalnya, ia tak lagi bisa memberikan nafkah bagi kedua anaknya walaupun sudah berpisah dengan istri dan anaknya yang saat ini tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur.
Semenjak berpisah, Suparlan tinggal bersama keluarga besarnya. Ia pun kurang mengingat kapan pengelihatannya mulai terganggu. “Awalnya kurang ingat, pokok’e pas bawa kendaraan kurang pengelihatannya,” cerita Suparlan. Semenjak pengelihatannya terganggu, ia mulai resah dan mencoba memeriksakan kondisi matanya. “Waktu saya kontrol divonis dua-duanya kena katarak. Kalau lihat itu ya kaya bayangan, bentuknya kurang beraturan,” ungkapnya.
Dulu saat matanya masih sehat, pekerjaan apa saja dilakoni Suparlan. Tapi yang paling lama ia jalani adalah menjadi tukang bangunan. “Saya bekerja serabutan. Kadang ikut kuli bangunan, kalau ada yang ajak kerjaan lain ya kita mau,” katanya. Keresahan akibat katarak di kedua mata Suparlan pun berimbas pada penurunan kualitas hidupnya, dan yang paling membuat Suparlan sedih ia tak lagi bisa mengirimkan uang untuk anaknya yang berada di Sidoarjo.
“Saya mulai kena penyakit katarak ini ya mohon maaf sudah nggak bisa lagi menafkahi, sudah ada 3 kali lebaran. Sangat mengganggu sekali, satu tidak bisa aktivitas normal sepeti orang-orang, terus tanggung jawab kita jadi nggak ada, nggak bisa menafkahi keluarga, nggak bisa main-main kesana,” ungkap Suparlan lirih.
Akibat katarak di kedua matanya, kehidupan Suparlan sehari-hari serigkali menemukan hambatan. Mulai dari terbentur, hingga hampir bertabrakan saat mengendarai sepeda motor. “Saya nabrak bolak balik, pernah nabrak pintu sampai bagian hidung berdarah. Jadi sering peristiwa begitu, pernah boncengin ibu saya naik motor mau nabrak palang jalan. Pakai motor nggak bisa, akhirnya pakai sepeda onthel, masih nabrak juga. Akhirnya saya putuskan kemana-mana ya jalan kaki aja, itu juga masih nabrak hahaha,” cerita Suparlan sambil terbahak.
Karena menerita katarak Suparlan tidak bisa lagi bekerja. Sehari-hari ia hanya merawat dan menjual burung untuk mengisi waktu dan berkegiatan.
Selama tidak bekerja, Suparlan menjual burung untuk berkegiatan dan sampingan. Oleh karena itu, besar keinginan Suparlan untuk terbebas dari katarak di kedua matanya supaya bisa bekerja kembali. Namun apa daya, benturan ekonomi yang memupuskan harapannya. “Keinginan untuk sembuh ya ada, tapi ya masalah ekonomi benturannya,” katanya. Walaupun tak memiliki biaya, keinginan untuk sembuh yang mendorong Suparlan untuk mencarai kemungkinan lainnya. “Pernah ikut program baksos dua kali, tapi gagal,” ungkapnya singkat.
Suparlan juga terus mencari informasi tentang adanya baksos operasi katarak kepada teman-temannya. “Saya sempat tanya ke teman, anggota Satpol PP. ‘Mas, kalau ada kegiatan baksos operasi katarak mohon dikasih info ke saya’. Dari situ, ehh kebetulan ada di Kodam V Brawijaya, ya saya mau banget,” cerita Suparlan.
Screening Baksos Membuka Jalan Kesembuhan
Setelah mendapatkan informasi adanya Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-149 di RS Tk.III Brawijaya, Surabaya, Suparlan segera menyiapkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Dari Kecamantan Bubutan sendiri terdapat 5 pasien katarak yang ikut proses screening pada 12 Juli 2025, dengan didampingi perwakilan keluarga dan Babinsa setempat.
Suparlan dan Kaselin, tertawa bahagia saat kediamannya di Jl. Rembang Utara, Kelurahan Jepara, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya disambangi relawan Tzu Chi Surabaya.
Bukan hanya Suparlan, Kaselin (57) kakak kandung Suparlan juga berharap kedua mata adiknya bisa melihat lagi dengan sempurna. “Melihat kondisi saudara nggak bisa lihat ya kasihan. Dulu sudah pernah saya ajak ikut baksos juga tapi gagal karena masalah domisili,” ungkap Kaselin. Pada saat screening, dengan sabar Kaselin menunggu adiknya di lobi gedung baru RS Tk.III Brawijaya, Surabaya. Harap-harap cemas, ia pun menantikan hasil pemeriksaan yang akan menentukan lolos atau tidaknya adiknya untuk dioperasi katarak.
“Dari pagi sampai malam, kaki saya tuh klotekan (gemeteran) karena tim medis bilang bagi siapa yang tidak mendapatkan kartu kuning, maka tidak bisa melaksanakan operasi. Saya gemeteran, soalnya ini banyak yang gagal,” cerita Kaselin saat mengantar Suparlan. Sambil menunggu, para relawan juga memberikan perhatian kepada Kaselin dan pendamping keluarga pasien lainnya. “Alhamdulillah, saya ikut dari pagi sampai malam itu nggak kelaparan, nggak kehausan. Semua terjamin makanannya, nek jenenge wong jowo iku gak eman (kalau istilah orang Jawa itu nggak pelit). Mereka relawan keliling, ramah-ramah semua, yang belum dapat dicariin makanan,” ungkapnya.
Sebelum masuk ruang operasi, Suparlan yang saat itu masih menggunakan kacamatanya yang hilang saat dicuci kakinya oleh Kaselin. Saat proses ini, ia tertawa bahagia karena menjadi pengalaman pertamanya.
Tak sia-sia lama menunggu, nama Suparlan pun disebut oleh tim medis dan mendapatkan kartu kuning yang berarti lolos pemeriksaan dan bisa ikut operasi katarak. “Saya mau menangis saat itu karena adik saya bisa lolos buat operasi. Harapan kami sekeluarga besar banget, kalau dia sudah sembuh kan bisa kerja lagi, bisa kasih nafkah anak dan istri,” ungkap Kaselin terharu.
Rasa haru Kaselin bukan hanya karena adiknya bisa dioperasi, tetapi ia mengingat perjuangannya dulu mencari kegiatan baksos-baksos operasi katarak tetapi tidak berhasil. Yang lebih mengharukan lagi, dari 5 pasien katarak asal Kecamatan Bubutan hanya Suparlan seorang yang lolos. “Mungkin sudah rejekinya adik saya. Sebagai kakak, mudah-mudahan kalau operasinya berhasil saya mengucapkan terima kasih sekali kepada Buddha Tzu Chi dan Kodam V Brawijaya,” ungkap Kaselin senang.
Jawaban dari Doa-Doa Suparlan
Sejak pagi, Suparlan dan Kaselin sudah berada di lobi gedung baru RS Tk.III Brawijaya, Surabaya, saat pelaksanaan Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-149. Mendapat nomor urut pasien 104, dengan sabar Suparlan menunggu giliran untuk operasi katarak di mata kanannya. Hal ini dilakukan karena Baksos Kesehatan Tzu Chi hanya memberikan tindakan operasi pada satu mata walaupun pasien menderita katarak di kedua matanya.
Walaupun hanya mata kanannya yang dioperasi, Suparlan tidak berkecil hati. Baginya kesempatan ini merupakan jawaban dari salah satu doa-doa yang sering ia panjatkan ke Tuhan Yang Maha Esa. “Tiap malam saya berdoa kepada Allah SWT, tolong beri kesembuhan pada mata saya. Masa saya seumur hidup harus seperti ini terus,” ungkap Suparlan.
Di ruang transit, perawat TIMA Indonesia memeriksa mata kanan Suparlan yang akan dioperasi katarak secara berkala.
Saat nama Suparlan dipanggil, Kaselin pun ikut untuk membantu beberapa proses sebelum operasi, mulai dari daftar ulang, hingga mencuci kaki Suparlan sebelum memasuki ruang transit, dan sampai depan pintu ruang ruang operasi. Setelah menganti baju dan melepas kacamata, Suparlan masuk ke ruang transit untuk bergabung dengan pasien lainnya menunggu giliran operasi. “Sempat ndredeg (gemetar takut), tapi para relawannya juga enak pelayanannya, sesama pasien juga ngobrol jadi suasana nggak tegang. Dadi wani, mboten wedi (jadi berani, nggak takut lagi),” ungkap Suparlan.
Setelah operasi, Suparlan dibantu keluar ruang operasi oleh relawan Tzu Chi Surabaya. Walaupun masih kesulitan berjalan dan melihat, ia pun merasa senang karena bisa menyelesaikan proses operasi. “Sangat senang sekali. Jujur, relawan dan dokter alhamdulillah bekerja dengan sangat baik membatu saya dan pasien lainnya,” ungkapnya setelah operasi. Namun sayang, kacamata milik Suparlan yang dilepas sebelum operasi terselip dan hilang entah kemana sampai kegiatan baksos kesehatan selesai.
Kebahagiaan Suparlan semakin lengkap saat Post Op (pemeriksaan pascaoperasi) sehari setelahnya. Saat penutup mata dan perban dibuka, perlahan-lahan perawat TIMA Indonesia mulai membersihkan bagian luar mata kanan Suparlan. Setelahnya Suparlan diminta untuk membuka mata kanannya perlahan-lahan.
“Sangat-sangat terang sekali. Ada perubahan total. Kacamata hilang nggak ketemu, hari ini insyallah udah nggak membutuhkan sekali. Jauh bedanya, dulu nggak kelihatan sama sekali sekarang sangat-sangat jelas,” kata Suparlan mengungkapkan kebahagiaannya.
Tim Medis TIMA Surabaya memeriksa kondisi Suparlan setelah keluar dari ruang operasi di gedung baru RS Tk.III Brawijaya, Surabaya.
Atas keberhasilan operasi katarak di mata kanan Suparlan, tak lupa ia mengucapkan syukur dan terima kasihnya kepada Tzu Chi yang telah mengadakan bakti sosial di Kota Pahlawan. “Kami atas nama warga Surabaya sangat-sangat terima kasih kepada Yayasan Buddha Tzu Chi karena telah melaksanakan bakti sosial ini. Kegiatan ini bisa membantu masyarakat yang kurang mampu untuk operasi katarak. Walaupun kacamata hilang, itu nggak seberapa. Yang penting matanya terang hahaha,” ungkap Suparlan bersukacita.
Editor: Fikhri Fathoni