Baksos NTT: Kehidupan Boleh Keras, Hati Tetap Lembut (Bag. 2)

Jurnalis : Hadi Pranoto, Fotografer : Anand Yahya
 

fotoRelawan Tzu Chi mengunjungi rumah Ibu Joblina Lado (baju merah) untuk melihat kondisi putranya yang tengah sakit.

Belasan tahun silam, saat berusia 2 bulan, Markus terkena musibah. Lampu tekplok yang terpasang di dekatnya tersenggol tak sengaja oleh kakaknya yang saat itu sedang belajar— Andriana (kelas 2 SD saat itu). Joblina dan suaminya malam itu tengah mencari ikan di laut. Lampu itu pun jatuh di ranjang kayu tepat di atas kepala Markus. Selain menghanguskan rumah, tempurung kepala Markus mengalami luka dan akhirnya tumbuh tak sempurna (keras) seperti anak-anak lainnya.

Meski sudah berobat ke rumah sakit, tempurung kepala Markus tetap saja sulit untuk menutup dengan sempurna. Sempat bersekolah hingga kelas 1 SD, Markus akhirnya mengundurkan diri dan tak melanjutkan sekolah. “Kalau baca bisa, tapi kurang lancar,” kata Markus.

Meski memiliki kekurangan, Markus tetap menjadi anak yang produktif. Setidaknya itu dibuktikan dengan bekerja di pemilahan sampah daur ulang milik salah seorang tetangganya. Pekerjaan itu dijalaninya dengan penuh kesungguhan, sehingga Markus pun bisa membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “Banyak orang bilang, kepala tidak bisa sembuh, ya tidak apa-apa, yang penting kan kaki tangan bisa bergerak cari uang,” ujarnya. Tapi, kemalangan kembali menimpanya, sejak 3 bulan lalu Markus terkena stroke. Kaki dan tangan bagian kanannya tak lagi bisa digerakkan. Alhasil, sejak itu Markus pun tak lagi bekerja, dan tugas mencari nafkah utama kembali jatuh ke pundak Joblina, sang ibu.

foto    foto

Keterangan :

  • Sejak putra bungsunya tak bisa lagi bekerja karena sakit, maka Joblina Lado (56) yang bertugas untuk mencari nafkah kebutuhan ia dan anaknya (kiri).
  • Relawan Tzu Chi tengah memberi semangat dan perhatian kepada Markus Yohanes yang terbaring lemah. Selama ini hanya Joblina, sang ibu yang merawat Markus (kanan).

Joblina sendiri memiliki 6 orang anak, namun 3 diantaranya meninggal karena sakit. Tiga anak yang tersisa bernama Daniel Yohanes, Andriana Yohanes, dan si bungsu Markus Yohanes. Daniel saat ini merantau ke Kalimantan dan bekerja sebagai tukang bangunan, sementara Andriana sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di daerah lain di Sumba Timur. Daniel sejak 5 tahun lalu merantau sampai saat ini belum pernah pulang ke kampong halaman, sementara kehidupan Andriana pun tak cukup mapan untuk membantu kehidupan ibu dan adiknya. Segala pekerjaan pun dijalani Adriana, mulai dari mencari ikan di laut (karang), membuat garam, sampai menjadi penyadap pohon nira (pohon aren). “Kerja apa aja, kadang dapat ikan kecil atau kerang, ditukar sama beras,” tutur Joblina. Meski  yang dijalaninya sangat keras, namun tak sampai melarutkan kelembutan hati dan keramahannya. Beberapa kali ia meminta maaf karena tak bisa menyediakan tempat duduk untuk kami berdua. Sejak kepergian sang suami Yohanes Birawadan yang meninggal akibat stroke pada tahun 2001, Joblina memang menjadi orang tua tunggal dengan fungsi ganda – ibu sekaligus pencari nafkah keluarga.

Menerima bantuan beras dari Tzu Chi seolah menjadi anugerah tersendiri bagi Joblina dan Markus. “Bisa untuk makan sebulan,” ujarnya. Seringkali karena tak ada uang, Joblina dan putranya harus menahan lapar dan hanya makan 1 hari sekali. Hanya kemurahan hati para tetangganya yang sedikit lebih baik kehidupannya membuat Joblina dan putranya tak harus berpuasa. “Terima kasih, senang, terharu saya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Siang itu pula Joblina langsung memasak nasi untuk ia dan Markus. Dengan sedikit garam, beras cinta kasih Tzu Chi ini pun menjadi hidangan yang cukup lezat bagi keduanya.

foto  foto

Keterangan :

  • Dengan ranting-ranting kering yang banyak terdapat di sekitar rumahnya yang berada di tepi pantai inilah Joblina menggunakannya untuk memasak (kiri).
  • Joblina tengah memasak nasi dari beras yang diterima dari Tzu Chi. Dengan 20 kg beras bantuan ini Joblina dan Markus dapat memanfaatkannya selama sebulan lebih (kanan).

Cerita kami tentang kehidupan Joblina dan kondisi Markus ini pun akhirnya menarik perhatian relawan Tzu Chi, yakni Rudi Suryana dan Hok Lay. Dengan keramahan dan sikap yang bersahabat, Markus pun akhirnya mau membuka kelambu yang menyelubungi papan kayu tempat tidurnya.  Relawan pun memberikan semangat dan memotivasi kepada Markus untuk tetap bersemangat menjalani kehidupannya. “Tangannya harus selalu digerak-gerakkin setiap hari, supaya tidak kaku,” kata Hok Lay. Markus pun dengan lancar selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari relawan yang menghiburnya.

Dengan kondisi yang dijalaninya saat ini, Markus sama sekali tak merasa marah ataupun dendam kepada sang kakak yang karena “lalai” telah menyebabkan hidupnya tak sama seperti anak-anak sebayanya. Sebuah pelajaran berharga telah diberikan oleh pemuda ini. Markus tak pernah menyalahkan sang kakak ataupun siapapun atas kondisinya saat ini, semua ia anggap sebagai ujian dari Yang Maha Kuasa. “Buat apa marah,buat apa dendam, tidak ada untungnya,” tandas Markus.

Selesai


Artikel Terkait

Wujud Cinta Kasih dalam Pembagian Beras

Wujud Cinta Kasih dalam Pembagian Beras

05 Desember 2022

Tzu Chi Tebing Tinggi membagikan 1.000 paket sembako berupa beras dan minyak goreng kepada keluarga prasejahtera di Kota Tebing Tinggi. 

PAT 2023: Sukacita Bersumbangsih di Lahan Berkah Tzu Chi

PAT 2023: Sukacita Bersumbangsih di Lahan Berkah Tzu Chi

23 Januari 2024

Dalam acara Pemberkahan Akhir Tahun terdapat beberapa sharing inspiratif dari relawan amal, relawan pemerhati rumah sakit, dan relawan pendidikan. Selain itu juga terdapat 5 relawan komite yang dilantik.

Tsunami Selat Sunda

Tsunami Selat Sunda

11 Januari 2019
 Bencana tsunami melanda Banten dan Lampung Selatan (22/12/18), mengakibatkan ratusan orang meninggal, dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal. Sehari pascatsunami, relawan Tzu Chi Lampung segera memberikan bantuan untuk meringankan duka mereka yang sedang terkena musibah. Sementara di Jakarta,  Tim Tanggap Darurat (TTD) Tzu Chi juga langsung bergerak menyalurkan 1.000 paket bantuan untuk membantu para korban di Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten pada tanggal 27 Desember 2018. 
Jangan takut terlambat, yang seharusnya ditakuti adalah hanya diam di tempat.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -