Baksos Papua: Kebajikan dalam Banyak Cara

Jurnalis : Himawan Susanto, Fotografer : Himawan Susanto
 
 

fotoSetiap pasien yang telah mendaftar oleh relawan Tzu Chi segera diantar menuju ke tenda antrian untuk menunggu giliran waktu pemeriksaan kesehatan dalam screening Baksos Kesehatan Tzu Chi ke-67 di Biak.

 

Hari pertama screening bakti sosial kesehatan Tzu Chi ke-67 yang bekerja sama dengan RSUD Biak riuh ramai dengan ratusan calon pasien. Sejak Selasa pagi, 18 Mei 2010, 4 tenda peleton TNI yang sudah disiapkan tampak dipenuhi para calon pasien yang tertib antri menunggu giliran. Mereka dengan patuh mengikuti setiap instruksi yang disampaikan oleh para relawan dan Tim Medis Tzu Chi, termasuk aturan untuk tidak merokok dan membuang sampah sembarangan di lokasi screening. Untuk mendukung budaya bersih itu, maka di setiap pelosok telah disiapkan kantong-kantong sampah bagi para calon pasien. Sebuah aturan yang tidak saja dipatuhi oleh para calon pasien, namun juga keluarga pendamping, relawan Tzu Chi Jakarta dan Biak, bahkan para petugas keamanan yang bertugas di lokasi screening.

 

 

 

Sahabat dari Singapura
Di dalam ruangan screening, seorang relawan Tzu Chi tampak sibuk mendampingi para pasien yang hendak diperiksa kesehatannya. Dia mengarahkan para pasien untuk duduk di antrian. Dia juga meminta pasien untuk bergeser ke bangku sebelahnya jika pasien sebelumnya sudah selesai dioperasi. Namun, tak terdengar sedikitpun kata-kata panjang yang keluar dari bibirnya. Hanya sesekali saja dia mengatakan, “Nanti, sebentar, duduklah, hujanlah.” Ternyata relawan ini tak dapat berbahasa Indonesia, hanya dapat berbahasa Mandarin dan Inggris. Rupanya relawan berperawakan cukup tinggi ini bernama Cheng yang berasal dari Singapura. Cheng sendiri adalah teman dari Susanto Pirono dan Yeni, dua relawan Tzu Chi di Biak.

Maka tak heran jika Cheng juga mengetahui adanya baksos kesehatan ini. Karena itu dia pun bertanya dan mengajukan diri apakah diperkenankan bergabung membantu dalam baksos kesehatan. Jawaban didapat, dia boleh ikut membantu. Awalnya, hubungan Cheng dengan Susanto Pirono adalah hubungan bisnis. Namun kini, dari yang tadinya bisnis kini menjadi hubungan persahabatan. Bahkan sekarang diperlakukan sudah lebih dari sekadar sahabat, sudah seperti saudara. Cheng sendiri datang ke Biak sejak tanggal 14 Mei lalu. Untuk ke Biak, dia menempuh penerbangan langsung dari Singapura ke Jakarta dan berlanjut ke Makassar, serta Biak.

foto  foto

Ket : - Relawan Tzu Chi Biak dalam baksos ini belajar bagaimana berbagi kepada sesama. Mereka senantiasa             membantu para pasien screening baksos yang membutuhkan uluran tangan, khususnya mereka yang             memiliki keterbatasan fisik seperti yang dialami oleh Wellem Walend(kiri)
       - Agar hasil screening akurat dan sempurna, tim medis dan relawan Tzu Chi senantiasa memeriksa             kondisi kesehatan pasien dengan teliti dan menggunakan alat yang sesuai peruntukannya.(kanan)

Menurut Cheng, dia mau membantu di dalam baksos ini karena ini adalah kegiatan Tzu Chi. Agar lebih memahami Tzu Chi, dia juga sebelumnya pernah ke Taiwan untuk tahu lebih jauh lagi Yayasan Buddha Tzu Chi secara menyeluruh. “Yayasan Buddha Tzu Chi benar-benar membantu orang, benar-benar membantu mereka yang membutuhkan di manapun berada. Tidak membedakan warna kulit, kebangsaan, agama, dan lain sebagainya,” ujarnya dalam bahasa Inggris.

Maka dia berketetapan hati, tujuan pertamanya datang ke biak ini adalah untuk membantu orang lain, untuk ikut serta berkontribusi, namun ternyata kendalanya ada di bahasa. Setelah tinggal tiga hari di Biak, dia lalu merasa tujuannya membantu orang lain malah menghambat yang lain karena dia tidak bisa berbicara bahasa Biak maupun bahasa Indonesia. Dia berpikir justru malah membuat orang lain menjadi susah. Karena itu dia kemudian sempat memutuskan untuk kembali saja ke Singapura karena tak banyak yang dapat dilakukannya di Indonesia. Namun, Ina, seorang relawan yang bekerja sebagai General Manager Garuda Indonesia di Biak mengatakan, “Kamu ikut dengan saya saja, karena tujuan mulia untuk membantu orang lain jangan terhambat hanya karena bahasa.” Cheng akhirnya setuju dan akan tinggal hingga Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke-67 berakhir. Jadi di tanggal 23 Mei pagi saat baksos telah selesai, dia baru akan kembali ke negaranya, Singapura.

Benar-benar Terasa
Cheng juga mengaku sangat tersentuh dengan bakti sosial kesehatan yang digagas Susanto Pirono dan Yeni bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan kesehatan. Apalagi dia juga merasakan bagaimana rasanya penderitaan yang dirasakan oleh para calon pasien. Saat kesulitan dalam berinteraksi, dia selalu bertanya terlebih dahulu kepada Shixiong-shijie yang berada di sekelilingnya. Meski dia juga kadang mengatakan kata nanti, sebentar, duduk, dan hujan. “Saya berusaha semaksimal mungkin,” ujarnya.

foto  foto

Ket : -Di sebuah gedung baru yang berada di RSUD Biak inilah Bakti Sosial Kesehatan Tzu Chi ke- 67 ini akan            digelar. Tampak para calon pasien sedang tertib menunggu giliran diperiksa. (kiri)
       - Pemeriksaan yang menyeluruh selalu dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien. Hal ini            dilakukan dalam rangka aman dan suksesnya baksos kesehatan.   (kanan)

Saat Cheng pergi membantu baksos kesehatan di Biak ini, dia meninggalkan anak dan istrinya untuk sementara. Mereka tidak melarang dia pergi karena dia memberitahu mereka bahwa akan membantu bakti sosial kesehatan di luar negeri (Biak). Demikian juga saat dia berangkat ke Taiwan, keluarga mendukung aktivitasnya. Bahkan setiap tahun di negaranya, dia juga melakukan kegiatan sosial, meski jika dibandingkan dengan kegiatan sosial ini, dia mengatakan tidak dapat dibandingkan. “Kegiatan ini benar-benar dapat membantu mereka yang membutuhkan. Emosinya di sini, orang-orang ini punya penyakit katarak, sementara standar hidup di Singapura sudah tinggi, jadi sangat terasa sekali dan tersentuh,” pungkasnya.

Sukses Menjalani Pemeriksaan
Dorte Awam dari Distrik Warsai (34) sibuk memegang sebuah tas di tangan kirinya, sementara tangan kanannya menuntun seorang ibu tua yang memegang erat sebuah tongkat. Ibu tua itu adalah Martina Nubefor (63), ibu dari Dorte Awam. Martina sendiri sudah lebih dari 5 tahun ini tidak lagi dapat melihat. Katarak menyerang kedua matanya. Menurut Dorte mengutip perkataan Martina, awalnya ada biji besar di sebelah kanan, lalu gelap tidak bisa melihat dan kemudian pindah ke sebelah kiri.

Siang itu, mereka mendapatkan nomor antrian 325 yang artinya nomor antrian mereka cukup besar. Mereka tiba  ke lokasi screening agak siang karena waktu yang mereka tempuh dari rumah adalah 2 jam lebih perjalanan. Mereka mengetahui adanya baksos kesehatan ini dari pengumuman di Gereja Betlehem Manor hari Minggu lalu. Dari sana mereka kemudian mendaftarkan diri di Puskesmas. Tepat di hari Selasa, mereka berangkat ke Kota Biak dengan menggunakan taksi (angkutan umum). Usai mengikuti beberapa kali tes dan pemeriksaan kesehatan, Martina dinyatakan layak untuk menjalani operasi katarak di hari Jumat nanti. “Semoga (saya) dapat melihat lagi,” katanya berharap.

 

  
 
 

Artikel Terkait

Semangat Bersumbangsih

Semangat Bersumbangsih

23 Desember 2016

Dua relawan yang turut bersumbangsih memanfaatkan waktu libur dalam Pekan Amal penggalangan dana pembangunan rumah sakit Tzu Chi tanpa melihat sekat-sekat agama, ras, golongan di dalamnya. 

Menggunakan Ketulusan dan Cinta Kasih

Menggunakan Ketulusan dan Cinta Kasih

05 Juni 2015 Sejak tahun 2003 telah dimulai program 4in1, karena kondisi tiap komunitas berbeda, maka memiliki cara penanganan yang berbeda pula, namun tetap berfokus pada Ketulusan (Cheng) dan Cinta Kasih (Qing).
Kepedulian yang Berbuah Cinta Kasih

Kepedulian yang Berbuah Cinta Kasih

29 September 2012 Berkat cinta kasih itu sebuah jembatan berdiri dengan kokoh dan siap menjadi penopang warga sekitar untuk dilalui demi mensejahtrakaan masyarakat serta mewujdukan cita-cita anak bangsa. 
Hanya dengan mengenal puas dan tahu bersyukur, kehidupan manusia akan bisa berbahagia.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -