Baksos Tzu Chi ke-120: Merajut Hari-hari Ceria Amanah

Jurnalis : Arimami Suryo A, Fotografer : Arimami Suryo A

doc tzu chi

Relawan Tzu Chi menemani Amanah dan ibunya Cucum saat melakukan pendaftaran operasi katarak di kapal KRI dr. Soeharso.

Amanah (8), siswi kelas 2 SD Kadubera II Pandeglang terlihat begitu tegar saat akan diambil darahnya oleh tim medis baksos Tzu Chi ke-120 untuk keperluan operasi bibir sumbing. Dalam dekapan sang ayah, tubuh kurusnya pun menahan jarum suntik yang menusuk di lengan kirinya.

Sebelumnya, jalinan jodoh Amanah dengan baksos Tzu Chi ke-120 di atas kapal KRI dr. Soeharso yang bersandar di Pelabuhan Merak, Cilegon, Banten ini bermula dari sosialisasi baksos oleh koramil wilayah Picung, Pandegelang. Ajot Sarjah (42), ayah dari Amanah mendapat kabar akan diadakan operasi bibir sumbing gratis yang diadakan di atas kapal pada tanggal 26-28 September 2017.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Setelah mendaftar, apa yang diharapkan oleh Sarjah menjadi kenyataan. Putri bungsunya akhirnya mendapatkan kesempatan untuk diobati. Kondisi ekonomi keluarga yang tidak menentu selama ini membuat keluarga Ajot Sarajah mengurungkan niat untuk mengobati Amanah.

“Sebenarnya semenjak usia satu tahun, kami ingin mengobati Amanah tapi mau gimana lagi, pekerjaan saya hanya buruh serabutan,” ungkap Sarjah

Penghasilan sebagai buruh serabutan tidak seberapa, jika ada yang meminta jasanya barulah Sarjah bekerja. Ia pun memberi contoh ketika bekerja menjadi buruh panen padi.

“Kalau jadi kebot (merontokkan padi dengan cara mengibaskan pohonnya-red) dibayarnya 70-75 ribu per kuintal,” cerita Sarjah. Alih-alih untuk menabung, dari penghasilannya ini ia pun harus bisa mencukupi kebutuhan keluarga.

Dalam pangkuan Sarjah, Amanah diambil sampel darahnya oleh tim medis baksos Tzu Chi ke-120 di pelabuhan Merak-Cilegon.

Keluarga Sarajah sendiri merupakan keluarga yang sangat sederhana. Rumahnya berada di Kampung Babakan, Kelurahan Kadubera, Kecamatan Picung, Pandegelang, Banten. Semenjak menikah di tahun 1992, keluarga ini dikaruniai tiga anak dan tinggal di sebidang tanah berukuran 4 x 5 meter. Kondisi bangunannya pun masih berupa rumah panggung dengan bilik bambu sebagai pengganti tembok.

Untuk keperluan MCK, keluarga ini menggunakan­ sumur hasil swadaya warga Kampung Babakan yang dipakai secara bersama-sama dengan warga yang lain. “Saat musim kemarau seperti ini, biasanya sumur tersebut kering. Kami pun harus mencari air di sungai di sekitar rumah untuk keperluan sehari-hari,” kata Sarjah.

Sementara itu Cucum (37), ibu dari Amanah juga bercerita mengenai kondisi putri bungsunya sehari-hari. “Anak saya pendiam, kalau di sekolah ya sering main juga sama teman-temannya,” ungkapnya.

Amanah sendiri juga malu-malu jika diajak bicara dengan bahasa Indonesia. Dalam kesehariannya, ia cenderung memahami bahasa Sunda. Sedangkan di lingkungan rumahnya, Amanah juga kerap kali bermain dengan teman-teman sebayanya.

“Rasanya suka sedih, namanya anak kita memiliki kelainan suka jadi ejekan teman-temannya,” kata Cucum.


Menjelang operasi bibir sumbing, relawan juga ikut menenangkan Amanah di dalam ruang operasi.


Setelah operasi, relawan Tzu Chi memberikan boneka hasil kreasi relawan untuk Amanah di ruang pemulihan.

Kebahagiaan Orang tua
Nama Amanah sendiri menurut Sarjah berarti amanat atau titipan. “Yah bagaimanapun kondisinya, namanya anak kan titipan Tuhan. Jadi harus disayang dan diperhatikan juga,” ungkap pria kelahiran 1975 ini. Operasi bibir sumbing Amanah pun memiliki kesan tersendiri untuk kedua orang tuanya.

Setelah berhasil dioperasi pada hari pertama, Sarjah dan Cucum sangat berbahagia. Harapan mereka tujuh tahun yang lalu akhirnya dapat terwujud melalui Baksos Tzu Chi ke-120 ini. Dengan mata berkaca-kaca Sarjah pun mengungkapkan kegembiraannya.

“Alhamdulilah, rasanya bahagia sekali berkat adanya bantuan ini ada harapan buat masa depan anak saya. Semoga Amanah bisa bersekolah terus dan bicaranya jelas,” kata pria yang bersekolah sampai SD ini.

“Sudah lega, plong rasanya, bahagia melihatnya (Amanah),” ungkap Cucum sambil mengusap air mata di ruang pemulihan.

“Dari dulu saya memikirkan gimana caranya (operasi) supaya anak saya sembuh. Sekarang sudah dikasih jalan (operasi),” tambahnya. Untuk pemulihan pascaoperasi, Amanah disarankan untuk menginap dulu di kapal supaya bisa beristirahat.

Amanah sendiri merupakan satu dari 10 pasien bibir sumbing yang berhasil ditangani dalam rangkaian baksos Tzu Chi ke-120 ini. Selain menangani bibir sumbing, pada hari pertama baksos ini TIMA (Tzu Chi International Medical Association) Indonesia juga berhasil menangani 33 pasien katarak, 2 pterygium, 1 pasien hernia, dan 7 pasien dengan benjolan.

Editor: Khusnul Khotimah


Artikel Terkait

Baksos Tzu Chi ke-120: Jalinan Jodoh untuk Melepaskan Derita

Baksos Tzu Chi ke-120: Jalinan Jodoh untuk Melepaskan Derita

28 September 2017

Baksos kesehatan Tzu Chi ke-120 pada hari kedua di Cilegon berhasil menjaring lebih banyak pasien. Selain membantu masyarakat yang tidak mampu, kegiatan ini juga sebagai ajang silaturahmi masyarakat.

BaksosKesehatan Tzu Chi ke-120: Menjangkau Warga Pesisir

BaksosKesehatan Tzu Chi ke-120: Menjangkau Warga Pesisir

29 September 2017

Yayasan Buddha Tzu Chi bekerjasamadengan TNI mengadakanbaksoskesehatan ke-120 dalamrangka HUT TNI yang ke-120. Rangkaianbaksos yang terdiridari 2 bagianinidilakukansejak 21-28 September 2017. Padabagianpertamabaksos, 21-25 September 2017, Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Indonesia bersamaSatuanTugas TNI berkelilingke 3 pulau: PuloPanjang, PulauTunda, dan Ujung KulondenganmenggunakanKapal KRI dr. Soeharso. Di sanamerekamelayanipengobatanumum, gigi, dankhitan. Sedangkanpadabagian 2, 26-28 September 2017, baksostetapdilakukan di KRI dr. Soeharso yang bersandar di PelabuhanMerak, Banten. Di sana TIMA melayanioperasikatarak, pterygium, hernia, bibirsumbing, dan minor lokal.

Baksos Kesehatan di Pulo Panjang

Baksos Kesehatan di Pulo Panjang

22 September 2017

Warga Pulo Panjang mengaku senang dan menantikan pelayanan kesehatan yang diadakan Yayasan Buddha Tzu Chi bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut di Pulo Panjang pada Jumat, 22 September 2017. Warga terkendala dalam memperoleh akses kesehatan. Tidak adanya tim medis yang menetap di pulau ini membuat warga tak jarang harus pergi ke luar pulau untuk memperoleh pengobatan. Salah satunya Rama, wanita berusia 57 tahun ini datang dengan keluhan sakit pada kedua kakinya. 

Keindahan kelompok bergantung pada pembinaan diri setiap individunya.
- Kata Perenungan Master Cheng Yen -